Chapter 3

14 8 4
                                    

Cuaca hari ini cukup dingin di karena kan hujan yang terus turun beberapa hari terakhir. Dan hari ini kedua remaja itu masih harus menjalankan tugasnya memunguti sampah.

Riana hanya diam memperhatikan Yuvin. Bingung harus bersikap bagaimana.

"Eumm, Yuvin..." panggil nya membuat pemuda itu menoleh.

Duh kenapa jadi canggung seperti ini sih?

"Maaf, karena donat kamu jadi ketuker sama kue putu dan kue klepon punya ku kemarin." ucap Riana namun tidak mendapati jawaban ataupun sahutan dari pemuda itu.

Pemuda itu mengabaikan ucapan Riana dan kembali ke kegiatannya memungut sampah. Membuat gadis itu menghela nafas panjang.

Mereka berdua kembali larut dalam kegiatan masing-masing. Sampai saat netra Riana menangkap pergerakan Yuvin yang tengah mendongakkan kepalanya ke atas.

"Yuvin, kamu mimisan!" ucap Riana panik. Sedangkan pemuda itu terlihat biasa saja, malah Yuvin dengan santainya mengusap darah yang keluar dari hidung dengan punggung tangannya.

"Aduh, gimana nih aku gak punya tissue." ucap Riana sembari merogoh saku roknya dan tidak menemukan apapun.

"Kita ke UKS, ayo!" Riana langsung menarik lengan Yuvin untuk pergi dari tempat pemilahan sampah.

"Gue gak papa." ucap Yuvin namun tidak di hiraukan oleh Riana. Gadis itu masih terus menarik pemuda itu menuju UKS.

Yuvin terus mendongakan kepalanya ketika darah dari hidungnya keluar terus menerus. lorong sekolah yang awalnya sunyi menjadi bising kala derap langkah kaki keduanya semakin tergesa-gesa. Dan pada saat akan sampai ke ruang UKS-

Brugh.

"YUVIN!! JANGAN PINGSAN DULU DONG!"

"kamu berat tahu!"ujar Riana kesal karena Yuvin yang pisang lebih dulu.

.
.
.

"Dia baik-baik saja, kau tak usah khawatir." ucap penjaga UKS pada Riana sembari menyodorkan segelas air hangat pada gadis itu.

"Terimakasih." ucap Riana sembari menerima air hangat itu lalu menaruhnya diatas nakas.

"Tak usah di pikiran tentang hukuman kalian. Saya akan mengizinkan pada Bu Fera." ucap penjaga UKS itu sembari menepuk pundak Riana.

"Terimakasih banyak."

"Kalau begitu saya permisi." ucap penjaga itu lalu pergi meninggalkan ruangan UKS.

Gadis itu menundukkan kepalanya lalu kemudian beralih menatap pemuda yang tengah terbaring lemah. Mata pemuda itu perlahan terbuka dan membuat Riana sedikit terperanjat.

"Kamu gak papa kan? masih pusing gak?" tanya Riana, raut khawatir itu tercetak jelas di wajahnya.

"Gue gak papa." jawab Yuvin yang mencoba bangkit dari tidurnya.

"Kamu tiduran aja dulu." ucapnya sembari menahan pergerakan Yuvin.
Membuat rasa canggung menguar. Riana yang tersadar langsung beranjak kembali untuk duduk di tempat sebelumnya.

Sedangkan Yuvin, pemuda itu mendudukkan dirinya di ranjang.

Didalam ruangan itu hanya ada suara detik jarum jam.

Hening.

Keduanya larut dalam keheningan.

"Terimakasih."ucap Yuvin membuat gadis mendongak.

"Sama-sama."jawab Riana lalu tersenyum setelahnya.

Pemuda itu juga ikut tersenyum tipis. Beberapa hari bersama Riana nyatanya tidak terlalu buruk. Yuvin merasa masih ada orang yang memperhatikan dan peduli padanya. Meskipun itu hal kecil untuk orang lain, tapi sangat berarti untuk Yuvin.

.
.
.

Kedua remaja itu berjalan menuju gerbang sekolah. Sebenarnya Riana hanya mengikuti langkah kaki pemuda di depannya ini. Jujur ia sedikit khawatir dengan Yuvin, takut terjadi sesuatu pada pemuda itu lagi.

Hari semakin sore dan awan mendung masih setia menampakkan dirinya. Angin yang menerpa kulit semakin dingin. Riana semakin merapatkan jaketnya dan menyembunyikan telapak tangannya ke dalam saku jaketnya.

"Yuvin?" panggil Riana membuat pemuda itu berhenti dan kemudian menoleh.

"Apa?" tanya Yuvin datar.

"Kamu bawa jaket gak?" gadis itu malah balik melontarkan pertanyaan.

"Nggak." jawabnya acuh kemudian melanjutkan langkahnya.

Riana melepaskan jaket yang ia kenakan lalu menyampirkan pada punggung Yuvin. " Pakai ini, telinga kamu memerah." lanjutnya.

"Apaan sih? Gue gak kedinginan kok. Lo aja yang pakai sana." ucap Yuvin sembari ingin melepaskan jaket di punggungnya.

"Udah pakai aja, aku gak papa kok. Aku takut kamu mimisan terus pingsan lagi. Aku gak mau gendong kamu." jelas Riana kemudian menyampirkan kembali jaketnya pada tubuh Yuvin kemudian berjalan mendahului Yuvin.
Membuat pemuda itu terdiam.

"Aku antar kamu pulang ya? Aku bawa motor kok." oceh Riana, namun pemuda itu masih diam tak bergeming. Riana yang merasa tidak mendengar derap langkah kemudian menoleh ke belakang.

Bisa dilihat pemuda itu masih berdiri diam seperti anak hilang. Apa Yuvin akan pingsan kembali?

Si manis berbalik ke arah Yuvin dan menyeret pemuda itu untuk berjalan.
"Ayok, aku anterin kamu pulang."

"Gue bisa pulang sendiri." jawab Yuvin. Pemuda itu melepaskan tangan Riana di lengannya. lalu kembali berjalan acuh.

Riana yang melihat itu kemudian berlari dan menyeret Yuvin kembali, membuat pemuda itu mau tak mau ikut berlari juga.

"Aku anterin kamu pulang, kamu gak bawa motor kan."

"Terserah."



.
.
.



Next chapter?
👋👋👋






Like Water Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang