Bab 1. Dunia Peri

2 0 0
                                    

  Bradley berusaha membuka pintu besi berbentuk persegi di langit-langit bangunan, mereka sadar sedang berada dipersembunyian ruangan bawah tanah khusus agar terhindar dari serangan peri-peri yang melemparkan sihirnya ke permukaan bumi. Tanah tempat mereka berpijak kembali bergetar terlihat celah dari langit bangunan kayu, Bradley melihat peri itu melintas sangat banyak sekali tandanya diiringi oleh suara peringatan kencang yang nyaring dari pusat kota.

Dia terkagum-kagum akan tubuh peri tersebut dan masih berharap untuk bisa melihatnya lebih dekat lagi, kakinya mencoba terus menaiki tangga, tangannya menjulur ke arah celah lubang bangunan seolah dia merasa bisa meraihnya kapan saja. Akan tetapi, dia dikagetkan oleh adiknya dari bawah seraya menggoyangkan tangga dengan kencang berharap Bradley segera terjatuh. "Bodoh! Apa yang kamu lakukan cepat turun dan berlindung di bawah meja," ucap adiknya sangat kuat, dia ingin berteriak tetapi kondisi yang tidak memperbolehkan jadi suaranya tertahan menghasilkan lengkingan yang membuat siapapun mendengarnya ngilu.

Mereka berdua segera lari berlindung di bawah meja besi, saling berpelukan satu sama lain. Bradley melihat adiknya sangat kecil, ketakutan dan gemetar hebat di seluruh tubuh terutama bagian kakinya yang menolak menuruti perintahnya sendiri. Hembusan nafas yang terengah-engah merayap pada lengan Bradley menggelitikkinya. Detak jantung adiknya yang tidak biasa terasa diantara payudara yang belum dewasa, dia merangkul kerah Bradley mempertahankan diri untuk tetap hidup. Setiap dentuman yang dihasilkan oleh peri, adiknya hanya bisa mengeluh sedih pikirnya mungkin bahwa hari ini adalah hari terakhir.

"Mereka semua hebat, bisa menghasilkan ledakkan seperti itu!" Bradley mengatakannya dengan sumringah.

"Idiot! Apa yang kau katakan? Kau ingin mati? Bagaimana jika bom itu jatuh tepat dihadapan kita?!" Wajahnya depresi akan tingkah kakaknya, tetapi dia mencoba mencerna dengan baik begitu dia memahami barulah ketakutan itu perlahan mulai memudar. Pikirnya bahwa kakaknya hanya mencoba untuk menghibur.

"Maaf, Clara," katanya cemas. Kenyataan bahwa Bradley menyukai peri-peri itu tidak pernah disangkalnya meskipun mereka adalah alat tempur sekaligus mesin pembunuh sedikitpun dalam benak Bradley tidak pernah membencinya sama sekali. Ada hasrat yang membuatnya begitu menggugah yaitu sejak pertama kalinya dia mengunjungi dunia peri melihat tubuh mereka besar yang mampu mengangkut berton-ton perlengkapan, pemandangan itu tidak pernah terlupakan.

Dentuman-dentuman sedikit demi sedikit mulai terdengar menjahui mereka, tidak lama puluhan langkah kaki diantara tanah yang basah menghasilkan irama aneh yang menenangkan. Hampir setiap hari itu terjadi dan sudah lupa suasana yang mengikat. Sebelumnya, Clara, setiap kali mendengar langkah kaki tersebut saat itu juga dia mengencingi dirinya sendiri tubuhnya sampai menggigil kemudian terserang demam. Sekarang tanpa mengkhawatirkan apapun mereka berdua tertidur dalam dekapan.

Malam hari yang membuat Bradley terbangun pada saat-saat tertentu, cuaca kali ini cukup dingin, ruangan bawah tanah ini juga tidak akan bertahan lebih lama lagi. Dia melihat kotak dus yang masih utuh di sudut ruangan tersisa tinggal satu lagi, itu adalah stok makanan bulan ini yang artinya hari terakhir memang sudah ada di depan mata. Mengingat perkataan Clara membuatnya sadar, Bradley mengendap-endap mencoba menaiki tangga dan kembali meraih pintu besi persegi di langit-langit bangunan. Awalnya pintu itu sulit dibuka karena ada batu yang menimbun pintu tersebut dari atas, ototnya cukup kuat untuk mendorong karena selama bertahan dia suka sekali tampil sok kuat di hadapan adiknya seperti melakukan push up atau sit up. Dia mengerahkan seluruh kekuatannya pada kedua tangan dan mengabaikan tenaga pada tumpuan kaki, keseimbangannya tidak stabil tetapi dengan begitu berhasil membuka pintu tersebut.

Celingak-celinguk melihat keadaan sekitarnya tidak karuan, Bradley memutuskan untuk naik dengan hati-hati. Rumahnya telah hancur lebur rata dengan tanah adapun beberapa tembok yang kokoh masih berdiri, di dinding tersebut masih terpajang poto keluarga seakan tembok itu dilindungi dengan sengaja menampilkan sisa-sisa ingatan masa lalu. Bradley keluar dari rumah sejauh mata memandang bangunan kantor yang menjulang tinggi menghalangi cakrawala lenyap begitu saja, karnaval dan bianglala favorit Clara entah bagaimana bisa ada di sungai berhamburan.

"Hebat! Tidak kusangka kekuatan peri bisa meruntuhkan segalanya," kata Bradley wajahnya memerah. Dia berbaring di sofa panjang yang penuh dengan kerikil dan debu melihat langit-langit. "Rasanya cukup aneh bisa melihat bintang dan bulan di dalam rumah seperti ini." Satu hal yang pasti bahwa dirinya berpikir pemandangan langit ini cukup berbeda dari sebelum hancurnya semua bangunan. Bradley bersyukur ada kemungkinan para peri yang melakukannya dia berharap bisa mengucapkan terima kasihnya langsung.

Tubuhnya yang terbiasa kedinginan- biasanya dia menyelimuti adiknya dengan tubuhnya sendiri, rasa kasih sayang yang begitu besar hingga tak mampu lagi dia harus melakukan apa untuk memenuhi harapan kecilnya- Bradley mulai terlelap, ada kemungkinan bintang dan bulan itu telah diberi sihir agar membuatnya tertidur. Seraya dia masih bertarung dengan kesadarannya dari balik bayangan muncul penampakan seseorang dewasa dengan membawa cahaya lentera di tangannya. "Pasukan biskuit," kata Bradley, "peri itu pasti membuat pasukan dari biskuit untuk menyerang kota ini!" Penampakan itu terus mendekatinya dan lebih dekat lagi dengan Bradley, kemudian dia mulai mengucapkan kata-kata aneh sambil berbisik sehingga nafasnya menyentuh pipi. Bradley tidak tahan lagi, dia menutupi telingannya dengan kedua tangan akan tetapi kesadarannya tidak kunjung bangkit. Saat penampakan itu menjulurkan tangan, tiba-tiba saja seorang lain muncul menyelamatkannya, pasukan biskuit yang dikatakan Bradley telah hancur dia mengeluarkan isian stroberi dari perutnya. "Peri ... apakah ... kamu peri yang baik?" Setelah berkata seperti itu Bradley terbaring lesu.

"Kakak? Kakak! Kau sakit demam, panas sekali." Sosok peri itu terlihat mirip adiknya, Clara, dalam pandangan terakhir sebelum pingsan. Boleh jadi, Clara adalah manusia yang diutus oleh peri untuk menyelamatkan bumi ini. Setidaknya itu adalah bayangan dari harapan yang paling cerah bagi Bradley untuk bisa melindungi perinya sendiri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 17, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tempat Dimana Harapan TerkabulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang