Kata mereka, kamu memang terlahir untuk menjadi dirimu, apa yang mau kamu perbaiki, takdir, hidup, atau masalalu.Tidak pernah ada kesempatan.
Dia akui itu, tidak ada yang bisa di rubah.
Namun, dalam hati kecilnya dia berdoa pada tuhan, jika saja mungkin, nanti saat dia dilahirkan kembali, dia ingin menjadi orang lain, bukan tak menyukai garis hidupnya saat ini, hanya saja terlalu rumit, terlalu sulit dan melelahkan.
Shani tidak pernah percaya akan harapan, baginya hidup memang seperti ini, doa, pada siapa?
Kita hanya memiliki diri kita sendiri.
Namun gadis itu, gadis cantik dengan gigi gingsulnya membuat ia berpikir akan harapan, harapan hidup yang selama ini hilang dari dirinya.
Seolah ia tidak lagi siap menunggu mati, seolah ia bahagia untuk menyambut datangnya esok hari.
Dia adalah Shania Gracia Harlan, Dokter muda yang baru ia temui beberapa hari lalu, seseorang yang kembali membuatnya percaya akan takdir, seseorang yang kembali memberikannya semangat untuk mau hidup, seseorang yang membuatnya untuk pertama kali takut pada kematian.
Dia, Gracia, seseorang yang Shani suka.
Namun pertanyaannya, bolehkah Shani menyukai dia?
Bolehkah Shani berharap padanya?
Bolehkah ia lancang untuk itu.
Hujan yang turun kali ini tidak membuat matanya ikut basah, hujan yang turun kali ini tak lagi memeluk ia dengan luka, hujan yang turun kali ini tidak lagi terasa dingin.
"Gracia" nama itu terus ia ucapkan sedari tadi, sosok yang tak mau hilang dari pikirannya.
"Cantik dan penuh pesona" satu juta kali, rasanya tidak akan cukup untuknya memuji sosok itu.
"Maaf karena lancang menaruh suka" namun terlalu mustahil.
Shani menutup mata sejenak, merasakan sesak di dada kirinya, kepalan tangan itu makin kuat seiring waktu, bayangan itu tidak pernah bisa ia hilangkan, setiap layar yang muncul menimbulkan rasa yang begitu menyakitkan.
Kapan, itu akan berhenti.
Harapannya, harus kembali ia kubur.
Tentang rasa, Juga Gracia.
Keduanya, tidak mungkin menjadi satu.
*******
.
.
.
.Katakan saja dia mulai gila sekarang, menyukai sosok yang tidak di perbolehkan namun ntah kenapa perasaan nya begitu nyata.
Tidak, Gracia katakan dia benar masih sangat normal, karena dia hanya jatuh cinta, hanya itu.
Tapi, apakah benar dia jatuh cinta atau penasaran saja.
Pada Shani.
Tok tok tok.
Ketukan di pintu yang ia lakukan sebanyak tiga kali, meski agak susah karena satu tangannya harus bisa seimbang memegang nampan berisi mangkuk sup yang masih lumayan panas.
Masih menunggu pintu di buka oleh pemilik rumah.
Cklek.
Akhirnya sang pemilik rumah membuka pintu juga.
Shani diam di tempat melihat ternyata Gracia lah yang datang, wanita itu berdiri di depan rumahnya, memakai celana legging hitam panjang, dengan Hoodie kebesaran yang hampir menutup tubuh mungil nya, udara dingin mungkin menjadi alasan dari pakaian yang ia pakai saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
"Xavier"
Fanfiction"ceritakan tentang masalalumu?" "apakah itu penting?" "Yah, aku ingin tau" "jika tidak bisa" "maka mungkin kita tidak akan berjalan jauh" "Baiklah seperti itu lebih baik"