Kirania tidak tahu kenapa kakinya justru melangkah ke apartemen Cakra malam itu sepulang dari Gragnano Restaurant . Gadis itu berdiri dengan ragu-ragu. Tapi karena dia ingin mendengar dari bibir Cakra langsung tentang apa yang sudah terjadi tempo hari, Kirania akhirnya memilih untuk memberanikan diri masuk ke dalam apartemen itu.
Bodoh tapi tidak apa-apa. Dia bertindak bodoh untuk mengetahui hal yang pasti akan membuatnya susah tidur. Bodoh sebentar kemudian dia akan tidur dengan nyenyak. Benarkah demikian? Sepertinya dugaan Kirania keliru karena sekarang, Cakra malah terlihat sedang memeluk wanita yang sama seperti kemarin. Eriska.
"Oh, sorry!" Kirania menundukkan kepalanya karena merasa salah waktu dan juga tempat. "Gue nggak tahu kalau kalian lagi..." Kirania meneguk ludah bingung. "Gue pergi dulu!" katanya.
Gadis itu segera berbalik dan keluar dari apartemen. Kirania melangkahkah kaki dengan lebar menyusuri lorong apartemen dengan perasaan bimbang. Ada apa dengannya? Seperti ada yang mengganjal di hatinya tapi dia tidak tahu apa yang sedang terjadi.
"Kayaknya gue butuh istirahat," gumamnya.
Terdengar suara langkah kaki yang berlari di belakang Kirania. "Ki!" Kirania memejamkan mata ketika mendengar suara itu.
Dia tidak menyangka kalau Cakra akan mengejarnya. "Hai!" Kirania langsung berbalik dan memasang wajah gembira sebaik yang ia bisa.
"Gue sama Eriska..." Cakra menunjuk ke arah belakang dengan kepalanya yang bergerak ke kanan dan mata yang sedikit melirik ke samping.
"Lo nggak perlu jelasin ke gue tentang lo sama Eriska," sambung Kirania sambil tersenyum lebar. "Itu urusan lo sama dia, Ca."
Cakra menaikkan alisnya kemudian mengangguk setuju. "Ya, gue cuma... nggak enak sama lo. Seharusnya lo bisa duduk dengan nyaman dan gue beliin lo soda... mungkin? Tapi kayaknya malam ini kita nggak bisa ngobrol karena Eriska lagi ada di fase... yang lumayan..." Cakra mengangkat bahunya sekilas. "Sulit," lanjutnya.
"Gue bisa ngerti. Lo tenang aja!" Kirania menepuk lengan Cakra seolah-olah dia sedang memberikan suntikan semangat kepada temannya itu.
"Ada yang mau lo omongin ke gue?" tanya Cakra tiba-tiba.
Kirania melebarkan matanya, kepalanya menunduk menatap ujung sepatunya sendiri. "Nggak ada," jawabnya.
"Terus... lo ngapain ke sini?" Cakra sepertinya tidak ingin membiarkan Kirania pergi dengan mudah.
Dia membuat Kirania kesulitan dengan pertanyaannya yang sebenarnya tidak perlu itu. Kirania menggigit bibirnya dan menoleh ke belakang sebentar seperti sedang mencari bantuan. Memangnya apa yang bisa ia katakan kepada Cakra sekarang? Dia tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya karena dia sudah cukup malu dengan masuk tanpa izin ke dalam apartemen laki-laki itu.
"Gue... gue cuma mau ngambil hand sanitizer gue yang ketinggalan di dapur lo kemarin malam," jawab Kirania pada akhirnya.
Dia tahu bahwa jawabannya terdengar sangat konyol. Gadis itu tersenyum dengan mata yang tepat tertuju pada wajah Cakra. Laki-laki itu terlihat tidak langsung percaya. Cakra mengerutkan kening selama beberapa detik dan membuat Kirania harus menggerakkan kaki kanannya karena gugup.
"Cakra!"
Bukan Kirania! Itu adalah Eriska. Kirania memandang wanita yang kini berdiri di depan pintu apartemen Cakra sambil memegang perutnya. Kirania menatap ke arah belakang Cakra sambil memicingkan mata. Perut Eriska menjadi pusat perhatiannya sekarang. Wanita itu mengenakan kaos ketat sekarang dengan celana kulot panjang berwarna hitam. Kirania sedang berpikir tentang Eriska.
"Eriska, apa mungkin di-"
"Ki?!"
Kirania tersentak dari lamunannya. Dia kembali menatap Cakra.
"Besok gue bawain barang lo, gue balik masuk dulu, ya!" ucap Cakra.
Kirania mengangguk dan tersenyum. Berbesar hati adalah pilihan yang tepat sekarang ini. Mungkin lain kali dia dan Cakra bisa mengobrol dan mungkin laki-laki itu akan membahas apa yang terjadi kemarin di apartemennya di mana Kirania yang seperti tidak terlihat di sana padahal dia yang sudah bersusah payah melakukan beberapa hal untuk Cakra.
"Ya!" Kirania kemudian berbalik dan melambaikan tangan tanpa menatap Cakra sama sekali.
Kirania berjalan lurus ke depan dengan hembusan napas lelah yang keluar melalui mulutnya. "Seharusnya gue nggak perlu menunggu omongan dari Cakra. Gue harusnya ikhlas tapi... kenapa gue rasanya tetap kecewa sama Cakra? Apa yang lagi gue cari sebenarnya?" batin Kirania.
***
Tidak ada hal yan terjadi di antara dirinya dan juga Cakra setelah kejadian di mana Kirania nekat masuk ke apartemen Cakra malam itu. Cakra memang bertemu dengannya di depan lobby gedung ketika jam pulang kerja dan laki-laki itu menyerahkan barang yang dicari oleh Kirania malam sebelumnya. Cakra tidak tahu kalau baran seharga mungkin sekitar lima ribu rupiah itu hanya sebuah alasan bagi Kirania supaya dia tidak menanggung malu untuk yang kedua kalinya setelah Cakra pura-pura hendak menciumnya kala itu.
Tidak ada hal yang dikatakan laki-laki itu kepada Kirania tentang malam di mana dia menjadi sangat asing padahal dia sudah melakukan banyak hal untuk Cakra. Kirania menerima barang pemberian Cakra dan mengucapkan terima kasih kepada laki-laki itu. Sudah hanya seperti itu. Setelahnya Cakra pergi begitu saja. Laki-laki itu terlihat terburu-buru sekali.
Dan setelah itu, Kirania hanya akan bertemu dengan Cakra di kantor. Mereka hanya mengobrol sebentar tentang hal-hal yang acak sambil menunggu lift yang hendak mereka tumpangi. Seperti saat ini, Kirania tersenyum ketika Cakra mengacak rambutnya dengan gemas.
"Makin gendut aja lo," ucap Cakra tanpa pikir panjang.
Wajah Kirania langsung berubah kesal. Hilang sudah senyuman manisnya. Dia memukul bahu Cakra dengan cukup keras sampai membuat temannya itu mengaduh dan memandang Kirania dengan ekspresi waspada.
"Gue susah tidur akhir-akhir ini jadi gue banyak makan sambil nonton film sampai gue ngantuk. Lo temenin gue nge-gym makanya biar gue balik kurus lagi. Jangan bisanya cuma ngatain doang!" jawab Kirania dengan wajah bersungut-sungut.
Cakra tertawa. Lift di depan mereka terbuka dan Cakra melangkah masuk diikuti oleh Kirania yang berdiri di samping laki-laki itu.
"Gue pengennya gitu tapi gue lagi sibuk sekarang, Ki," kata Cakra.
"Sibuk pacaran, ya?" Kirania menyahut tanpa pikir panjang.
Cakra hanya terkekeh dan enggan menanggapi kalimat Kirania itu. "Eh, nanti pulang kerja makan bareng gue, yuk!" ajak Cakra tiba-tiba. "Nanti gue kirim alamat tempat makannya," lanjut Cakra.
Kirania menghela napas dalam. Jika sebelumnya dia akan dengan tenang menerima ajakan dari Cakra, kini gadis itu mulai sedikit ragu untuk menerima mengingat ada Eriska. Dia menggelengkan kepala bermaksud menolak ajakan Cakra.
"Nggak! Terima kasih tapi gue ada janji sama orang lain," ucap Kirania yang memantik kerutan di dahi Cakra.
"Cowok?" tebak Cakra.
Kirania mengangguk tanpa berani melihat mata Cakra yang kini sedang memandangnya dengan sorot ingin tahu. Jawaban paling aman yang bisa menyelamatkan Kirania dari tuduhan sebagai orang ketiga. Ya, setidaknya Kirania hanya harus menghindari pergi berdua dengan Cakra.
"Lain kali aja tapi ajak Eriska juga," kata Kirania sambil tersenyum. "Kayaknya dia asyik diajak berteman," lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rembulan Sendu
RomantikKirania pikir, menjadi sahabat dari seorang Cakra Aryasatya Wijaya saja sudah cukup. Kenyataannya, seiring berjalannya waktu, perasaannya tumbuh dan semakin lama semakin mencekik. Sampai akhirnya dia memberanikan diri untuk menyatakan perasaannya ke...