Marsha dengan sekuat tenaganya menyeret Dey yang terus-terusan menggeleng, menahan dirinya, sementara Fiony sedang memperhatikan sosok Pak Gito yang sedang berjalan di lorong sendirian, Pria itu baru saja keluar dari kantornya.
"Udah deh gak usah ngedrama kayak gini, lo harus ngomong sekarang" desak Marsha. " Satu-satunya cara supaya hubungan lo sama pak Gito baikan lagi ya ini , ngomong, kalo lo emang beneran gak mau kehilangan dia."
"Pak Gito udah mulai jauh nih" kata Fiony kepada mereka bertiga, lalu kembali mengintip.
Lagi-lagi Dey menggeleng. " Udah telat deh Sha" katanya tersenyum kecut, wajahnyapun menjadi murung
Marsha hanya menarik nafas lelah, lalu berdecak " Lo nggak nyesel emang?, harus berakhir kayak gini?" tanyanya
Baru kali ini Dey merasa kelihatan takut dan lemah. Dia benar-benar bingung, saat memandangi Pak Gito yang punggungnya semakin jauh, tapi jika bukan sekarang kapan lagi? Selama seminggu ini ia nggak pernah bisa berhenti memikirkannya. Bertanya-tanya pada dirinya tentang kesalahan apa yang dia lakukan sampai jadi seperti ini? Tapi, ini bukanlah salahnya, juga bukan salah pak Gito
Mereka hanya berada dalam posisi yang serba salah...
"Pak Gito!" Suara Dey lantang, dia telah mengumpulkan semua sisa keberaniannya yang selama ini membuatnya mampu bertahan di tengah -tengah orang yang membencinya.
Guru itu seketika berbalik, Ia menghentikan langkahnya dan tampak sengaja menunggu Dey sampai.
"Ada apa, Dey?" tanya pria itu dengan sangat tenang.
Dey agak kecewa saat dia bersikap sangat biasa. Seolah keadaaan mereka tidak menyiksanya, sama seperti keadaan tu menyiksa Dey sampai ingin mati.
"Aku......." dia berusaha memulai " Aku nggakmau kita berakhir kayak gini.... maksud aku... apa kita nggak bisa kembali kayak biasa... nggak peduli sama omongan-omongan orang lain...."
"Keadaanya udah beda Dey..." kata Gito, ada senyum di bibirnya, namun kegetirannya mulai terasa, saat melihat ekspresi Dey.
"kamu udah nggak sayang lagi sama aku?" tanya Dey terdengar merengek.
Gito terdiam beberapa saat, ketenangan di wajahnya tampak beriak sedikit, sebelum ia kembali berusaha tersenyum. " Kamu harus sekolah," katanya, nampak sangat hati-hati memilih kata. " Selama kamu masih sekolah, ini akan terus jadi masalah"
"Oke, kalau gitu aku berhenti sekolah...." Kata Dey, memohon.
Gito menggeleng. " Sudah cukup, Dey" katanya. " Saya nggak bisa lagi membiarkan kamu berbuat bodoh hanya untuk bisa bersama saya.... seperti sengaja tinggal kelas, atau bolos sekolah.... saya nggak ingin kamu melakukan yang lebih dari itu yang pada akahirnya merugikan kamu sendiri..."
Dey terdiam
" Nggak ada cinta yang akhirnya menghancurkan satu sama lain, Dey..." Katanya. " Seharusnya kamu saat ini banyak bermain bersama teman-temanmu, bukanya berkeluh kesah karena memikirkan saya.... kamu pantas untuk mendapatkan lebih dari itu..."
Air mata Dey hampir menetes, ia menganggap itu seperti penolakan. setelah ini, malah semakin membuatnya bingung dan takut. Merasa bahwa ia telah kehilangan tumpuan hidupnya. ia terisak lagi.
"Jangan isi hari-hari kamu dengan beban yang belum saanya kamu pikul...." ujar Gito lagi " Saya baru sadar bahwa saya nggak bisa memaksa kamu menerima keadaan yang nggak bisa kamu hadapi dengan tetap bersama ya, kamu masih remaja."
Isakan Dey mulai terdengar, ia tertunduk, menjatuhkan smeua air matanya yang membanjir di pelupuk mata.
"Yang harus kamu lakukan sekarang adalah bersenang-senang, menikmati masa remaja kamu, karena itu hanya sekali seumur hidup," kata Gito lagi. " Karena saya nggak mau kamu meyesalinya suatu hari nanti ketika kamu sudah dewasa, kamu merasa kehilangan sesuatu yang nggak bisa kembali. Saat -saat seperti ini sangat penting dalam hidup kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess sleeping (FIONY CHK)
Фанфик[Romance classic story] Manakah yang harus Fiony pilih Sahabat atau Cinta? SLOW UPDATE