.Dalam hidup seorang insan bernama Shim Jaeyoon, baginya kehidupan itu dijalani tanpa memalsukan. Arti kata lain hidup seadanya sebagaimana diri nyaman dan merasa bebas berekspresif.
Menjadi diri sendiri adalah utama, tidak perlu menunjuk sisi untuk membuat orang menyukai atau bertingkah sesuai apa yang mereka inginkan. Cukup menunjukan sisi yang membuat nyaman tanpa perlu menjadi orang lain.
Terpulang pada yang menerima, menyukai atau tidak, terserah. Yang penting telah memperlihatkan kalau diri memang seperti itu adanya.
Jaeyoon juga tidak peduli pandangan orang-orang terhadapnya, mau bilang sombong, angkuh, judes, atau apapun itu tak masalah baginya karena memang begitu dirinya yang sebenar.
Tiada harus ditutupi untuk menjadi versi lebih baik dari yang lain jika diri Jaeyoon nyaman seperti itu.
Itulah dirinya yang sebenarnya.
Termasuk keinginan tahunya tentang suatu hal bisa meledak melebihi apapun selagi tidak mendapatkan jawaban.
Rasa penasaran dalam diri tidak bisa dipendam, harus tahu sampai ke akar.
Jadi, karena itu di sini Jaeyoon berada masih di tempat parkir yang selalu Riki lewati untuk mencapai motor yang menjadi kenderaan remaja itu.
Menunggu hampir setengah jam karena kelasnya lebih awal selesai dan mengirim pesan pada Sunghoon untuk menjemputnya dua jam kemudian. Bukan tanpa alasan dia memberitahu Sunghoon seperti itu karena kelas Riki dan mungkin pertemuan mereka yang entah mengambil masa berapa lama tapi yang pasti Jaeyoon yakini hari ini dia harus tahu sejelas-jelasnya dari sudut pandang cerita dari Riki sendiri.
Begitu melihat kelibat tinggi lampai yang menjadi target berjalan mendekat Jaeyoon berdiri tegak dari duduk dan terus menghalangi langkah Riki yang hendak melewatinya seperti biasa.
"Sebentar," jika sebelum ini suara Jaeyoon terdengar mendesak tapi kini nadanya lembut mengalun. "Aku mau kita bicara."
Seperti biasa datar terkesan tak peduli tampak di wajah Riki yang sekali lagi ingin lanjut melangkah namun Jaeyoon memegang pergelangan tangan.
"Riki tolong..." Hampir frustrasi Jaeyoon dengan tanggapan Riki yang tiada habisnya menghindar terus-menerus. "Kita perlu bicara, aku mau dengar semuanya dari mulutmu sendiri."
Lembut tutur kata Jaeyoon lontarkan, tak ingin semua rasa pensaran tergantung buat sekian kalinya. "Aku mau kau ceritakan semuanya."
Sedetiknya menunduk kepala Jaeyoon, mengulum bibir resah dan putus asa.
Manakala Riki yang tadi tak ingin menggubris kini dibuat terkesan. Melihat sisi Jaeyoon yang sebelum ini terlihat menuntut seolah harus dituruti tapi saat ini tampak memohon.
"Aku rasa, aku tidak kenal ayahku."
Gumam pelan hampir seperti bisikkan membuat hati Riki terenyuh, memandang Jaeyoon yang masih menunduk tanpa menatapnya, nampak kasihan.
Maka di sini mereka berada, masih di kampus tepatnya di taman yang tak terlihat ramai karena rata-rata kelas di gedung fakulas hukum hampir selesai.
Keduanya memilih duduk berhadapan di meja bulat disediakan yang bisa mencakup tiga orang. Dan posisi juga jauh dari orang-orang, tidak ingin ada yang mendengar perbicaraan mereka.
Saling menatap satu sama lain dengan tatapan yang tentu berbeda, Riki datar tak berkespresi dan Jaeyoon tampak menggebu tak sabar ingin mengetahui apa saja yang akan didengar kali ini.
"Kau mau tahu apa?"
Lebih dulu Riki melempar pertanyaan dan Jaeyoon menjawab tanpa ragu.
"Semuanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
BODYGUARD || sungjake
Fiksi Penggemar- dengan segala efeksi, tidak bisa menidakkan perlahan namun pasti perasaan itu ada dan kuat - awalnya disangka ketertarikan Jaeyoon yang menunjukkan secara gamblang pada Sunghoon dipikir cuma sekadar bercanda atau main-main ternyata si tuan muda ya...