Bunyi alarm yang menggema sukses menarik nyawa Esta kembali ke tubuhnya. Lambat-lambat dia membuka mata. Seketika dia mengerang kuat saat cahaya matahari yang menyilaukan membuat matanya sakit dan efek mabuk semalam menjadi kepalanya berat.
"Duh," keluh Esta.
Esta sudah berniat untuk kembali memejamkan mata. Namun, alarm yang terus berbunyi tanpa tahu malu itu menghapus seluruh rasa kantuknya.
Dengan kesal dia meraih ponsel di nakas. Esta mematikan alarm, lalu membuang sembarang ponsel di area tempat tidurnya. Untuk sesaat dia mengerjap sambil mengembalikan sedikit banyak nyawanya, barulah dia mencoba beranjak.
Masih sambil menguap, rambut acak-acakan, dan piama pendek satin warna pink-nya, Esta keluar kamar tidur. Senyumnya seketika tersungging saat menemukan sang suami sudah duduk di meja makan. Ada sepiring roti lapis yang sedang dia kunyah berikut teh beraroma mint kesukaannya.
"Pagi, Mas Jagat," sapa Esta dengan senyum lebar. Didudukinya kursi di seberang Jagat. Sebelum kemudian mengernyitkan kening saat tak menemukan sarapan untuknya. "Loh, kok aku nggak dibuatin sarapan juga? Biasanya kamu bikin dua porsi."
"Lupa."
Esta melongo. Jawaban Jagat memang selalu singkat, padat, dan jelas, tapi kali ini ditambah dengan wajah yang langsung melengos. Bahkan orang yang selalu memilih membaca buku mendadak menonton televisi yang menyiarkan acara gosip.
"Really? Why I am not believing it, Jagat?"
Jawaban Jagat hanya mengedikkan bahu. Sementara fokusnya tetap terpecah antara mengunyah dan gosip artis yang Esta tebak, pria itu bahkan tak mengenal siapa pun yang sedang dibicarakan di sana.
"Kamu kenapa sih, Jagat?" Esta mencoba kembali bertanya.
Namun, lagi-lagi tidak ada respons apa pun dari Jagat dan itu membuat Esta mulai jengkel.
Tiba-tiba saja ingatan semalam muncul di kepala Esta. Telepon Romy yang mengabarkan kedatangannya di Jakarta dan minta ditemani minum dikit di N-Line. Kemunculan Jagat dengan baju siap tidurnya yang tahu-tahu saja menggendong Esta seperti karung beras. Kemudian, berakhir di ranjang kamar. Suaminya itu siap tempur, tapi sayang sekali dia sedang datang bulan beberapa hari terakhir.
Sekarang Esta sadar apa yang membuat Jagat cemberut. Dan wanita itu langsung mendengkus keras karenanya. "Jadi kamu masih sebel karena semalam kita gagal have sex?"
Pertanyaan itu ternyata berhasil membuat Jagat menoleh. Ekspresinya kaku. Nada suaranya terdengar sangat kesal. "Menurut kamu?"
"Jagat, datang bulan itu kan bukan kemauan aku, tapi itu kemauan sistem reproduksiku. Kok kamu kesal sih?" Esta juga mulai menaikan nada suaranya.
"Bukan masalah datang bulan."
"Terus apa?" Esta memelotot. Tangannya refleks meraih remote TV dan mematikan benda itu. Bahkan dia juga meraih roti lapis di tangan Jagat. Dimakannya sedikit karena Esta cukup lama barulah menaruhnya di piring terdekat.
"Jagat, sejak awal aku bilang, aku nggak butuh cinta dalam pernikahan ini, tapi aku butuh kita sama-sama saling jujur dan punya good communication. Kalau kamu ada masalah sama aku tolong bilang. Jangan bikin kita main tebak-tebakan apalagi pagi ini kepalaku pusing gara-gara minum semalam."
"Fine." Jagat mengangguk. "Pertama, kenapa nggak izin kalau ke kelab? Kedua, aku nggak masalahin kamu datang bulan, tapi penolakan demi penolakan kamu ke aku, Semesta. I'm frustrated enough and I'm crazy over you. Kukira semalam aku bisa senang-senang sama kamu lagi, nyatanya aku harus temenan sama tangan di kamar mandi. That's a shitty feeling, Semesta."
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Wifey [COMPLETED]
RomanceEsta-Semesta, tidak menyangka hidupnya menggila sejak tanpa sengaja menggoda Ayah kandungnya di salah satu kelab malam di Bali. Tiba-tiba saja Esta terjebak di lift kantornya. Saingannya sesama desainer perhiasan mendapat penghargaan dari kantor. Ta...