Yura terkekeh membaca pesan yang Henry kirim padanya. Pria itu mengatakan rindu. Sudah 2 hari pria itu tak pulang karena mengerjakan proyek terbarunya. Namun hampir setiap jam mereka saling mengirim pesan. Juga beberapa kali Henry meneleponnya.
Seminggu terakhir, ia dan Henry semakin dekat lagi. Mereka menghabiskan waktu di rumah melakukan banyak hal. Henry sering membantunya menyelesaikan pesanan sejak itu. Pria itu juga sempat membawanya berkeliling walau hanya melihat keramaian dari dalam mobil. Mereka sama-sama belajar untuk saling mengerti satu sama lain. Hubungan mereka sudah jauh lebih dewasa hanya dalam beberapa hari.
Yura sudah siap dengan pakaian andalannya. Ia akan pergi belanja untuk mengisi kulkas dan lemari persediaan yang sudah hampir kosong. Ia sudah membuat catatan di ponselnya. Ia siap untuk berangkat.
Ia tiba di super market paling dekat dengan rumah setelah menempuh beberapa waktu perjalanan dengan bus. Ia mengambil keranjang dorong dan mulai mencari barang sesuatu yang ia catat sebelumnya.
Yura selalu suka saat waktunya belanja kebutuhan rumah tangga tiba. Walaupun tidak membeli banyak hal, ia selalu suka menghabiskan waktu hanya sekedar untuk berkeliling meneliti barang-barang yang dipajang. Mungkin itu salah satu hobi Yura selain meneliti barang di toko seni.
Keranjang yang Yura dorong sudah hampir penuh. Kebutuhan dapur dan beberapa barang pribadi sudah ia dapatkan. Juga, sempat ia bilang pada Henry ia akan pergi ke supermarket dan pria itu menitip beberapa barang. Titipan Henry pun sudah ia dapatkan.
Merasa sudah selesai, Yura berjalan menuju ke arah kasir, tentu saja dengan tidak terburu. Ia melewati beberapa lorong. Perlengkapan mandi bayi, diaper bayi, di paling ujung ada berbagai macam susu bayi yang dipajang.
Yura tersenyum melihat orang-orang yang mengisi lorong ini. Seperti berfase dalam urutan terbalik.
Pada lorong perlengkapan mandi bayi, banyak sekali wanita yang sedang memilih berbagai kebutuhan. Mulai dari sabun mandi hingga perawatan kulit bayi. Beberapa wanita terlihat bersama anak mereka yang kebanyakan sudah cukup besar, mungkin 2-3 tahun. Mata Yura sempat berpapasan dengan seorang anak perempuan yang digendong ibunya. Anak itu sedang tertawa karena mendengar ibunya mengatakan sesuatu.
Di bagian diaper bayi, kebanyakan pasangan tanpa anak mereka. Pakaian yang mereka gunakan begitu santai dan nyaman. Sepertinya mereka mencuri waktu tidur anak mereka untuk belanja kebutuhan. Sekalian mengganti waktu kencan.
Di bagian terakhir, beberapa pasangan lengkap bersama anak mereka. Sang suami rata-rata menggendong anak mereka di depan tubuh sembari bercanda sedangkan istri mereka terlihat sibuk memilih produk susu dengan satu tangan di gandeng sang suami. Terlihat manis sekali.
"Jogiyo, jogiyo."
Yura menoleh saat merasa seorang wanita menepuk pundaknya dari arah samping saat ia tanpa sengaja berhenti di salah satu rak produk diaper. "Nee?"
"Maaf, bisa tolong ambilkan yang itu? Anakku baru saja tertidur aku harus terus menepuk punggungnya." Wanita yang lebih tua dari Yura itu menunjuk satu merek diaper di bagian atas. Ia menggendong bayinya dengan kain pengais.
Yura tersenyum. Ia mengangguk dan mengambilkan apa yang wanita itu tunjuk. "Kau butuh berapa? Apa satu cukup?"
"Ah, aku butuh 3."
Yura mengambil 2 lainnya dan memasukkan ke keranjang dorong wanita itu. "Ada yang bisa aku bantu lagi?" tanyanya sembari menatap wanita itu. Ia merasa begitu familiar dengan wajah wanita itu.
"Terima kasih. Ini sudah cukup." Jawab wanita itu.
"Apa kau sudah selesai? Sepertinya kau sedikit kesulitan. Biarkan aku bantu dorong keranjangnya untukmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Too Late [END]
FanficPerjodohan bukan sesuatu yang bisa menyelesaikan masalah. Yura tahu itu. Entah apa yang membuat ibunya tega 'menjual' Yura pada orang yang meminjamkannya uang hingga anak satu-satunya yang ia miliki benar-benar menikah. Hidup dalam sebuah perjodoha...