Fokus, Te!

17 3 15
                                    

"Sky, kita dah telat," protesku saat dia membelokkan mobil ke kedai kopi.

"Sekalian, lagian kamu datang bareng aku, jadi aman. Kita beli kopi dulu." Dia memarkir mobil dn keluar. "Kamu gak ikut?" Aku menggeleng. Dia kemudian menutup pintu.

Aku menatapnya yang memasuki kedai kopi, entah kenapa sekarang rasanya berbeda. Dulu, aku biasa saja di saat seperti ini. Dulu aku akan mengikutinya dan memesan sesukaku tanpa merasa jengah. Sungguh semuanya menadi berbeda setelah pernyataannya kemarin. Dan itu membuatku tak menyukai perasaan ini.

Lamunanku buyar saat dia keluar membawa dua gelas kopi, dan aku yakin salah satunya adalah latte. Dia menghampiri pintuku, aku menurunkan kaca dan mengambil kedua gelas kopi itu. Meletakkannya di tatakan tengah dan Kembali menutup kaca mobil. "Nanti bilang saja kita menemui klien," katanya enteng sambil menghidupkan mesin mobil.

"Klien mana dah," desisku.

"Kamu ini diajak bohong susah, ya." Dia menatapku yang menatapnya balik, tapi segera kualihkan mataku darinya.

"Ya lagian ngajakin, ngajakin bohong," sahutku,

"Diajak ke KUA kamu juga gak mau." Aku kembali menoleh dan melotot ke arahnya yang tertawa.

"Jangan pernah berani bercanda kaya gini di kantor," ancamku.

"Kenapa? Takut sama anak-anak?" Dia tak menoleh saat aku kembali menatap ke arahnya dengan kesal. "Semalam, aku pikir kamu akan menungguiku." Kata-katanya kembali membuatku tak percaya.

"Jangan berharap." Aku menatap jalanan yang biasanya kulalui dengan bahagia.

"Kenapa? Padahal aku tahu harapanku bisa kamu wujudkan," ujarnya membuatku sesak napas.

"Dari mana kamu menyimpulkan hal itu?" kejarku.

"Dari reaksimu sekarang." Jawaban yang tidak membantuku untuk tetap waras.

"Sky, jangan membuatku merasa jengah," pintaku. Dan dia tertawa sebagai jawaban dari permohonanku itu.

Aku membuka pintu mobil dengan kesal dan meninggalkannya. Tak peduli dengan teriakannya yang memanggilku berulang. "Kopimu." Dia mengangsurkan gelas kopi dan berjalan meminggalkanku. Sial, dia pintar sekali membuatku merasa bodoh. Sedetik lalu dia membuatku jengah, detik ini dia membuatku kesal. Laki-laki!

"Kamu bareng Sky?" Frida menginterogasiku dengan tangan di dada, persis polisi yang sedang menginterogasi tersangka.

"iya, tadi kebetulan ada janji untuk ketemu klien." Aku berbohong sama persis dengann instruksi Sky.

"Klien siapa?" Nah, tadi aku belum di-briefing tentang ini, lalu aku harus jawab apa?

"Pak Janu, beliau mendadak ingin konfirmasi soal kerjasama." Sky menyelematkanku dengan muncul tiba-tiba di belakang Frida.

"Oh." Frida berlalu tapi dengan tatapan tak percaya.

Aku berjalan tanpa mengucapkan terima kasih kepada laki-laki yang sudh membuatku berada di posisi sulit sekarang. Dan dia meraih tanganku dan mengenggamnya, membuatku membeku. Paru-paruku mendadak tak bisa bekerja sama dan oksigen tidak sampai ke otakku. Duniaku mendadak gelap.

"Te ...." Aku mendengar suara Sky saat Kembali mendapatkan kesadaranku. Aku merasakan embusan oksigen dari selang di hidungku. Dan suara laki-laki itu membuatku enggan membuka mata.

"Kamu apain dia sih?" Suara Diana terdengar.

"Gak aku apa-apainlah, orang tadi kami jalan Bersama dan dia tiba-tiba pingsan." Aku mendengar Sky menjawab dengan tegas. Bagus dia tidak mengaku sudah membuatku pingsan.

"Kita ada meeting jam tiga, sama anak lain, dan seharusnya Tea yang mempresentasikannya." Diana kemudian membuatku ingat bahwa hari ini ada pitching dengan klien.

"File-nya sudah ada di flasdisk-ku. Ambil saja, dan kalian presentasi bertiga. Aku akan membawanya ke rumah sakit jika tak segera siuman. Aku takut asmanya kambuh."

"Oke." Aku mendengar Langkah kaki menjauh.

"Bangun, Te. Aku tahu kamu sudah siuman." Sial!

I COFFEE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang