~Chapter 10~

442 36 5
                                    


Kamar itu terlihat begitu gelap, hanya ada cahaya dari bulan yang masuk melalui jendela. Krist duduk di tempat tidurnya dan menghadap ke sana. Dia menghela napas pelan, "Huh kenapa aku bisa sepatah hati ini?" Gumamnya.

Tak berselang lama, terdengar pintu kondonya yang diketuk. Krist menolehkan kepalanya sekilas, sepersekian detik dia tahu siapa yang mengetuk. Dirinya juga mengalihkan pandang ke ponselnya yang terus berdering. Sekilas tadi dia membaca jika Singto telah kembali, dan sudah dipastikan siapa yang datang.

Kesal karena ketukan yang tak kunjung berhenti, akhirnya Krist memutuskan untuk beranjak ke arah pintu.

Singto yang terus mengetuk pintu kondo Krist pun merasa gusar, dirinya tak berani berteriak karena dapat dipastikan itu akan mengganggu penghuni kamar lain. Tapi ia juga bingung ketika Krist tidak kunjung membukakan pintu.

Namun tiba-tiba pintu di depannya terbuka. Dirinya sedikit terkejut, namun akhirnya tersenyum, "Sayang!"

Singto sudah ingin maju dan memeluk Krist. Namun Krist mendorongnya kuat.

"Untuk apa kau kesini!?"

"Krist, baby. Dengarkan Phi na.." ucap Singto sedikit memohon.

"Apa lagi yang harus aku dengarkan. Tidak.ada yang perlu dibicarakan lagi. Hubungan kita sudah berakhir," ucap Krist lantang. Ia sudah akan menutup pintu, namun ditahan oleh Singto.

Terjadi aksi saling dorong antar keduanya.

"Cukup! Kembalilah ke pelukan wanita berhargamu itu dan jangan temui aku lagi!" Sentak Krist.

Singto ganti memegang tangan Krist erat, "Krist dengarkan Phi dulu na. Itu tidak seperti yang kau bayangkan."

Krist tersenyum miring, "Memang apa yang aku bayangkan? Pergilah Phi! Aku tak mau bertemu denganmu lagi! Aku benci dengan seorang pengkhianat sepertimu!" Teriak Krist kemudian membanting pintu itu kuat.

Brakkkkkkk

Singto tersentak dibuatnya, astaga dia bahkan tidak diberikan kesempatan untuk bicara. Dia menendang dinding kuat, lalu beranjak pergi dari sana.

Sedangkan Krist, tubuhnya merosot ke lantai. Akhirnya air mata itu keluar begitu deras.

"Aku benci seorang pengkhianat," gumamnya dalam isak tangis.

Sekelebat bayangan masa lalu melintas di benaknya. Dia masih mengingat bagaimana dirinya yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, menemukan ayahnya yang sedang bercumbu dengan wanita lain di kamar ibunya. Iya ibunya.

Pria itu dengan tidak tau malunya membawa seorang wanita malam dan bercinta di rumahnya.

Saat itu, keuangan keluarga Krist sedang terpuruk. Ayahnya suka berjudi dan pemabuk, sedangkan sang Ibu bekerja menjadi seorang buruh untuk menghidupkan kebutuhan sehari-hari.

Krist saat itu hanya bisa terdiam, dia hanya bisa menangis. Dirinya yang seorang anak tunggal hanya bisa meratapi itu sendirian. Dirinya tak berani mengatakan apapun kepada sang Ibu.

Sampai suatu hari, sang Ibu memergoki sang Ayah bersama wanita yang sama. Sang ibu yang kelelahan setelah bekerja, ambruk seketika dan tak tertolong.

Dunia Krist seakan hancur, dia benar-benar membenci sosok ayahnya. Dia benci seorang pengkhianat, sangat benci. Bahkan Krist memilih untuk tinggal di salah satu panti asuhan daripada harus ikut dengan manusia biadab macam ayahnya.

Kabar terakhir, saat dirinya lulus sekolah menengah atas, ayahnya tewas karena dibunuh preman. Krist turut dalam pemakaman dengan tatapan dinginnya. Tak ada kesedihan, baginya ayahnya sudah mati sejak lama.

Massage (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang