Jam 5 pagi, Xici keluar dari kamarnya dan langsung menuju dapur. Ia mengambil air minum karena merasa haus. Tak lama, ia duduk di sofa dan membuka handphone-nya. Ia tak bisa tidur semalaman karena cemas menunggu kabar dari kakak-kakaknya.
"Udah bangun aja jam segini, Sayang," ucap sang Bunda yang baru terbangun dan menyusul ke ruang tengah.
"Iya Bunda, Xici haus jadi kebangun mau ambil minum."
"Ayah belum pulang, ya?" gumam sang Bunda menatap lesu pada jam dinding yang terus berdetak. Xici diam menatap sang Bunda.
Raut kecemasan masih tetap ada di wajah sang Bunda dan sepertinya bunda juga tidak bisa tidur semalaman.
"Kerjaannya banyak mungkin, sampe dibantu Ayah aja belom kelar," balas Xici berusaha menenangkan sang bunda.
"Ya, Bunda paham, kok. Xici nggak langsung mandi? Nanti kalau Ayah datang biar langsung diantar ke sekolah sama Ayah," ucap sang Bunda mengalihkan pembicaraan.
Xici mengangguk pelan. "Iya Bunda, sebentar lagi ya. Xici mau abisin airnya dulu."
"Iya, Bunda ke dapur dulu ya, Sayang."
"Siap Bunda, bikinin omelet ya Bunda, Xici pengen," balas Xici sambil tersenyum cerah. Sang bunda mengangguk gemas melihat anak gadisnya lalu pergi ke dapur.
Xici menghela napas sesaat sambil menghidupkan televisi di depannya. Setelah itu ia kembali fokus ke handphone dan menggulirkan layar sambil mengirimkan beberapa pesan pada sang Ayah dan kakak-kakaknya.
Tetapi tak ada satu pun yang masuk, kecuali pada Alza yang sudah bercentang dua (masuk) tapi tak kunjung dibaca. Xici menunggu lama berharap kakaknya ini cepat online dan memberikan kabar lebih lanjut.
Tetapi saat Xici sedang fokus menatap handphone. Telinganya tak sengaja mendengar berita di televisi. Sontak perhatiannya teralihkan pada berita itu. Ia menatap tak percaya pada kalimat yang tertulis dan apa yang seorang reporter itu katakan.
"Kak... Alva?"
---
Di sisi lain, Nao terbangun karena suara dering telepon yang mengagetkannya. Ia tertidur karena terlalu fokus dan juga kelelahan memandangi laptop semalaman tanpa henti.
Setelah mengambil handphone-nya, Nao menerima telepon itu tanpa melihat siapa yang menelpon. Sambil menguap kecil dan mengusap matanya, Nao mendekatkan handphone itu ke telinga.
"Mhh... Iya halo?"
"Nao... Bisa minta tolong?"
Tanya sebuah sebuah suara yang ia kenali. "Oh Alza, ada apa? Bilang aja."
"Bisa tolong kendalikan berita terbaru pagi ini?"
"Berita? Oh gampang, nanti aku cek dulu, ya. Oh iya, Ann sama Reo gimana? Udah ketemu Alva?" tanya Nao sambil menekan laptopnya, tapi ternyata laptop itu mati karena kehabisan baterai.
Buru-buru Nao mengambil charger, tak lama ia mencoba menghidupkan laptopnya lagi. Setelah aktif ia kembali mendengarkan telepon itu, dan ia langsung sadar Alza belum bersuara sejak tadi.
"Alza? Kamu masih di sana? Alza?"
Nao diam mendengarkan telepon itu tapi hanya ada keheningan. Ia memeriksa sambungan teleponnya tapi semuanya tetap normal.
"Alza? Ada apa?"
Telepon itu terputus. Nao yang melihat itu tentu kebingungan. "Apa jaringan di sana seburuk itu?" gumamnya kesal sambil mencoba menelepon Alza lagi, tapi tak ada yang terjawab, bahkan masuk pun tidak.

KAMU SEDANG MEMBACA
I'm not Enigma [TERBIT]
RomanceAnn, seorang pembunuh bayaran yang beralih profesi menjadi barista, tetapi diam diam ia bekerja lagi dengan seorang Enigma berbahaya bernama Alva Edison, kerjasama yang dibangun secara sepihak ini membuatnya harus memutar otak untuk menolak setiap m...