17. Terblokir Aksesnya!!!

0 0 0
                                    

Baru injak tanah habis turun dari ojek online yang antar gue pulang ke kosan, gue di buat melongo atas kemunculan mobil yang gue familiar.

Kenapa mobil kak Anri bisa disini?

"Assalamualaikum, Dera?" Biasanya gue sama Dera pulang bersama, kunci kos-an cuma satu jadi gue sepakat kalau Dera aja yang pegang. Toh gue pulang pergi selalu sama Dera.

Terdengar jawaban dari dalam, gue menunggu hingga pintu kosan terbuka. Ini sebenarnya kebiasaan kami berdua, jadi pintu kamar harus selalu terkunci walau keluar sebentar. Hampir dua bulan tinggal disini, bikin gue dan Dera mengenal sifat asli penghuni kos lain.

Waspada lebih baik daripada mengobati.

"Gue telepon gak bisa, kata mas Cahya lo ke lapangan urus bazar. Kenapa gak bilang? Handphone lo kenapa? Kok gak aktif gue telepon?" Belum juga melangkah ini kaki, pertanyaannya banyak banget.

"Ya, gue ini masuk dulu napa sih? Capek nih habis dagang!"

"Tinggal masuk, rewel amat!" Tapi dia berdiri menghalangi pintu, dasar!

Tubuh sudah mendarat, lelah di kaki bikin gue selonjoran depan mini kulkas sambil keluarin penyegar gerah body. "Gue tadi ikut Bang Cipta, bantu bazar katanya kurang staf, terus handphone gue mati. Kelupaan karena kebanyakan selfie buat dokumentasi. Nah ini...."

Gue mengeluarkan barang yang gue dapat secara gratis dari salah satu produk yang di jual di bazar tadi. Sebuah gantungan kunci bergambar salah satu idol Korea.

"Gede amat gancinya! Kagak ada yang kecilan dikit?" tawar Dera dengan kurang ajarnya.

"Di kasih loh, Der!"

"Iya iya, makasih."

"Lo gak marah, kan?"

"Why do you think, If am i angry?"

"Tadi, lo bentak-bentak gue."

Dera menaruh barang pemberian gue ke dalam kotak yang entah apa aja isinya, kemudian baru menjawab, "Gue marah! tapi tadi."

"Kok tadi? Eh, maksudnya sekarang lo gak marah sama gue?"

"Gak, setelah gue bahas tadi sama Hazim. Gue jadi mikir tentang apa yang lo katakan ke gue itu bisa aja terjadi. Gue yang terlalu santai aja walau berjauhan sama dia, gak khawatir ataupun takut bakal kehilangan dia. Setelah omongan lo tadi siang, gue jadi sadar kalau gue terlalu menyepelekan." Dera gak nangis, cuma nada bicara dia sendu.

"Saat natap wajah Hazim gue bisa aja gak lagi dapat kesempatan buat natap seintens tadi untuk selamanya. Hazim dan gue belum sepenuhnya satu. Kita berdua masih masing-masing dan belum memiliki ikatan pasti. Bisa aja salah satu di antara kita berdua pergi. Entah karena takdir tuhan atau godaan setan."

Mau ngakak tapi suasana lagi sedih.

"Lo ngerti gak sih, Ra? Kenapa gue gak pernah berpikiran seperti tadi?" gue menggeleng, emang gak tau jawabannya, "Percaya diri. Gue selalu yakin kalau Hazim gak bakal beralih atau sampai ninggalin gue. Gue terlalu percaya kalau Hazim gak akan ninggalin gue karena dia butuh gue.

Gue selalu yakin kalau Hazim seratus persen cinta ke gue. Tapi setelah LDR ini gue jalani. Juga setelah lo menyadarkan gue tadi. Gue merasa interaksi gue gak bisa sepenuhnya untuk dia. Gue gak lagi tau gimana hari dia berjalan tanpa gue di sampingnya. Emang kita belum married, tapi kemana aja Hazim pergi sebisa mungkin gue di sisi. Atau setidaknya dia laporan mau kemana dan ngapain."
Posesif atau perhatian ya namanya?

"Egois ya gue, Ra? Gue selalu nuntut Hazim untuk selalu sama gue. Ada di samping gue, selalu datang saat gue butuh dia, dan selalu peluk gue. Gue merasa udah jadi cewek paling perfect untuk dia, tapi setelah lo mengatakan itu, juga kasih tau gimana rasanya berhadapan dengan pelakor palsu. Itu aja udah buat gue gemeteran!"

"Rasa takut akan kehilangan, takut tersisihkan dan takut tergantikan itu buat gue marah. Jujur gue mau cakar muka lo tadi tau gak!"

Jahat banget muka cantik gini di cakar, "Sekarang udah gak kan? Jangan dong, Dera!"

"Asal lo gak beneran mau rebut Hazim dari gue! Dan juga, gue udah blokir Whatsapp lo dari handphone Hazim!"

"Kejam banget sih, gue gak akan jadi pelakor kok! Satu aja udah cukup!"

"I'm going trust on you!"

Kalau sudah dengan mata melotot dan jari menunjuk, gue cuma bisa ngangguk. Apalagi coba?

"Laper gak, Lo?" tanya Dera saat gue habis berberes diri di kamar mandi.

"Gak terlalu, Lo laper?" karena tadi sebelum balik kos, gue sama staf lain pada jajan di booth makanan tempat bazar di laksanakan. Dapat camilan enak, gue lupa beli buat di bawa kosan.

"Iya, cari makan yuk!"

Gue jadi ke ingat satu hal janggal. Bukankah didepan ada mobil kak Anri? "Ada tamu gak, Der?"

"Ada, pak kurir." Dera lagi cari dompet dia didalam tas. Gue bingung harus tanya bagaimana, takut omongan gue jadi kenyataan. "Ayok! Laper banget nih!"

"Masak mie instan aja lah! Gue males keluar nih." cuma alasan sih, sebetulnya gue gak mau ketemu Kak Anri seandainya dia emang di daerah sini.

Gue gak lihat dengan pasti sih tadi. Lupa juga buat cek plat nomornya. Entah di depan itu emang mobil kak Anri atau hanya mobil dengan jenis yang sama dengan punya kakak, gue gak tau.

"Boleh deh, gue kebetulan pengen makan mie dari kemarin! Lo yang masak ya?"

Kebiasaan! "Iya, mie kuah apa goreng?"

Kami berdua punya stok mie instan untuk jaga-jaga. Terkadang gue dan Dera pulang sudah sangat lelah, padahal di kantor gak lagi banyak kerjaan. Aneh, tapi mungkin efek duduk tanpa pergerakan.

Karena itu terkadang rasa malas bercampur lelah menjadi alasan sehingga mau cari makan malam susah untuk jalan.

Pesan antar kan bisa? Gue dan Dera itu anak kos, yang terkenal hemat dan serba bisa. Sayang ongkos kalau mau pesan antar, lagi pula di sekitar kos banyak warung atau rumah makan yang makanannya enak-enak.

"Ini aja. Sekalian ambil cabe di mini fridge. Tadi pagi gue lihat masih ada cabe di sana." ini Dera memerintah. Dia lagi enak rebahan di kasur sambil pasang ear phone persiapan sleepcall bareng pacarnya.

For your information, kos ini tergolong mewah, ada mini fridge yang jadi faktor utama gue sama Dera kos disini. Selain itu fasilitas pada umumnya kos. Untuk alat yang gue buat masak nih, kompor listrik yang dibawa Dera dari rumah.

Katanya, "Di suruh mama, biar gue gak jajan makanan di luar mulu!"

Lumayan juga sih, meski gak bisa hemat listrik kalau di pakai setiap hari. Tidak sering juga kita berdua masak, ada kali seminggu tiga kali. Itupun cuma buat masak mie instan atau menghangatkan lauk semalam.

Maklum, peralatan yang di bekalkan mamanya Dera cuma kompor listrik, teflon kecil dan magic com.

Tok tok tok! "Mbak?"

Suara bapak kos, "Der!" panggil gue berbisik, malah di jawab bentakan. Gue kodein dia buat diam, "Ada bapak kos, lo belum bayarin kos ya?"

"Asal nuduh dosa!" Makin keras nih anak kalau ngomang,  "Bukain sana!" suruhnya.

"Lo aja, gue masak nih. Airnya otewe mendidih!"

Setelah membanting ponsel dan headshet-nya, Dera menuruti dan membuka pintu sambil intip-intip.

Gue gak bisa fokus dengerin Dera sama bapak kos ngobrol, karena air sudah mendidih jadi gue fokus masak mie.

"Ra!" s Nmuara Dera manggil gue, sedangkan gue lagi nuang mie ke piring saji.

"Apa?"

"Kejira." Mie gue gantung, gue menoleh untuk pastiin kalau saraf dengar gue lagi gak halusinasi.

"Kakak kok di sini?"

===BERSAMBUNG===

1150 kata

21 July, 2023
PuMa

******146

Jodoh Buat Kakak |TAMAT|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang