3. Apakah semudah itu?

558 97 0
                                    

"Lalu, apa yang harus saya lakukan untuk mendapatkan semua itu?"

"Cukup menjadi istri saya. Istri yang penurut, Lily."

$$$

Lily terbangun dan merasa kalau kejadian semalam hanyalah sebuah mimpi yang hampir berakhir dengan indah. Sayangnya itu bukanlah mimpi, dan lagi, dia bukanlah Cinderella sungguhan, jadi keputusannya untuk menolak menikah dengan pria kaya adalah suatu hal yang sangat tepat, bukan?!

Karena dunia nyata tidak seindah cerita dongeng.

Kemudian, seperti yang dikatakannya pada pria itu, hari ini ia harus bersiap untuk kembali menjadi seorang pelayan. Mengantarkan hidangan mahal yang tak berani ia beli dengan uang gajinya sendiri. Tapi untungnya ia bekerja di restoran itu dan selalu ada makanan sisa yang masih layak dan terkadang bisa dibawa pulang. Kadang Lily hanya bisa meringis dan geleng-geleng kepala melihat kelakuan para orang kaya. Makanan sedikit saja tidak dihabiskan. Bahkan ada yang mungkin baru sempat mencicipi, kemudian pergi begitu saja setelah menerima telfon.

Ya begitulah hidup mereka. Waktu adalah sesuatu yang berharga, bahkan lebih berharga daripada makanan.

"Antarkan ke meja nomor lima."

Lily yang kebetulan mengantarkan pesanan tersebut. Ia membawanya dengan hati riang karena sebentar lagi ia bisa pulang. Senyum ramahnya menyambut sang pelanggan. Tidak sampai akhirnya Lily melihat wajah pelanggannya kali ini. Lily terkejut, tak menyangka kalau pria itu akan benar-benar datang ke restoran.

Apakah Pra tidak percaya bahwa dirinya ini benar-benar pelayan?

"Kapan kamu pulang?"

Pertanyaan tiba-tiba itu membuat Lily berhenti menggerakkan tangannya yang sedang menata piring makanan di atas meja.

"Sebentar lagi."

"Saya ingin bicara."

"Apa lagi?"

"Boleh mengobrol sekarang?"

Lily hampir lupa kalau ia kini sedang bekerja. Kemudian ia pun pergi meninggalkan meja itu sambil mengatakan, selamat menikmati, yang dibalas senyuman oleh Pra.

Dan sepanjang sisa ia bekerja, Lily merasa bahwa seseorang terus saja memperhatikannya.

***

Waktu kerjanya sudah selesai. Lily sudah berganti pakaian. Seragam pelayannya sudah berganti dengan celana jeans dan kaus hitam berbalut kardi rajut berwarna krim. Tak lupa dengan Sling bag yang kini ada di pangkuannya, berisi dompet, ponsel dan dua jenis pewarna bibir untuk diombre. Sedangkan rambutnya yang tadi tergelung dengan rapih, kini dibiarkan tergerai. Meski biasanya ia mengikatnya dengan asal. Namun entah kenapa untuk bertemu Pra, ia jadi ingin menggerai rambutnya. Bahkan bercermin beberapa kali sebelum akhirnya duduk di hadapan pria itu.

Pra memperhatikan tampilan wanita di hadapannya dengan saksama. Jika dibandingkan dengan apa yang dilihatnya semalam, dimana wanita ini berhias untuk datang ke acara pesta, sebenarnya paras natural wanita ini sekarang pun tak berbeda jauh. Ya, haruskah Pra katakan bahwa wanita bernama Lily ini memang memiliki paras yang cantik. Yang menjadi pembeda secara signifikan antara sekarang dengan semalam hanyalah lensa kontak berwarna abu yang kini tidak ia pakai dan Pra bisa melihat betapa cokelatnya sepasang manik dari mata almond itu.

"Jadi, Anda mau membicarakan apa lagi?"

"Jangan terlalu formal."

"Oke, jadi lo mau ngomong apa lagi?"

Perubahan cara bicara dan nada suara yang sangat berbeda itu membuat Pra tersenyum geli. Jujur saja, ia lebih suka mendengar nada suara ketika Lily berbicara dengan formal. Terdengar lebih lembut dan elegan.

"Setelah saya pikir lagi, sebaiknya kita bicara dengan formal saja," ucap Pra akhirnya. Membuat Lily menghela napas kasar.

"Yaudah sih ngomong aja mau apa!" kesalnya. Karena ia sungguh tak ada waktu untuk berbicara yang hanya akan berakhir omong kosong dengan pria ini. Maksudnya, apapun yang dikatakan Pra, tetap saja tidak akan membuatnya akan menikahi pria ini.

Sepertinya sekarang Lily yang terlalu percaya diri.

Pra pun mengubah posisi duduknya, yang semula bersandar pada kursi, kini menjadi lebih tegap. Kemudian kedua tangannya saling bertaut di atas meja itu. Tatapnya lurus ke arah Lily dan terlihat lebih serius.

"Sebelumnya, saya minta maaf sudah melibatkan kamu dalam masalah saya. Kamu benar, saya memang sangat putus asa untuk mencari seorang calon istri. Dan saya punya alasan. Lalu, karena saya sudah melibatkan kamu, maka saya akan memberitahukan alasannya. Itu karena jika saya tidak mengumumkan siapa calon istri saya kemarin malam, saya terancam akan dicoret dari daftar ahli waris."

Oke, fakta itu cukup mengejutkan Lily sekaligus membuatnya bingung. Bukankah katanya Pra adalah anak tunggal? Lalu, jika dicoret dari ahli waris, pada siapa semua harta itu akan diwariskan? Kemudian pertanyaannya terjawab ketika Pra terus melanjutkan ceritanya.

"Ayah saya akan mendonasikan seluruh harta dan perusahannya pada beberapa yayasan kalau saya tidak menikah tahun ini juga. Dan saya tidak mau itu terjadi. Sebenarnya, sebelum malam kemarin, saya memiliki kekasih. Saya sudah berpacaran dengannya kurang lebih selama setahun. Tapi satu hari sebelum pesta itu, saya mengetahui bahwa dia berselingkuh. Jadi, itulah kenapa saya jadi tidak punya pilihan lain selain nekat mencari wanita di pesta itu."

Kemudian, pria itu mengeluarkan sesuatu dari dalam saku jasnya. Secarik kertas persegi panjang yang kemudian ia letakkan di hadapan Lily.

"Apa ini?"

"Sebagai permintaan maaf dari saya," kata pria itu.

Lily mengambil kertas tersebut yang ternyata adalah sebuah cek. Matanya membulat sekita saat melihat begitu banyak angka nol di belakang angka satu yang tertera di sana.

"Se-seratus juta?"

Lily tak menyangka di tangannya kini ia memiliki uang sebanyak itu. Dan lagi, ia harus bekerja kurang lebih selama dua tahun untuk mengumpulkan uang sebanyak ini. Tapi sekarang, ia hanya duduk dan uang itu datang dengan sendirinya. Dunia memang sudah gila!

"Tapi..."

Mendengar kata tapi, membuat Lily sedikit kecewa dan mengangkat wajah untuk melihat ke arah Pra dan menantikan apa yang akan pria itu katakan selanjutnya.

"Ceritakan semua hal tentang kamu."

"Untuk apa?"

"Untuk melanjutkan apa yang saya mulai."

"Maksudnya?"

"Kamu bilang, alasan kamu tidak bisa menikah dengan saya adalah karena orang tua saya mungkin tidak akan setuju. Jadi, bukankah itu berarti kamu bisa menerima saya?"

"Lalu setelah itu apa? Kalau saya menerima kamu tapi orang tua kamu tidak setuju, apa yang akan terjadi? Bukannya kamu hanya akan membuang saya?"

Pra langsung menggeleng. "Kalau kamu menerima saya, maka saya akan mempertahankan kamu. Dan lihat saja, orang tua saya pasti akan setuju."

"Saya tidak-"

"Jika kita menikah, saya akan menanggung seluruh hidup kamu. Kamu bisa membeli apapun yang kamu inginkan. Kamu bisa melanjutkan pendidikan setinggi-tingginya. Atau bisa pergi jalan-jalan ke luar negeri setiap minggu. Singkatnya, saya akan mengubah seluruh kehidupan kamu."

Sangat menggiurkan, bukan? Bahkan air liur Lily hampir menetes hanya dengan membayangkan kehidupan sempurna itu. Tapi, bukankah setiap hal di dunia ini tidak ada yang gratis? Jika ia mendapatkan sesuatu, maka ia juga harus memberikan sesuatu.

"Lalu, apa yang harus saya lakukan untuk mendapatkan semua itu?"

Pra langsung tersenyum dengan sebelah bibirnya. Seakan ia baru saja melihat kailnya bergerak karena umpannya dimakan oleh ikan.

"Cukup menjadi istri saya. Istri yang penurut, Lily."

Lily kemudian bertanya-tanya, apakah memang hanya semudah itu?









=========
Jum'at, 21 Juni 2024

Suddenly Became Cinderella Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang