CHAPTER 3 | Artinya Perpisahan
Seperti biasa, selalu begini. Sudah biasa, ini tidak asing.
Berdiam diri berdiri memandang pemukiman rumah yang kini kosong. Sesungguhnya tidak sepenuhnya kosong, walaupun ada penghuninya, tapi teteap saja bagi Daniel pemukiman rumah itu kosong. Sebab, semua yang menurutnya istimewa di dalam rumah itu sudah hilang. Seorang itu pergi, menorehkan sebuah kepingan cerita yang belum terselesaikan.
Untuk saat ini bukan tangis yang ia butuhkan, bagaimana 'pun dia harus belajar bahwa semua masalah tidak akan selesai jika dirasakan, apapun yang terjadi jalani hal itu, maka kecerahan akan datang dengan sendirinya.
Seputung rokok ia keluarkan dari saku celana pendek selutut yang ia kenakan malam ini. Ia gesekkan bersama dengan sepercik api, setelah itu berhembuslah kepulan asap. Sejujurnya kalau saja dia tidak memikirkan kehidupannya kedepan, mungkin sekarang ia akan lari menuju bar, dan mengikuti kegiatan malam di sana. Sayangnya ia tahu resiko apa yang akan terjadi jika menuju tempat tersebut.
Matanya terus menatap bangunan yang sederhana, cukup luas, minimalis, dan terkesan nyaman. Ia ingin mengetuk, menginjakkan kaki disana, sayangnya keberaniannya sebagai seorang pria bukanlah sejantan dulu. Dia tahu, selamanya dia tidak akan diterima oleh keluarga yang menempati bangunan itu. Walaupun sekarang keluarga itu adalah keluarganya. Ia tahu semua bermula dari dirinya yang bodoh.
Bodoh karena segelas alcohol sialan itu, desisnya panjang dan mampu membuatnya meringis perih.
sepanjang waktu hingga tahun sekarang, ini adalah waktu yang terpanjang mereka saling diam tanpa kata. Bukan bermusuhan, lebih tepatnya menyesali keadaan yang terjadi. Tiga bulan lebih setelah kejadian tak sadarkan diri itu terjadi, kini mereka mulai harus saling memahami keadaan.
Tidak saling berkata, tidak ada yang ingin memulai, itu kisah mereka sekarang. Hancur tak akan tertata kembali.
Tatapan mata Daniel masih seperti biasa, teduh namun memuakan bagi Rara. Tidak ada yang mampu mendeskripsikan masa-masa transisi mereka sekarang.
Keadaan ini sama seperti dirimu adalah seorang pilot, dan dalam kehidupan pekerjaanmu, kamu tidak boleh egois. Ketika kamu ingin menyelamatkan dirimu untuk seorang yang menantimu berpuluh-puluh jam, kamu akan kehilangan puluhan penumpang bersama puluhan-puluhan hati yang pilu, namun ketika kamu ingin menyelamatkan seluruh penumpang, kamu akan kehilangan masa depan, juga kepercayaan yang sudah tersusun. Itu masa transisi yang terjadi seperti gemba di lautan.
Masih bersama dengan kepulan asap dari segelas coffe manis yang mengharumkan, mereka sedang berpikir.
"Apa sekeji ini takdir kita?" itu suara Rara, dia yang memulai lebih dahulu setelah kehilangan banyak waktu.
Lalu semua bungkam kembali. Tidak ada yang ingin menjawab, kecuali bisikan-bisikan hati mereka yang saling bersahutan.
Dengan gerakan cepat, Rara melepaskan cincin marun yang berada di jari manisnya lalu ia berikan dihadapan Daniel dengan senyuman menyerupai tangisan.
"Terimakasih atas beberapa tahun ini, Dan. Kamu itu yang pertama, dan semoga yang terakhir membuatku seperti ini." Daniel seketika menatap Rara dengan tegang. "Kamu hanya perlu belajar bahagia dengan keadaan berbeda, dan aku hanya perlu berdamai dengan keadaan."
Yang Daniel tahu setelah ucapan Rara tersebut, hatinya terasa kosong, jiwanya terasa rapuh, dan yang utama adalah Rara terlihat hancur. Dia tahu ini salahnya, dia tahu ini bukan kebahagiaan mereka, dan mereka saling memahami bahwa ini bukan sebuah keputusan yang terbaik—bukan yang terbaik bagi perasaan mereka masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Thousand Pieces Of Love
RomansaAku hanya butuh satu jawaban atas satu pertanyaan: "Bagaimana cara merelakan tanpa harus melepaskan?" * * * Sekarang aku harus melepaskan dia untuk seorang yang sudah selalu menemaniku sejak dalam Rahim ibu kami. Bahkan sekarang aku harus rela memba...