BAB 6

71 4 0
                                    

Matahari kian menjulang naik menempati posisi tertinggi. Bias cahaya yang begitu terang dengan terpaan udara hangat yang menembus tirai-tirai jendela kamar hotel akhirnya mampu mengusik seorang wanita cantik yang masih bergelung didalam selimut.

"Isshhh.....," ringisnya merasakan pening dan tenggorokan yang kering. Matanya masih terpejam rapat, tetapi keningnya mengerut dalam. Merasa terganggu dengan cahaya terang yang seakan mendesaknya untuk segera terbangun.

"Akira, sudah berapa kali kubilang jangan buka tirai nya sebelum aku bangun!" teriaknya penuh amarah, sambil menggeliat di dalam kungkungan selimut. Kungkungan itu membuat gerakannya tertahan, sehingga tubuhnya berguling ke sana kemari agar terbebas sampai akhirnya terjatuh ke lantai dan berdebum.

"Aawww....," pekiknya kesakitan, mengangkat tubuh terduduk seraya mendengus kesal. Mengerjap berkali-kali guna menyesuaikan bias cahaya dari retina mata sampai pandangannya menjadi jelas.

Namun, saat matanya melihat suasana kamar yang terlihat asing, kesadarannya langsung pulih seutuhnya dan terburu-buru bangkit berdiri.

"Astaga, aku di mana?" pekiknya sambil memutar pandangan mengamati keseluruhan kamar. Pandangannya tiba-tiba terhenti di depan cermin saat melihat pantulan dirinya di dalam sana.

"Oh my god!" matanya membelalak mengamati tubuhnya yang setengah bugil, hanya tersisa pakaian dalam tipis yang menutupi tubuh bagian bawah. Reflek kedua tangannya menarik kembali selimut dan membungkus keseluruhan tubuh dengan ekspresi terkejut luar biasa.

"A-Apa yang terjadi? Dimana pakaian ku?" tanyanya terheran-heran. Nafasnya memburu dengan kedua alis yang saling terpaut. Matanya menyapu ke sekeliling dan melihat pakaiannya berserakan di lantai.

"Si-Siapa? Siapa yang membuka pakaianku? Siapa yang membawaku ke mari?" matanya kembali menyapu keseluruhan kamar, tetapi tidak ada seorang pun selain dirinya. Pandangannya akhirnya terjatuh pada sebuah telepon yang berada di atas nakas.

Segera diraih telepon tersebut dan menghubungi sebuah nomer yang diingatnya di luar kepala.

"Kamu di mana?" Tanyanya tanpa berbasa-basi begitu sambungan itu terhubung.

"Aretha?" suara di ujung sana terdengar terkejut sesaat, detik kemudian memekik histeris. "Astaga, Retha! Kamu mau membunuhku, ya? Cepat katakan kamu di mana sekarang?"

Teriakan itu membuat Aretha menjauhkan gagang telepon beberapa centimeter dari telinga saking hebohnya wanita yang menjadi lawan bicaranya.

"Aku tak tahu, tapi sepertinya aku berada di kamar hotel. Pokoknya jemput aku sekarang juga."

"Hotel? Hotel apa? Di mana?" tanyanya menuntut penuh kekhawatiran.

"Mana aku tahu! Itu tugasmu mencari di mana lokasi ku berada sekarang. Pokoknya cepat ke sini tidak kurang dari tiga puluh menit. Jika tidak kamu ku pecat!" serunya penuh penekanan.

"Seriously? Kamu bener-bener mau membunuhku? Bagaimana caranya aku tahu kamu berada di mana? Setidaknya beri informasi lokasinya sekarang?"

"Kamu berani memerintahku?"

"Ya ampun, Retha!" terdengar wanita di telepon itu menghela napas kasar. "Bisa gila aku!" rutuknya.

"Dua menit sudah kamu lewatkan begitu saja!"

Wanita di ujung sana terdengar menarik napas panjang. "Ok, ok, sekarang coba periksa barang-barang di kamar itu, pasti ada nama hotel tertera di situ."

Dinikahi Dengan CEO Cantik Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang