BAB III

208 14 13
                                    

Glenn yang baru saja hendak meraih gagang pintu sebuah ruang perawatan di lantai tiga terpaksa mengurunkan niatnya kala indra pendengarnya menangkap suara ribut di lobby yang masih aman tentram damai nan sehat sentosa saat dia lewati beberapa menit yang lalu. Nggak terlalu jelas memang, tapi pemuda pirang itu yakin kalau pendengarannya belum mengalami degadrasi sehingga apa yang dia tangkap bukanlah suatu kesalahan meski ada keanehan. Yup, aneh gitu. Tadi lobby masih fine-fine aja waktu dia melenggang, nah pasalnya kini dia sayup-sayup mendengar orang-orang saling berteriak, heboh dan sedikit terselip nada ketakutan di sana. Parahnya, diantara mereka terdengar pula suara bapak-bapak yang sangat familiar dengan pendengarannya tengah berseru panik.

Ini sungguh merupakan indikasi something nggak beres di sana.

“Cih! Kenapa di saat seperti ini...?!” gerutu pemuda itu kesal. Sepasang manik peraknya memicing, memindai keadaan lorong rumah sakit yang tumben-tumbennya sepi macam kuburan hijrah tempat. Sama sekali tidak ada manusia berlalu-lalang. Dan yang lebih penting sekarang, poin keanehan bertambah satu. Dengan sangat tak biasanya, indra kebanggaannya yang mampu mendengar dengan presisi kejadian dalam radius 100 meter itu tak mendapati suatu suara apa pun sekarang setelah keributan sempat menjelma. Aneh bukan? Seolah diamnya mereka terpaksa, seolah keheningan yang membekap ini rekayasa. “Pasti telah terjadi sesuatu!” serunya kesal seraya memutar badan dan berlari menuju titik keanehan.

Orbs tajam Glenn sedikit mendelik kala mendapati angka di lift yang akan dia tumpangi tak kunjung bergerak. Dia sudah menekan tombol penunjuk ‘turun’ di muka pintu lift, namun seven segment yang terpampang di atas tombol hanya bergeming tanpa mau bepindah tunjukkan angka yang lain.

Satu hal merasuk otak brilliant Glenn saat ini. Seseorang telah menyabotase lift.

“Oh. Shit!” umpat Glenn yang merasa dipermainkan dan segera putar haluan menuju tangga di ujung depan sana. Jika sampai seseorang berhasil merebut sistem lift rumah sakit ini… sesuatu yang memang benar-benar tak biasa tengah terjadi. Mereka… kedatangan tamu.

Disibukkan dengan pemikirannya sendiri, disibukkan dengan kegiatan berlari yang tengah dia lakukan kini, Glenn melewatkan dua sosok menapaki muka lift tempat dia berdiri tadi.

Dua sosok berbalut setelan suit mewah hitam kelam.

@@@

Seorang pemuda berdiri di samping ranjang dalam diam. Dia sedekapkan tangannya dalam diam. Dia tatap sesosok pucat yang tengah terbujur kaku tak sadarkan diri dengan hidup terpasang inhalator, penuh kalkulatif dan pemikiran. Mata hitam kebiruannya menyalang, dalam. Dan tatapannya yang seolah murka, seolah tak suka, seolah kecewa... membuat kedua orang di hadapannya tak berani angkat bicara. Mereka ketakutan.

Meski mereka mau, meski mereka ingin berontak, atau meski mereka sejujurnya mampu melakukan sesuatu... mereka hanya diam melihat pemuda yang sedang bersilang tangan di hadapan mereka. Ya, dua sosok berjaket itu hanya bisa terdiam. Diam seribu bahasa. Diam dalam posisi yang sama. Diam hingga ada keajaiban yang mampu mengusik suasana.

Tuhan, aura dari pemuda yang memang jauh lebih muda dan sangat lebih muda dari mereka yang kini merubah posisi dan berdiri dengan kedua tangan masuk ke dalam saku sudah cukup membuat mereka kehilangan nyali, kehilangan jati diri, bahkan kehilangan... kata hati.

Oh, aura simpel namun hitam nan garang dari anak itu berkata, kau-gerakkan-tubuhmu-maka-nyawamu-melayang. Dan dari aura itu, mereka tau jika sang pemuda tak main-main. Mereka menyadari ini dengan sangat jelas. Apalagi dibubuhi dengan postur, kontur dan struktur ekspresinya yang.... berbahaya. Ah, singkatnya, pemuda itu kini menunjukkan betapa dia... Mengerikan.

Well... tanpa harus mendapati aura hitam yang tengah terbentuk kini, sejujurnya mereka sudah mengerti lelaki yang lebih muda dari mereka itu betul adanya jika memang mengerikan. Oke, betapa mungkin pemuda itu bisa dikata tak mengerikan jika dengan mudahnya dia melumpuhkan lima penjaga yang mengurung mereka dalam sekali gerak? Betapa dia tak mengerikan jika dia menundukkan polisi-polisi berkelas tanpa sedikit pun berkeringat? Oh. Apa yang sudah dia tunjukkan pada mereka sudah membuat mereka mengurungkan niat untuk melakukan sesuatu padanya. Apalagi setelah melihat wajah lelaki itu dari dekat. Mereka hanya dapat membatu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 14, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dagger & AsteriskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang