60

1.8K 71 0
                                    


"AARGGHHH!" Arik membanting semua barang yang ada di sampingnya.

Bukan hanya Arik saja, tapi juga Seiji, putra, Ilham dan juga Keyala terlihat sangat marah sekali.

"Gak mungkin dia pergi sendirian!" Ucap Seiji.

"YA LO PIKIR BEGO! MANA ADA ORANG SEKARAT BISA KABUR!" Arik menarik kerah baju Seiji.

Hari ini yang bertugas untuk menjaga Raden adalah Putra, tapi karena Putra mendapatkan kabar jika markasnya di bakar oleh geng motor yang baru kemarin mereka kenal hingga kebakaran hebat itu melukai dua orang anggotanya, luka bakarnya pun cukup serius jadi Putra tidak tinggal diam, dia pergi begitu saja dan mengabari Arik ketika di jalan.

Tapi sayang seribu sayang, ketika Arik sampai di kamar Raden dia sudah menghilang dari kamarnya, suster dan dokter pun tidak ada yang melihat Raden.

Mereka curiga jika Raden di culik lagi, tapi siapa yang menculik Raden lagi sedangkan pemilik sekolah itu telah tiada dan kematiannya pun sudah Arik bereskan sehingga tidak ada yang curiga jika pemilik sekolah itu di bunuh.
_________

"Hahaha anjing puas banget gue udah bakar tuh markas abal-abal," ucap Tara.

"Mereka itu pantas mendapatkan semuanya bos setelah ngelukain Calvin."

"Iya bos gimana keadaan Calvin sekarang? Udah gak papa kan?"

"Bokap nyokap gue dokter jadi Calvin aman."

"Syukur deh kalo gitu, nanti kita ke rumah Lo boleh gak?"

"Gak! Kalo kalian ke rumah gue yang ada kalian mengganggu si Calvin," Ucap Tara.

"Curigaan amat Lo bos sama kita."

"Gue udah tau dari muka-muka kalian semuanya!"
__________

Dengan lihainya tangan indah nan mulus itu memotong-motong sayuran yang sudah dia cuci, memasukannya ke dalam panci yang sudah berisi air.

Grepp

"Vin, Vin, bunda udah beberapa kali bilang sama kamu, kalo bunda lagi masak jangan sering peluk bunda gini dong sayang, entar kalo bunda kaget terus masakan nya tumpah kan bisa bahaya sayang," ucap Qila, tanpa meliriknya pun Qila sudah tau jika itu adalah anak ke duanya Calvin yang sering usil kepadanya.

"Udah sana kamu ke kamar lagi istirahat, bentar lagi ayah pulang kalo liat kamu di sini entar ayah marah nak."

Tangan yang masih melingkar di pinggang Qila itu belum melepaskan pelukannya, malah dia semakin erat memeluk pinggang Qila.

"Ya udah kalo kamu mau kaya gini, tapi jangan diem Mulu dong sayang," Qila mengusap kepala anaknya.

"Harus gimana bunda."

Deg

"Suara kamu kok jadi beda Vin? Pasti kamu makan gorengan lagi ya, kan bunda ud---"

"Bunda."

Qila melepaskan tangan yang melingkar di pinggangnya itu, memutar tubuhnya menghadap ke orang yang tadi memeluknya. Betapa terkejutnya Qila ketika melihat orang yang tadi memeluknya bukanlah Calvin tapi orang lain.

"Bunda, apa kabar?"

"Bunda kok diem? Bunda masih benci sama Raden?"

"Maaf bunda, maaf," Raden mundur ke belakang dua langkah. Mungkin ke datangannya Raden ke rumah ini salah. Dengan mata yang terus mengeluarkan air mata Raden menundukkan kepalanya, menggenggam erat ujung bajunya yang dia kenakan.

"Ka---kam--"

"Iya bunda ini aku, Raden, aku udah tumbuh besar Bunda--" Raden menggantungkan ucapannya rasanya bibir itu sudah tidak ada lagi di tempatnya, Raden sudah tidak mempu lagi untuk bicara di hadapan Qila, wanita yang telah mengijinkannya hidup di dunia, wanita yang telah berjuang untuk mempertahankan Raden. Meskipun begitu banyak rintangan yang telah Qila lalui.

"Bund---"

"BUNDA!!"

Dari lantai atas terlihat Calvin yang berdiri dengan tatapan marah melihat Qila dan orang yang kini berdiri di hadapan Qila.

Calvin berlari dari lantai dua ke arah bundanya. Calvin mendorong tubuh Raden ke belakang sehingga Raden terjungkal.

"NGAPAIN LO DI SINI HAH?!"

"BELUM PUAS GUE SIKSA LO DI LUARAN SANA SAMPAI-SAMPAI LO MENYERAHKAN DIRI LO KE SINI?!"

Raden bangkit, dia berdiri dan mendekat ke arah mereka berdua dengan tatapan sayu.

"Gue ke sini bukan mau ke temu sama Lo, tapi GUE MAU KETEMU BUNDA!" Raden berjalan ke arah Qila namun Calvin kembali mendorong Raden sehingga Raden terlentang dengan tangan yang memegang dadanya dia meringis kesakitan.

Qila yang panik mencoba untuk menolong Raden, namun Calvin menahan tubuh Qila dia melarang Qila untuk menolong Raden.

"Bunda gak usah deket-deket sama dia, dia itu pembawa sial bunda."

"Dia tetap anak bunda Calvin, dia Adek kamu!" Ucap Qila dengan nada yang penuh penekanan.

"Aku gak pernah punya Adek! Dan selamanya aku gak mau punya Adek!"

Raden berusaha bangkit lagi meskipun dia terus merasakan sakit di bagian dada kirinya.

"GAK USAH LO BENTAK BUNDA GUE!" Raden menarik tangan Calvin untuk menjauh dari Qila.

"Bunda ? BUNDA LO BILANG HAH?! HEH LO ITU ANAK YANG GAK DI INGINKAN KEHADIRANNYA SEHARUSNYA LO SADAR BANGSAT!"

Raden terdiam kembali, perkataan Calvin itu membuat kembali hatinya terluka.

Plakk

"Sadar anjing!"

Plakk

"Lo itu anak sialan!"

Bughh

"LO GAK BERHAK HIDUP!"

"Bahkan LO GAK PANTAS MENGINJAKAN KAKI LO DI SINI!"

Calvin memukuli Raden membabi buta, sedangkan Raden hanya diam dan pasrah saja ketika Calvin terus memukul tubuhnya.

"MATI LO BANGSAT!"

Nafas Raden sudah terputus putus, sesak di dadanya semakin bertambah ketika Calvin berhasil memukul dadanya dengan kekuatan penuh. Mata yang sayu itu menatap ke arah Qila dan tersenyum sangat indah, namun di balik senyuman indah itu terdapat banyak luka yang belum sembuh, luka yang dulu pernah Raden sembuhkan sendiri kini kembali lagi.

"Bunda," panggilan lirih itu membuat hati Qila memanas, dia masih mematung di tempatnya.

"Keluar Lo dari rumah gue!" Calvin menunjuk ke arah pintu keluar, lalu di balas gelengan oleh Raden.

"KELUAR SEKARANG JUGA ATAU GUE BUNUH LO DI SINI!"

"Tanpa Lo bunuh pun sebentar lagi gue bakalan mati," ucap Raden.

"BAGUS! BAGUS KALO LO UDAH MAU MATI! BIAR KITA BEBAS DARI KESIALAN GARA-GARA KE HADIRAN ANAK BANGSAT KAYA LO!"

"CALVIN!"

"Bunda bentak Calvin?" Calvin menatap ke arah Qila.

"Stop kamu ngomong seperti itu!"

"Kenapa? Emang bener kan dia itu cuma jadi hama di keluarga kita!"

Raden menarik tangan Calvin untuk menjauh dari Qila, dia duduk di hadapan Qila.

"Jadi gini kelakuan Lo sama bunda?"

"GAK USAH IKUT CAMPUR!"

"Gue ikut campur karena beliau adalah Bunda gue! Seperti yang Lo bilang gue emang anak sialan, manusia bangsat yang gak tau malunya hadir di keluarga kalian, gue emang hama di keluarga kalian, tapi setidaknya gue masih tau sopan santun meskipun gue gak di ajarin sama orang tua gue sendiri!"

"Lo yang Deket sama bunda, satu atap sama bunda, di kasih perhatian penuh sama bunda kelakuan Lo masih kaya gini, Lo gak mikirin gimana gue hidup sendirian di luaran sana tanpa keluarga! Gue pernah hampir mati di keroyok sama warga karena gue ngambil satu roti! Dan ini balasan Lo sama Bunda?!" Dengan mata yang terus bergelimpangan air mata Raden memberanikan diri untuk bicara seperti itu di hadapan keluarganya.












____________________________________

RADEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang