8. Better Late Than Never

1.6K 237 14
                                    

〔༻ 🌠 ༺〕

"Ngapain sih di situ?"

"Lagi lihatin kamu."

Bola mata Arel berotasi namun tak sedetik pun ia melirik Nila yang sejak tadi terduduk di sofa ruang kerjanya. "Gak usah aku-kamuan Ajie udah pulang."

Nila cuma tersenyum tipis. Arah pandangnya masih tertuju pada Arel. Pria berbalut piyama itu tengah fokus pada layar laptop sambil sesekali jemarinya sibuk menekan keyboard. Kacamata minus tipis bertengger di hidungnya. Rambut hitamnya sedikit acak-acakan efek baru bangun tidur belum sempat mandi sudah sibuk dengan urusan pekerjaan. Tapi bagaimana bisa pria itu justru terlihat berkali-kali lipat lebih tampan dan menarik dari biasanya? Hal ini pula yang menjadi penyebab kenapa Nila jadi berdiam diri di ruang kerja Arel padahal tadinya hanya ingin mengantarkan kopi.

"Weekend gini masih ada urusan kerjaan?" tanya Nila. Kepalanya bertumpu pada kedua tangan yang dilipat di atas lengan sofa.

"Cuma nge-check laporan kinerja."

Begitu Arel mematikan laptop-nya, Nila lekas terduduk tegak dengan raut wajah cerah. "Udah selesai?"

Arel berdeham, mengiyakan, kemudian menyeruput secangkir kopinya sampai habis.

"Ke supermarket yuk! Temenin gue belanja bulanan."

"Gak bisa, gue sibuk."

Arel bangun dari kursi kerjanya, berniat segera keluar ruangan namun dihadang Nila. "Katanya udah selesai?"

"Ada urusan lain, bukan urusan kerjaan." Arel lanjut berjalan, mengambil langkah berbelok karena Nila menghalangi jalannya.

"Mau ketemu Shenna?"

Satu pertanyaan yang baru saja lolos dari mulut Nila menghentikan pergerakan Arel.

Nila berbalik badan, menatap punggung Arel dengan raut wajah yang meredup. "Dia pacar lo?"

Pertanyaan kedua Nila membuat Arel sontak menghadap ke wanita itu. "Udah gue bilang, kan? Lo nggak perlu tau," jawabnya tak kalah dingin dengan nada suara Nila.

"Kalau dia emang pacar lo gapapa kok, lo gak usah rahasiain itu dari gue."

Arel menghela napas kasar. "Lo bisa nggak, gak usah bahas Shenna lagi?!"

"Gak bisa sebelum lo kasih tau siapa dia," balas Nila, mengadu tatapnya pada tatapan tajam Arel.

"Oke, gue akan kasih tau!!" cetus Arel geram. "Tapi nggak sekarang!"

Arel melengos pergi dengan langkah cepat, meninggalkan Nila yang lagi-lagi tidak mendapatkan jawaban yang jelas.

Sejak pertama bertemu, Arel memang tidak pernah mengatakan perihal dia yang memiliki pacar atau tidak. Awalnya Nila kira pria itu sungguhan tidak sedang memiliki hubungan dengan wanita lain. Akan tetapi, melihat bagaimana reaksi Arel saat mendapat telepon dari seseorang yang bernama Shenna itu entah mengapa Nila jadi yakin bahwa wanita itu mungkin saja memang kekasih atau mantan kekasih Arel. Nila tidak bodoh untuk bisa membaca gelagat Arel semalam. Yang membuat Nila ragu adalah kenapa Arel harus menutupinya? Kenapa dia tidak bilang saja yang sebenarnya kepada Nila?

"Apa lagi?" Pertanyaan yang dilontarkan Arel dengan malas itu ditujukan untuk Nila. Setengah jam telah berlalu, Arel sudah rapi dan siap untuk pergi keluar namun di pintu utama apartemen, Nila kembali menghadangnya.

"Di perempatan depan apartemen ada restoran sushi yang baru buka, nanti malam mau makan di sana nggak?" ajak Nila dengan senyum cerahnya. Melupakan sejenak perseteruan mereka setengah jam lalu.

520 | aedreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang