"Latihan hari ini cukup disini, yang mulia." Ujar Arke, kepala prajurit sekaligus guru berpedang Dave.
"Terimakasih, guru." Ucap Dave sopan. Ini tahun ke empat sejak dia kembali ke istana, umurnya sekarang sembilan tahun.
Diumurnya yang masih muda, Dave sudah mulai belajar menggunakan aura pedang untuk menjadi swordmaster. Arke yang menjadi pelatih pedang Dave awalnya menolak karena dihari pertama latihan, Dave menunjukkan kemampuan yang tidak mungkin dimiliki anak berusia lima tahun. Sangat mengejutkan, bahkan seharusnya Dave sudah mendapatkan pelatihan setara prajurit istana. Tapi, Dave malah bersikeras untuk menerima pelatihan. Karena bagaimanapun dia merasa staminanya sangat lemah.
Di istana juga banyak yang terjadi. Banyak hal tak terduga yang terjadi, tentu saja ulah para selir. Mulai dari rajin mengirimkan pembunuh bayaran, mengganggu Dave yang sedang belajar atau kunjungan desa. Para selir yang dengan gila-gilaan mendidik anaknya dengan keras agar membuat raja terkesan tetap tak mendapatkan sedikitpun perhatian raja.
Kebetulan, hari ini Dave akan mengikuti ratu Selene ke panti asuhan. Panti asuhan leopard ini dibangun dari uang pribadi ratu. Selene sangat menyayangkan anak-anak yang hidup luntang lantung sendirian tanpa memiliki tujuan. Kebanyakan panti asuhan sangat sesak, bahkan ada yang tak menerima anak-anak lagi karena kekurangan biaya ataupun tempat yang tak memadai.
Selene dan Dave telah bersiap, dan akan menaiki kereta kuda.
"Nak, kau tampak menawan. Ibu jadi takut kau akan dikerumuni para gadis. Padahal kita sudah berpakaian sederhana, tapi ketampanan mu bahkan tak bisa di tutupi dengan baju jubah." Puji Selene pada anaknya.
"Tentu saja. Aku mewarisi ketampanan ini dari ibu. Lihat saja kecantikan yang jarang ditemukan itu." Ujar Dave menggoda ibunya.
Selene tersipu malu. "Jangan jadi seperti ayahmu yang hobby menggoda wanita." Celetuk Selene lagi. "Ternyata anak ibu sudah dewasa. Padahal ibu masih ingin melihat mu menangis karena ingin ditemani tidur." Ujarnya dengan sedig sambil memegang dagu.
Wajah Dave memerah. "Ibu!? Kapan aku seperti itu." Sanggah Dave lalu memalingka wajahnya.
"Lihat kita telah tiba." Ujar selene sambil menunjuk keluar.
Dave melihat sekeliling dan menyerngitkan dahinya. "Ini terlalu sunyi. Kenapa tempat yang seharus nya di penuhi tawa anak-anak malah seperti tak berpenghuni?"
Hari ini mereka datang tanpa memberi tahu. Selene bermaksud untuk memberikan kejutan pada anak-anak itu. Mereka pasti menunggu Selene karena biasanya selene berkunjung dua minggu sekali dan membawa sesuatu. Baik itu berupa pakaian atau mainan.
Selene dan anaknya memutuskan untuk masuk kedalam. Panti asuhan leopard yang luas terlihat bersih, bahkan sangat bersih. Namun, seperti ada yang mengganjal.
Baru beberapa langkah Dave berjalan, pemandangan yang dia lihat sangat memilukan. "Astaga, apa yang sebenarnya terjadi." Dave segera memisahkan beberapa anak yang berkelahi karena memperebutkan sepotong roti keras yang bahkan tak layak di sebut makanan.
"Kenapa kalian memperebutkan hal semacam ini? Tidak kah kalian mendapatkan makanan yang layak?" Tanya Selene bingung. Padahal anggaran yang di berikan istana pasti lebih dari cukup untuk membeli makanan, bahkan pakaian.
Dahi nya berkerut. "Cari pengurus panti. Bawa dia ke hadapan ku sekarang." Titah Selene sambil mengepalkan tangannya.
Selene khawatir. Melihat kejadian seperti ini mungkin akan mengingatkan putranya pada hal yang tidak ingin dia ingat.
Tapi, mungkin hanya selene yang berpikir terlalu banyak. Dave tampak baik-baik saja.
"Ibu, sepertinya pengurus panti terlihat tidak baik-baik saja. Keadaanya tak lebih baik dari keadaan anak-anak." Ujar Dave iba melihat kepala panti yang terdapat memar dan luka di wajahnya. Jalannya bahkan sempoyongan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Time Won't Fly : The Place We Can't Be Found [END]
Historical FictionCerita romance historical sederhana yang memiliki alur cerita ringan. Bisa dibaca tanpa emosi dan tidak melelahkan pikiran. Semuanya berjalan sesuai ekspektasi, tebakan dan harapan pembaca. Tidak ada tokoh antagonist yang berarti, tanpa teka-teki da...