Bab 49 : Miss

63.3K 2.8K 357
                                    

Baru saja Navaro menyelesaikan kegiatan mandinya. Ia masih mengeringkan rambutnya kemudian membuka pintu kamar sebelah. Ia melihat Karina sudah tertidur pulas dengan selimut yang hampir menutupi seluruh tubuhnya. Pemuda itu lantas menutup pintu dan tak lupa mematikan lampu kamar.

Navaro baru merenungkan apa yang sudah ia lakukan terhadap Karina. Tidak seharusnya Navaro menjalin hubungan seperti ini, seharusnya ia bisa menjaga Karina dengan baik, tapi Navaro malah ke jalan yang bisa saja merusaknya.

Pemuda itu menyugar rambut ke belakang serta duduk di atas kasur dengan wajah yang cukup kusut.

"Sial, gue nggak bisa terus kayak gini. Gue juga harus kasih tahu ke Papa hubungan gue sama Karina."

Navaro sudah memikirkan hal ini sejak lama, dan akhirnya ia berniat untuk memberi tahu Malik saja sebelum Malik mengetahuinya dari orang lain. Navaro pun meraih ponselnya dan kebetulan sekali saat itu Malik menghubunginya.

"Navaro?"

"Iya, Pa. Ini Varo."

"Besok Papa pulang, mungkin pagi atau siang udah sampai. Kamu masih sama Karina?"

"I-iya, masih," jawab Navaro sedikit gugup.

"Kenapa gugup gitu jawabnya? Kalian...."

Sebelum Malik menyelesaikan perkataannya, Navaro lebih dahulu menyela dan memberitahukan hubungannya dengan Karina. "Aku mau bilang sesuatu sama Papa. Aku sama Karina...."

Terdengar helaan napas dari arah sana. Detak jantung Navaro mendadak berpacu cepat, lidahnya terasa kelu mendadak—tak bisa melanjutkan perkataannya.

"Sejak kapan?"

"..."

Hening. Tak ada jawaban dari Navaro.

"Sejak kapan kalian menjalin hubungan?"

Lama Navaro terdiam, memikirkan bahwa sepertinya Malik telah bersiap dan menduga bahwa hal ini akan terjadi. Ia menimang, apakah Malik akan marah jika ia tetap kekeuh bersama Karina? Ataukah Malik malah akan membiarkannya menjalin hubungan dengan Karina? Opsi kedua hampir kemustahilan, namun Navaro tidak akan tahu bagaimana akhirnya jika ia tidak segera mengungkapkan hubungannya.

"Baru beberapa hari," jawab Navaro singkat.

"Apa Edwin juga sudah tahu?"

"Entahlah, tapi sepertinya Om Edwin baik-ba..."

"Ke asrama atau nikahin Karina? Kamu hanya punya pilihan itu sekarang."

Kembali lagi, Malik kembali menyela ucapan Navaro. Navaro sangat terkejut, dua pilihan itu sangat memberatkannya. Jika pergi ke asrama, Navaro tak bisa berjauhan dengan Karina, dan Navaro sendiri takut jika Karina akan bosan dengan hubungan mereka lalu meminta untuk mengakhirinya saja. Namun jika Navaro memilih opsi kedua, Navaro tidak yakin apakah dirinya sudah siap untuk menjadi tulang punggung di saat ia masih bersekolah, mampukah ia menjadi imam yang baik juga untuk Karina?

"Pikirkan baik-baik sebelum memutuskan," ucap Malik lagi kemudian memutuskan sambungan telepon itu secara sepihak.


***


Karina memutuskan untuk kembali pindah ke rumahnya setelah Malik pulang. Malik menyapanya seperti biasa, tidak ada rasa canggung ataupun curiga. Berbeda dengan Navaro yang tadi mengeluarkan ekspresi aneh. Firasatnya mengatakan bahwa ada yang tak biasa dengan pemuda itu.

Gadis itu telah mengemasi barang-barangnya ke dalam lemari semula. Manik matanya mengedar memerhatikan seluruh kamarnya yang tidak ia huni selama beberapa hari. Ujian akhir telah berakhir, kini Karina dengan lega menghempaskan tubuhnya begitu saja di atas kasurnya.

Big Boy (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang