Bab 40

43.2K 3.4K 156
                                    

Vote dulu sebelum baca, tandain typo!!!

Happy Reading
.
.
.

Tidak terasa dua bulan telah berlalu sejak kejadian menegangkan hari itu. Selama itu pula, Luxio tidak pernah sekalipun meninggalkan rumah sakit. Pria itu lebih memilih mengerjakan pekerjaan kantornya di sana. Menghabiskan waktunya untuk menemani istri dan buah hatinya.

Luxio sangat bersyukur, karena ayahnya sangat mengerti keadaannya dan bersedia menolongnya dengan sedikit membantu mengurus perusahaannya.

Setiap harinya, Luxio selalu datang untuk memantau perkembangan putra kecilnya yang telah melewati masa kritis dan menunjukkan perkembangan yang pesat.

Tubuh yang dulunya sangat lemah dan ringkih, kini sudah mulai memiliki bobot yang cukup baik, dengan dokter Angela yang selalu memantau perkembangan dan berat badannya.

Setiap memasuki ruangan NICU, Luxio selalu tersenyum melihat buah hatinya. Meskipun pria itu tengah bersedih dan terluka, Luxio tidak ingin menunjukkan sisi lemahnya di hadapan putra kecilnya.

Luxio hanya ingin putra kecilnya tahu bahwa baik dia maupun Jeanna sangat menyayanginya. Beberapa kali Luxio mengecup kepala putranya sebagai bentuk rasa syukur karena putra bungsunya berhasil bertahan hidup.

Bahkan putra kecilnya kini tumbuh menjadi bayi yang sehat dan sangat menggemaskan, seperti bayi pada umumnya. Luxio juga selalu menyapa putranya dengan penuh kasih saat pria itu mengunjungi ruang NICU.

"Selamat sore, prince nya daddy. Apa kabar sayang?"

Luxio selalu mengucapkan kalimat tersebut ketika mengunjungi putranya, agar anaknya tau jika Luxio sangat menyayanginya dan mengharapkan kesembuhannya.

"Baby sangat senang ya, daddy datang. Sorry boy, mommy masih belum bisa menjengukmu dan kau harus meminum asi dari bank susu dulu. Daddy janji, akan membawa mommy untuk menemuimu nanti."

Air matanya kembali turun membasahi pipinya saat Luxio mengucapkan hal itu. Luxio masih bersedih karena sampai saat ini Jeanna masih enggan untuk membuka matanya.

Wanita itu masih belum menunjukkan tanda-tanda akan terbangun dari tidur panjangnya.

Luxio dengan cepat menghapus air matanya, berusaha menyembunyikan tangisnya karena  Luxio tidak ingin putranya tahu jika dia tengah bersedih.

Tangannya masuk pada lubang inkubator dan mengelus tangan kecil putranya dengan lembut. Alat-alat medis yang dulu menempel di tubuh putranya kini mulai berkurang sedikit demi sedikit. Hanya tersisa beberapa alat medis yang digunakan putranya untuk bertahan hidup.

"Sus, saya ingin menggendongnya." Pinta Luxio pada salah satu perawat yang menemaninya.

Dengan hati-hati Luxio menerima putranya dari gendongan perawat. Dia timang-timang anaknya, memeluk dan mengelus punggung kecilnya dengan lembut.

Luxio duduk di sofa yang tidak jauh dari inkubator sang anak, lalu perawat memberikannya selimut untuk menutupi tubuh putra kecilnya agar tubuhnya tetap dalam kondisi hangat.

Mata itu sedikit terbuka, memperlihatkan iris abu-abu yang sama dengannya. Benar-benar duplikat seorang Luxio.

"Kau tampan sekali, boy. Sepertinya kau sangat senang daddy gendong seperti ini."

Mendengar ucapan daddy nya, bayi mungil itu tersenyum dan menggerakkan anggota tubuhnya dengan perlahan, menyamankan tubuhnya dalam dekapan sang daddy.

Luxio memandangi wajah putra kecilnya dalam diam. Seminggu setelah kematian putri sulungnya, pihak keluarga menyarankan agar langsung mengkremasi putrinya. Mereka tidak bisa menunggu kehadiran Jeanna terlalu lama. Dengan berat hati Luxio menyetujui saran yang di berikan padanya dari keluarga kedua belah pihak.

Become A Mother My Son [RE-UPLOAD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang