Dua

634 57 2
                                        

"Udah jangan dilihatin mulu, nanti hati lo tambah sakit. Lebih baik lo habisin makanan lo, biar seenggaknya lo punya energi buat pura-pura gak terjadi apa-apa."

Perkataan Jaren rupanya mampu membuat Harsa tertawa.

"Udah biasa gue lihat mereka. Jadi buat gue itu bukan apa-apa. Karena gue tahu gimana dekatnya persahabatan mereka."

"Terbiasa bukan berarti hati lo gak ngerasa sakit kan?"

Harsa diam, karena apa yang Jaren tanyakan begitu tepat mengenai sasaran.

Ia bisa mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja ketika melihat bagaimana cara Marcel memperlakukan Renjani. Betapa lelaki itu sangat perduli dan menyayangi sahabatnya.

Dari cara Marcel menatap Renjani saja dapat Harsa rasakan perbedaannya. Ini hanya penilaian dari sisi Harsa. Namun, tatapan Marcel pada Renjani lebih lembut dan hangat daripada saat Marcel menatap Harsa.

Setiap melihat itu, jujur saja hati Harsa terluka. Melihat pacarnya lebih memperhatikan dan menghawatirkan orang lain membuat perasaan Harsa sesak.

Tidak ada orang yang akan baik-baik saja ketika melihat orang yang dicintainya lebih dekat dengan orang lain, bahkan jika itu sahabat dari kekasihnya sendiri.

Harsa sesekali ingin egois, ia ingin juga diperhatikan seperti bagaimana Marcel memperhatikan Renjani.

Jujur, Harsa iri ketika melihat bagaimana cara Marcel memperlakukan Renjani, ia juga ingin diperlakukan sama seperti yang Renjani dapatkan dari Marcel.

Kadang terlintas di benak Harsa jika yang dicintai oleh Marcel bukanlah dirinya, melainkan Renjani.

Namun, pemikiran itu ia buang jauh-jauh. Harsa selalu percaya bahwa marcel mencintainya. Karena kalau tidak, bagaimana mungkin lelaki itu mengajak dirinya untuk berkencan?

Lagi pula Marcel adalah cinta pertamanya saat menginjakkan kakinya di sekolah itu.

Harsa masih memegang rasa percayanya pada Marcel, setidaknya hingga saat ini.

Namun, jika apa yang ia duga ternyata benar. Harsa tidak tahu apa yang harus ia lakukan.

Harsa sendiri bingung. Mungkin ia akan meninggalkan Marcel dan akan menghindari lelaki itu.

Untuk selamanya.

"Terus menurut lo gue harus apa?"

"Tinggalin dia."

"Lo gila ya, Jar!" sentak Harsa sedikit keras karena ia tidak mau menjadi pusat perhatian penghuni kantin lain.

Harsa baru saja akan pergi sebelum akhirnya ditahan oleh Jaren.

"Oke, duduk dulu. Lo jangan marah gini dong," bujuk Jaren dengan senyuman manisnya.

Harfi duduk, tapi raut wajahnya masih terlihat kesal.

"Gue minta maaf kalau perkataan gue yang sebelumnya, gue gak bermaksud buat mencampuri urusan hubungan asmara lo, cuma gue gak mau aja ngelihat lo terus-terusan makan hati. Gue gak mau lihat lo sedih. Sebagai sahabat lo, gue mau lihat lo bahagia, gue mau lihat lo ceria kayak dulu. Sebelum lo kenal dia."

"Gue bahagia kok, Ren. Bahkan dengan adanya Marcel di sisi gue, hidup gue lebih berwarna. Gue emang kadang ngerasa sedih, tapi bukan berarti gue ngerasa sedih sepanjang waktu. Gue tahu lo khawatir sama gue dan gue amat sangat berterima kasih buat itu. Tapi berada di sisi Marcel memberikan rasa bahagia tersendiri buat gue. Hal yang gak bisa gue dapatkan dari orang lain."

"Apa, Sa? Hal apa yang gak bisa lo dapetin dari orang lain selain dia?"

Harsa mengalihkan pandangannya pada Marcel yang sedang tertawa lepas dengan Renjani.

"Merasa dicintai oleh orang yang gue cinta."

Meski terkadang itu masih terasa semu.

Jaren diam, ia tidak ingin membuat Harsa lebih terluka lagi. Terlebih kala ia melihat bagaimana binar mata Harsa saat ini.

Kadang Jaren pun dibuat bingung oleh tingkah Marcel. Dia yang meminta Harsa untuk menjadi pacarnya, tapi perhatiannya habis untuk sahabatnya sendiri.

Waktunya dia habiskan bersama Renjani yang notabenenya hanya seorang sahabat daripada Harsa yang jelas-jelas pacarnya.

Bahkan menurut pandangan Jaren, Harsa tidak lebih hanya dijadikan sebagai pelampiasan ketika mereka bertengkar.

Jadi, ketika Harsa mengatakan bahwa dirinya merasa dicintai oleh Marcel, Jaren merasa sedih. Terlebih saat melihat tatapan mata Harsa yang mencoba untuk terlihat baik-baik saja.

Rasanya Jaren ingin menjauhkan Harsa dari Marcel. Namun, Jaren tidak bisa.

"Ayo ke kelas." Jaren menarik pelan pergelangan tangan Jaren, membawa Harsa jauh dari tempat yang berisiko menyakiti hati pemuda itu.

Harsa yang juga mulai merasa tidak nyaman di tempat itu pun memilih untuk ikut saja ketika Jaren menarik tangannya.

Sedangkan di sisi lain Marcel hanya melihat kepergian Harsa tanpa ada niat untuk menyusul.

"Kenapa gak disamperin?" tanya Renjani pada Marcel.

"Gak perlu, udah ada Jaren."

"Kalian masih pacaran 'kan?"

Sesaat Marcel terdiam, sebelum akhirnya mengangguk.

"Lagi marahan?"

"Kamu gimana kondisinya, udah baikan? Masih pusing gak?" tanya Renjani mengalihkan pembicaraan.

Renjani menghela napas, ia tahu jika Marcel menatap sedang tidak ingin membahas urusan hubungan asmaranya, dan ia pun tak mau mencampuri urusan percintaan sahabatnya itu lebih jauh lagi. Jadi ia lebih memilih untuk menyudahi obrolan yang menyangkut Harsa.

"Ya aku udah mendingan, makasih ya udah jagain aku," jawab Renjani dengan senyuman manisnya.

Marcel ikut tersenyum, dengan lembut tangannya mengelus rambut Renjani.

"Iya, tapi kamu gak perlu berterima kasih sama aku, karena itu udah jadi tugas aku juga."

Bel masuk berbunyi, membuat obrolan mereka terhenti dan meninggalkan kantin.

TBC

30 July 23
Ry🤍

[NEVER] WINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang