ACDD 37# KHITBAH

21.2K 1.4K 257
                                    

ACDD 37# KHITBAH

"Saling mengirim pesan secara rahasia saja dia khawatir Allah murka. Bagaimana akan terang-terangan berbuat dosa? Seorang yang beriman, kalau bukan dengan keimanannya, dengan apa lagi dia bisa menangkal hawa nafsunya sendiri."

~Aisfa (Cinta dalam Doa)~

🕊️🕊️🕊

Gus Alfatih berusaha mengontrol detak jantungnya setiap tak sengaja matanya bersitatap dengan gadis yang akan dipinangnya malam ini. Saat ini ia sudah berada di kediaman Aisfa untuk melancarkan niat baiknya.

Pemuda itu mulai meraup udara dan memantapkan hatinya mengatakan niat baik kedatangannya. Entah kenapa dirinya tiba-tiba gugup begini. Tidak seperti ketika ia meminang Ning Izza dulu yang biasa-biasa saja.

"Saya Muhammad Alfatih Adnan Zayn ingin mengutarakan maksud baik saya datang ke sini yaitu ingin melamar putri Om Adzriel, Aisfa Naziya Almahyra sebagai pendamping hidup saya."

Adzriel tersenyum melihat keseriusan di mata pemuda itu. Selanjutnya ia melemparkan pandangannya pada putrinya agar dia sendiri yang menjawab. Adzriel sudah tak ingin egois. Biarlah putrinya yang memilih masa depannya sendiri. Selagi itu tidak menyalahi peraturan agama, maka ia akan mendukungnya.

"Saya mungkin adalah Ayahnya Aisfa. Tapi saya merasa tidak berhak menentukan keputusan yang akan dijalani oleh putri saya seumur hidupnya. Jadi biar anak saya yang langsung menjawab sendiri," kata Adzriel dengan senyuman.

Aisfa yang duduk berjarak meja di depan Gus Alfatih memilin hijabnya merasa gugup luar biasa. Gadis itu sedang berpikir keras bagaimana caranya untuk menjawab. Jujur saja ia malu jika harus mengatakan 'iya' secara gamblang.

"Bagaimana, Aisfa? Maukah kamu menjadi bidadari surga saya?" Kini tatapan Gus Alfatih beralih sepenuhnya padanya.

Pipi Aisfa merona. Jantungnya berdebar kencang. Dengan malu-malu, ia menganggukkan kepalanya menciptakan senyuman di bibir Gus Alfatih.

"Alhamdulillah."

Selanjutnya dua keluarga itu tenggelam membicarakan acara pernikahan Gus Alfatih dan Aisfa yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat. Mereka tak ingin niat baik ini ditunda-tunda dikhawatirkan terjadi kemudaratan.
Acara diadakan di pesantren Darul-Qur'an sesuai keinginan Aisfa. Bukan tanpa sebab. Ia ingin didampingi tiga sahabatnya di sana yang sangat ia rindukan. Entah kapan ia bisa bertemu mereka.

"Untuk mahar, Nak Aisfa menginginkan mahar apa dari putra kami?" Kali ini Umi Khadijah yang bertanya.

Mahar? Aisfa sama sekali belum berpikir tentang ini. Selama ini, ia hanya berani mencintai, tapi untuk menikah, ia belum benar-benar setekad itu membangun rumah tangga.

Namun, menolak pemuda yang dicintainya sama saja ia menciptakan bencana sendiri. Aisfa tidak ingin Gus Alfatih pergi. Aisfa pun tidak rela jika Gus Alfatih bersanding dengan yang lain.

"Ais," tegur Naysila menyentuh punggung tangan putrinya yang terdiam. "Umi Naya bertanya padamu."

Aisfa gelagapan. "A—aku, aku terserah Gus Alfatih saja."

Aisfa tersenyum berusaha menyembunyikan wajah tegangnya.

"Baik, kalau Aisfa berkata seperti itu. Saya sudah menyiapkan mahar uang sebesar lima puluh  juta. Perhiasan emas batangan seberat 100 gram dan seperangkat alat salat. Apa kurang, Aisfa?" kata Gus Alfatih terkesan biasa saja sembari menyorot calon istrinya.

Aisfa membulatkan matanya terkejut. Enteng sekali Gusnya itu berkata demikian. "Itu berlebihan, Gus."

"Kalau begitu itu mahar kamu," kata Gus Alfatih final.

Aisfa (Cinta dalam Doa) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang