"Aren't you suppose to be here?"
Suara serak yang kini merusak jam tenangnya mau tidak mau harus Briana ladeni untuk ke sekian kalinya.
Persetan dengan kejadian 2 bulan lalu, dimana sial telah menimpanya dan menjadikan dirinya sebagai pesuruh seorang Haidan. Lelaki arogan, tengil, galak, dan juga semena-mena yang memerintahinya untuk memasak dua bulan terakhir ini.
Briana tidak sengaja mengacaukan pekerjaan tugas akhir Haidan. Daripada memaki-makinya dengan suara tinggi, lelaki itu tersenyum miring saat melihat bahwa orang yang mengacaukan tugasnya itu seorang siswi dari jurusan Tata Boga. Dua pilihan yang diberikan menjadikannya malapetaka terjebak di keadaan yang berhenti saat hari ke 90, lelaki bernama Haidan itu hanya memintanya memasak selama tiga bulan lamanya.
"Ganti bikin maket plus gue lapor kepala penugasan atau masakin gue makanan tiga bulan penuh?"
Hasilnya beberapa hari terakhir Briana sangat sering mampir atau bahkan bermalam di apartment milik Haidan.
Apakah semuanya berjalan lancar? Tidak. Lelaki semena-mena Haidan tidak pernah kehabisan akal untuk membuat Briana merutukinya hari per hari. Terkadang Haidan memanggilnya secara paksa (seperti sekarang) di luar jam-jam makan rutinnya, dan terkadang pula saat sudah waktunya jam makan, lelaki itu malah mengusir Briana. Entah karena lelaki itu sedang sibuk mengerjakan tugas atau di dalam kondominiumnya disinggahi perempuan.
Malam ini, jam menunjukkan 00:17 sambungan telepon Haidan masuk. Padahal saat jam makan malam tadi, Haidan mengusir Briana untuk tidak datang ke apartmentnya dengan alasan lelaki itu ingin makan malam di luar yang Briana tebak bersama salah satu perempuannya.
"Can't. Ini udah lewat jam makan malam, dan gue gak nerima requestan masak dari lo kalo udah jam segini, ini kelewatan."
Haidan pernah memperlakukannya seperti ini paling terakhir jam 9 malam. Itu pula Briana datang karena ternyata malam itu Haidan sakit, dan terkapar di kamarnya begitu saja sebelum meneleponnya.
"Aren't you suppose to be here, Bri?"
Kalimat itu kembali dilontarkan dengan nada dingin, oleh pemuda bernama Haidan yang kini bertelanjang dada tengah duduk di sofa saat Briana memasuki apartmentnya.
Perempuan itu tak sekalipun terkecoh untuk sekedar bertanya pada rupa kacau Haidan, yang wajahnya terdapat banyak luka baret sekalipun tertutup buku Neufert Architects Data yang senantiasa setia di tangannya untuk dibaca.
Briana lebih memilih untuk langsung fokus menarikan jari-jemari tangannya erat memegang pisau dan mengeksekusi bahan makanan. Jikalau bisa Briana deskripsikan, keadaan perut Haidan sekarang ini kosong, hanya diisi cairan alkohol yang entah mengapa semerbak baunya hingga menyeruak ke satu ruangan.
Entah lelaki yang sekarang masih bersandar dengan celana jeans robek dengan sedikit memperlihatkan nama brand boxer di pinggangnya itu setengah mabuk atau bahkan mabuk total untuk memanggilnya dini hari.
"Cumi?" Kulkas Haidan sangat lengkap, dan diusahakan untuk selaku lengkap tiap saat. Membuat Briana harus mampu memutar otak untuk menghidangkan sesuatu pada lelaki itu.
"Selain itu?"
"Gak ada."
"Bukannya masih ada udang?"
Berarti lelaki itu ingin memakan udang, asumsi Briana.
Haidan kembali membolak-balikkan kertas, diiringi suara osengan Briana. Selesai hidangan itu dimasak, Briana menyalakan air vacuum agar udaranya bersih dari asap masakan. Saat itu juga Haidan berjalan pelan tertatih menghampirinya untuk duduk di kursi meja makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twennie Dreamies (Remake)
Fanfiction[18+] Just an imagine wet dreams about those members