Kelas Al dan Alan saat ini sedang olahraga basket. Mereka berdua bermandikan matahari, dengan cahaya yang semakin terik. Baju mereka penuh dengan keringat. setelah selesai bermain di lapangan, mereka kembali ke ruang ganti. Al membuka bajunya di depan Alan, sang empunya menjerit histeris.
"Wah, roti sobek!" ucapnya riang.
Melihat Alan yang meneteskan air liurnya membuat Al merinding.
"Eits. Gak boleh liat ataupun pegang. Ini semua punya Ayang gue. Mending lo peluk Dimas ajah tuh, dia juga punya roti sobek!" balas Al dengan sinis. Kemudian ia mengenakan baju.
Alan mendengus. "Ogah mending peluk Riza ajah, udah lucu, manis lagi." Ia bersenandung sambil membayangkan kemesraan mereka.
"Alan!" panggil Al. Tanpa aba-aba Al mendekati Alan dengan ekspresi serius yang tercetak jelas di wajahnya. Alan mundur beberapa langkah.
"Lo kalau mau khilaf, jangan sama gue dong," Alan bergidik, ia melindungi tubuhnya dari tatapan tajam Al.
Al memaki, "Najis tralala. Gue gak napsu kali sama lo. Kerempeng gitu."
Alan memberinya jari tengah. "Sialan! Gini-gini gue jago ya kalau main KUDA-KUDAAN!"
Al mencemooh lewat matanya. "Oh iya. Lo sama Dimas apa kabar? Btw dah lo takhlukin tuh orang belum? Trus gimana kelanjutan hubungan kalian?"
"Banyak kali tanyanya. Pusing dengernya. Gak taulah. gue udah nolak dia. tapi dia-nya aja masih deketin gue mana sekarang lebih berani lagi. Yang ada kesel tiap hari."
Al menatap Alan, dan berkata sok tahu, "Itu artinya dia mulai serius sama lo. udah tampan, kaya, mapan. Apa yang kurang coba? Heran gue sama lo. Dikasih yang lengkap malah nyari yang kekurangan gizi. Yang paling penting kan orangnya setia dan bertanggung jawab sama lo."
Alan menjawab, "Kurang rasa."
"Elah, tinggal kasih bumbu cinta dan kasih sayang, serta perhatian juga. Gue rasa dia udah suka sama lo dari awal."
Alan mengelak, "Yang gue rasain beda, Al. Gue ngerasa dia cuman nggangep gue mainan, gak lebih dari itu. Obsesi-nya ke gue lebih parah."
"Masa sih. Kok gue liatnya beda ya. cara dia lihat lo, kek gue lihat Rey . penuh dengan kasih sayang, dan ketulusan. Menurut gue itu udah membuktikan kalau dia beneran cinta sama lo."
"Tau dah, biarkan waktu yang menjawab. Perasaan percintaan gue rumit amat. Di saat gue beneran serius sama seseorang eh malah di-ghosting. Gue gak mau itu terulang lagi."
Al ikut prihatin, ia menepuk pundak Alan. "Ikutin apa kata hati lo aja deh. Gue gak bisa maksa lo, tapi gue tetap berharap lo sama Dimas. dia bisa jaga lo dan mencintai lo apa adanya dan gue rasa cintanya takkan pudar meskipun lo tolak berulang kali."
Alan menepis tangan Al. "Sama aja bohong, nasehat lo gak guna sumpah. Bukannya ngasih solusi ini malah dorong gue api. Emang teman kampret! Dahlah, gue tetap milih Riza jadi pelabuhan terakhir gue." Alan berlalu pergi, dengan ria menghampiri pacarnya di kelas.
Kepergian Alan membuat ruang ganti menjadi sunyi, Al menghela napas, ia melirik Dimas di balik pintu. Sejak awal dirinya sudah berada di ruangan itu sebelum Al dan Alan berganti pakaian.
"Lo udah denger semuanya kan? Kayaknya perjuangan lo dapatin Alan tak mudah. Tetap semangat, dan good luck bro!" Al berbalik dan menepuk pundak Dimas dan memberinya dukungan.
Di ruang ganti hanya ada Dimas, di balik bayangan, mata hitamnya memancarkan aura jahat. Pikirannya penuh dengan Alan dan Alan.
"Kalau gue gak bisa dapatin lo, berarti dia juga gak bisa! Siapapun yang mencuri lo dari gue, dia harus pergi."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cute Boyfriend
Roman pour Adolescents[TAHAP REVISI] Sebuah kisah tentang anak remaja yang terjerat dalam asmaraloka yang berakhir dengan kenyamanan. Dipertemukan dalam sebuah permainan sepihak antar teman, dan dipaksa menjalin hubungan. Lambat laun, rasa di antara mereka akhirnya menya...