"Tangkap manusia hina itu." Perintah Stephan tanpa melihat.
"Nak, katakan sesuatu." Desak Selene sambil mengusap pipi Anaknya. Begitu juga dengan Stephan yang ikut bersimpuh agar sejajar dengan putranya.
Dave tak menjawab. Pandangan tertuju pada seorang pria bertubuh gempal, lalu dia berbisik pada ibunya. "Tolong berikan sedikit bantuan kepada pak fern, dia disana memakai baju coklat tua. Nanti akan saya ceritakan. Tolong kirimkan dokter, istrinya sakit parah. Dan mereka tidak bisa membeli obat karena terlalu mahal." Ucap Dave panjang lebar.
Selene berbisik pada suaminya. Dia melihat sekeliling, ternyata para warga sudah berkerumun. Bahkan terdengar bisik-bisik.
Jadi anak pembawa sial itu seorang pangeran? Kerajaan Agily? Aku sangat bersyukur tidak pernah memukulnya, kalian yang sering menyiksa nya seharusnya takut. Lihat raut raja dan ratu kerajaan Agily itu. Mereka seperti akan memakan hidup-hidup orang yang menyiksa anaknya.
Stephan menggendong putranya. Lalu menaiki kereta kuda dan kembali ke penginapan.
Didalam kereta kuda, Dave tak berani menatap orang tuanya. Dia takut mengatakan hal yang sejujurnya. Dia berniat tak menceritakan masa lalu yang kelam itu.
"Nak." Panggil Stephan lembut. "Maafkan kami, terlambat menyelamatkan mu tadi."
"Maafkan saya, saya sangat lemah sampai membuat ayah dan ibu khawatir. Maafkan saya."
Kenapa putranya malah memikirkan orang lain padahal dia jauh lebih terluka. "Kau tak perlu minta maaf, nak. Kau tak melawan karena mereka rakyat biasa kan?" Tanya Selene. Seberani apapun Dave, dia hanyalah anak berusia lima tahun. Pasti berat, walaupun kemarin dia menebas para penyusup dengan mudah, kali ini berbeda karena penjual roti itu hanya rakyat biasa yang tak bisa melawan. Begitu pikir Dave.
Berbeda dengan Stephan yang sedang berpikir hukuman apa yang akan dia berikan kepada bedebah itu.
Selene tiba-tiba menangis. Dave yang bingung menyeka air mata ibunya. "Kenapa ibu menangis?" Tanya Dave sambil memiringkan kepalanya.
"Ah, anak ibu yang menggemaskan. Ibu sangat takut, takut kehilangan anak ibu lagi." Ucap selene. Tangannya gemetar, tak terbayangkan jika penjual roti itu benar-benar memotong leher anaknya dengan pisau murahan itu. Sepertinya dia akan membakar seluruh desa.
Dave memeluk ibunya. "Tak apa ibu, saya baik-baik saja sekarang. Ibu tak boleh menangis lagi." Dave menenangkan ibunya dengan menepuk-nepuk punggungnya.
Stephan tersenyum. Sebaiknya dia bakar hidup-hidup saja bedebah itu. Begitulah rencananya.
"Uhhh ibu sudah tidak sedih. Bagaimana mungkin ibu sedih karna ada Dave disini." Selene menggosokkan pipinya pada pipi Dave.
.
.Selene dan Dave kini berada di kamar Dave untuk bersih-bersih. Mana tau ada luka terselip karena bedeb*h itu.
Sedangkan Stephan sedang bersama dengan Arke.
"Cari tahu semua, orang-orang yang pernah menyiksa anak ku. Bawa kesini baik dalam keadaan hidup atau mati." Perintah nya dengan wajah serius.
"Baik yang mulia." Jawab arke. "Saya tak mengira, pangeran bisa seteguh itu atas perilaku tak manusiawi para penduduk. Kenapa anda harus ikut campur tangan. Saya bisa menghabisi mereka dalam sekali tebas." Celoteh Arke geram.
"Bawa saja kemari. Kita bereskan masalah nya hari ini dan segera lanjutkan perjalanan." Ucap Stephan. "Dan, bawa juga seorang penduduk bernama Fern. Perlakukan dia dengan baik, dia satu-satunya orang yang membantu pangeran."
Arke mengangguk. Lalu segera membawa beberapa pengawal itu mencari tahu siapa yang harus diseret kehadapan yang mulia raja.
"Maaf, saya tidak merasa pernah melukai pangeran. Maafkan saya, istri saya sakit. Jika saya tak ada, bagaimana dengan istri saya. Tolong, maafkan saya." Ucap Fern saat pengawal mendatangi rumahnya. Dia sangat ketakutan sampai berlutut, memohon ampun.
"Bangunlah, aku tak berniat membunuhmu. Ikutlah dengan kami sebentar. Yang mulia ingin bertemu dengan mu. Soal istrimu, dokter ini akan menjaganya." Arke telah lebih dlu menyiapkan dokter, kebetulan dokternya adalah wanita. Jadi Fern tak oerlu khawatir pada istrinya saat dia sedang pergi menghadap yang mulia raja.
Sekitar 20 orang diketahui sering menyiksa Dave tanpa sebab yang jelas. Mereka semua berkumpul di depan Stephan dan Selene. Dave sedang tidur, mungkin dia lelah
Selene berapi-api. Jadi sebanyak ini orang yang semena-mena pada anaknya, pemimpin selanjutnya kerajaan Agily.
"Aku dengar, anak ku mencuri. Apa benar anak ku mencuri? Sebanyak apa yang bisa dicuri anak sekecil itu." Bentak Stephan.
"Katakan sebanyak apa, pangeran mencuri dari kalian. Aku akan melunasinya." Ucap Selene tak kalah geram.
Seorang wanita dengan rambut coklat dan memakai celemek mengangkat suara. "Dia, ma-maksud saya pangeran sering mencuri buah dagangan saya, yang mulia."
"Pangeran juga mengambil roti dagangan saya." Sahut yang lain.
"Ya, ya. Pangeran memang seperti itu." Ucap mereka bersahut-sahutan.
Arke mengarahkan pedang nya. "Beraninya kalian berbohong di depan raja. Kalian sudah tidak ingin melihat matahari terbit besok hari ternyata."
Selene melemparkan sekantong keping emas. Mungkin sebanyak 500 tera, cukup untuk membeli sebuah rumah di ibu kota.
Para manusia rakus itu langsung berebut dan tanpa tahu malu. Sampai Fern memberanikan diri berbicara.
"Maaf yang mulia, menurut sepengetahuan saya. Pangeran tak pernah mencuri, apalagi mengambil barang yang bukan miliknya. Maaf atas kelancangan saya karna tidak tahu, tapi saya pernah memperkerjakan yang mulia pangeran." Jelas Fern. "Pangeran tidak pernah menerima sesuatu tanpa berusaha. Apalagi mencuri, itu tidak mungkin. Saya tidak berkata demikian untuk menjilat, yang mulia. Maafkan kelancangan saya."
"Tentu saja, mana mungkin anak ku yang lucu mencuri. Kalian, beraninya berbohong dan menghina putra mahkota kerajaan Agily." Ketus Selene. "Orang serakah seperti kalian, bahkan tak mau meminta maaf sampai akhir."
Stephan memberi kode pada Arke. Arke tanpa ba-bi-bu langsung mengarah pengawal untuk menyeret semua orang. Kecuali Fern.
"Aku tak peduli tentang mu, tapi putra kami merasa berhutang budi dan ingin membalas kebaikanmu. Mintalah apapun, aku akan mengabulkannya." Tegas Stephan.
"Saya benar-benar bersyukur karena tak dihukum karena telah memperkerjakan putra mahkota. Saya cukup dengan semua ini, yang mulia." Ucap Fern sambil berlutut.
"Bangunlah, anakku bisa mengira kami sangat kejam jika melihatmu berlutut begitu." Ucap Selene.
"Maafkan saya, yang mulia." Fern segera berdiri walau agak susah karena tubuhnya gempal.
Krek. Tiba-tiba Kepala Dave yang kecil muncul dari belakang pintu. "Ayah, ibu." Panggilnya lalu masuk kedalam.
"Paman Fern, apa kabar anda. Terimakasih telah membantu saya dulu, padahal semua orang tak suka dengan saya, tapi anda malah selalu membantu. Mereka ayah dan ibu saya, mereka sangat baik, bukan?" Tanya Dave sambil tersenyum lebar.
"Maafkan saya, yang mulia." Ucap Fern sambil menunduk.
"Tak perlu meminta maaf, aku memberimu hadiah dan itu sudah kukirim ke rumahmu. Dokter yang tadi bersama istrimu telah ku pekerjakan sampai istrimu sembuh. Kembalilah kerumah mu, pasti istrimu cemas." Stephan dan Selene mengangguk bersamaan saat Fern memberi salam.
"Yang mulia pangeran. Terimakasih atas balas budi anda yang sangat berharga atas kebaikan saya yang sedikit."
Fern pun kembali kerumahnya.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Time Won't Fly : The Place We Can't Be Found [END]
Historical FictionCerita romance historical sederhana yang memiliki alur cerita ringan. Bisa dibaca tanpa emosi dan tidak melelahkan pikiran. Semuanya berjalan sesuai ekspektasi, tebakan dan harapan pembaca. Tidak ada tokoh antagonist yang berarti, tanpa teka-teki da...