Part 2

2 1 0
                                    

  

Happy Reading




Nasya mendengus kesal baru saja ia sampai di Jakarta tapi sudah macet begini. Ia sudah lama menunggu, tapi sepertinya ini akan lama.

Akhirnya Nasya pun memutuskan untuk bertanya,"Maaf pak, apa masih lama ya pak macetnya?".

"Oh, saya kurang tau neng, soalnya kalo macet gini gak nentu neng, tapi kalo yang saya liat sih kayanya macetnya masih lumayan lama deh neng" Jawab supir taksi online sambil melirik ke arah Nasya sebentar lalu kembali fokus ke depan.

"Yahh...masih lama ya pak soalnya sekarang saya lagi buru-buru".Nasya terdiam sejenak memikirkan sesuatu.

"Oh iya pak, apa ada jalan pintas gitu pak, biar kita gak kejebak macet lebih lama lagi?" Tanyanya lagi.

"Ada sih neng, tapi lumayan jauh dari tempat neng tujui. Gimana neng mau?" usul sang sopir.

"Yaudah deh pak gak apa-apa, yang penting saya bisa cepat sampai dari pada nunggu macet ini selesai, ntar lebih lama lagi".Nasya menyetujui usulan sang sopir.

"Iya neng"

Mobil taksi online itu pun memutar balik dan pergi ke jalan pintas yang lumayan sepi. Disaat perjalanan tiba-tiba saja taksi online itu mendadak berhenti membuat Nasya terkejut.

"Ada apa pak?"

"Aduh neng kayanya di depan ada orang lagi tawuran neng" ucap Pak supir menoleh ke Nasya dengan wajah panik membuat Nasya terkejut mendengarnya.

"Tauran pak?

"Iya neng tauran, terus kita sekarang gimana nih neng?" Ucap pak supir cemas sekaligus, takut lebih tepatnya.

Nasya pun membuka kaca mobil dan melihat beberapa orang sedang memukuli lawannya satu sama lain. Jalannya cukup sepi jadi kemungkinan kecil jarang ada warga atau pengendara yang lewat.

Yang menarik perhatiannya ialah seorang cowok yang menggunakan jake berwarna hitam itu yang sedang brutal menghajar lawannya.

Tanpa ia sadari cowok itu menatapnya, kontak mata mereka tak berselang lama karena lawannya itu menghajar wajahnya hingga sudut bibirnya sedikit mengeluarkan darah. Melihat itu dia meringis dan kembali menutup kaca mobil lalu menyuruh pak supir untuk memutar balik taksinya sebelum mereka kenapa-kenapa.

Nasya lebih baik menunggu macet lebih lama lagi daripada ia harus mengorbankan keselamatan nyawanya karena kejadian tadi. Peristiwa tadi berusaha ia hilangkan dari pikirannya walau ia tidak bisa tapi sebisa mungkin ia anggap bahwa kejadian itu tidak pernah terjadi.

****

Setelah beberapa lama akhirnya Nasya pun sampai ke tempat tujuannya. Ia perlahan menginjak kakinya ke dalam perkarangan rumah peninggalan orang tua nya dulu. Rumah yang tidak terlalu besar ataupun kecil. Rumah ini adalah rumah pertama milik kedua orangtuanya sebelum akhirnya mereka pindah ke Bogor.

Ia mulai mengetok pintu rumah tersebut dan tak lama pintu rumah itu terbuka dan menampilkan seorang wanita paruh baya yang sepertinya sudah menunggunya.

"Non Nasya, akhirnya non sampe juga. Bi Astri udah nungguin non dari tadi" ucap wanita paruh baya itu langsung memeluk Nasya.

"Maaf ya Bi, tadi macet banget dijalan makanya aku baru sampe nih" penjelasan Nasya setelah pelukannya terlepas.

"Tapi Non Nasya nggak apa-apa kan di jalan?" tanya Bi Astri khawatir.

"Nggak bi, aku nggak apa-apa kok "

"Syukurlah kalau Non Nasya nggak apa-apa. Bi Astri tadi takut non kenapa-kenapa dijalan," ucap Bi Astri lega melihatnya. Iya itu adalah Bi Astri, dia merupakan pembantu lama dirumahnya. Rio sengaja meminta Bi Astri untuk pergi terlebih dahulu ke Jakarta untuk membereskan dan merapikan rumah ini yang sudah lama tidak di tempati di bantu oleh beberapa orang suruhannya. Bi Astri ini bukan hanya pembantu dirumahnya tapi dia juga pengasuh yang merawatnya dari kecil. Tak heran Bi Astri begitu dekat dengannya maupun Rio. Karena Ia dan Rio sudah mengganggap Bi Astri sebagai keluarga mereka sendiri.

NASYA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang