Seluruh kegiatan pembelajaran dinyatakan usai saat bel berbunyi. Hari ini adalah hari Jumat yang artinya besok adalah hari libur, yang juga adalah fakta membahagiakan, fakta yang membawa euphoria para siswa terpancar jelas di wajah mereka.
Koridor yang semula sepi dengan cepat terisi. Dengan kecepatan yang serupa, tidak butuh waktu lama untuk koridor kembali ke keadaan semula, kembali lenggang. Sebagian besar siswa dan siswi sudah pulang.
Dikatakan sebagian besar karena terdapat siswa yang tersisa, seperti mereka yang berada di ruang kelas 2A. Itu adalah dua orang pemuda dimana masing-masing dari mereka sedang mengerjakan hal yang berbeda. Satu duduk dan satu berdiri, satu sedang menulis sementara satu lainnya sedang mengerjakan kewajiban berupa piket kelas.
Terkadang sayup terdengar derap langkah kaki atau obrolan ringan dari siswa yang kebetulan melintas di luar, mengisi hening yang mengudara di dalam ruangan, menemani hening di antara mereka. Kemudian, sepi akhirnya dipatahkan oleh sebaris kalimat tanya...
“Kenapa hanya ada kamu sendiri?”
Duduk di baris terakhir dekat jendela adalah pemuda dengan punggung sedikit melengkung. Beberapa detik sekali, kepalanya menengadah lalu menunduk, menatap tulisan di papan tulis sebelum menyalinnya di buku tulis. Sedang mengejar keterlambatan menyalin materi karena tertidur di jam terakhir.
Menyambung kalimat sebelumnya, dia bertanya dengan suara lembut yang nyaman didengar, “Di mana yang lain?”
Pihak lain yang diberi pertanyaan dengan cepat membeku di tempatnya berdiri sebelum kembali menyapu lantai. Membisu untuk waktu yang cukup lama sebelum menjawab pelan, suaranya seperti bergetar, “Mungkin lupa, mereka sudah pulang.”
Gerak pena terhenti. Kelopak mata pemuda itu terkulai saat dia bertanya lagi dengan suara halusnya, “Kamu tidak mengingatkan mereka?”
Lagi, pemuda jangkung membisu. Meski begitu, jawabannya datang sedikit lebih cepat dari sebelumnya walaupun masih agak kaku, “Sudah. Istirahat, tadi siang.”
Pena kembali menari di atas kertas, debu yang tersapu terus melayang tinggi di udara.
Tidak ada yang bersuara sampai pemuda dengan tanda pengenal Kim Seungmin, berkata lagi dari kursinya, “Kupikir mereka sengaja lupa dan membiarkanmu mengerjakan semuanya sendirian. Aku yakin saat Senin tiba, mereka akan datang terlambat supaya terbebas dari piket kelas. Walaupun tidak selalu tapi kamu lebih sering piket sendirian. Bagaimana menurutmu?”
“Terkadang, mereka memang tidak bertanggung jawab, ...menelantarkan kewajiban." Pegangan tangannya di gagang sapu semakin erat saat dia menambahkan jawabannya dengan suara pelan, "Aku akan berbicara dengan mereka lagi sebelum benar-benar lapor ketua...kelas."
"Ya, kamu bisa mengatasinya dengan cara seperti itu." Dalam hati, dia membatin, 'Sepertinya kamu juga sudah kesal dengan kelakuan mereka ya.'
Jeda, Seungmin tanpa sadar melanjutkan, “Ngomong-ngomong, aku cukup terkejut kamu mau berbincang denganku karena sejujurnya sangat jarang melihatmu berbicara dan menjawab begitu banyak. Aku hampir bertepuk tangan karena gembira haha.”
Di depan kelas, dia yang masih menyapu dengan gerakan kaku sedang merasakan cuping telinganya panas. Terbakar. Sementara di sudut belakang kelas, rona merah tipis merambat di pipi Seungmin.
“Hyunjin.”
Sekali lagi, pemuda dengan nama Hyunjin membatu di tempatnya berdiri sebelum perlahan berbalik lalu menyahut dengan suara nyamuk, “Iya?”
Iris kecoklatan Seungmin berkilau, sudut bibirnya tertarik membentuk senyum saat dia berkata, “Bagaimana kalau aku membantumu membersihkan kelas setelah aku selesai menyalin? Berdua lebih baik daripada sendiri, kan?”
KAMU SEDANG MEMBACA
With You
FanfictionTampak sepi di permukaan namun tidak ada yang tahu bagaimana hebatnya dua hati tengah berdebar kencang, melompat tinggi tanpa henti. Melempar ragu juga malu yang telah lama menggunung dan memberanikan diri untuk bertukar kalimat meski canggung, pada...