Terungkap?

1K 109 6
                                    

Sejak kejadian aneh itu secara beruntun menimpa Vale, daya tahan tubuh anak itu pun jadi menurun. Terlalu lelah sedikit saja, tubuhnya demam. Terlalu sering keluar malam pun sama. Hal itu yang membuat Varo lebih protektif terhadap kakaknya.

"Pake jaket kak" ujarnya ketika Vale menghampirinya yang sedang duduk di halaman belakang rumah. Melihat kolam ikan kecil yang belum lama dibuat beberapa tukang dengan bantuan Pak Rudi.

"Nggak dingin"

"Ah ngeyel banget lo. Rese" ia beranjak pergi ke dalam rumah, meninggalkan Vale sendirian disana yang sedang asyik melihat ikan. Tak lama, terdengar langkah kaki mendekat. Itu Varo yang menghampirinya dengan menenteng satu hoodie di tangan kanannya.

"Nih pake aja punya gue, ini yang paling deket. Di kursi depan" ia memberikan hoodie itu asal, dengan menjatuhkannya begitu saja di kepala Vale. Kemudian duduk di samping kakaknya itu

"Ih, gak jelas lo. Rambut gue nih nanti kusut"

"Elah, tinggal di sisir. Udah buruan pake, nanti meriang lo nggak bisa tidur yang dibangunin tetep gue"

Vale menurut, memakai hoodie Varo yang sebenarnya sizenya sedikit terlalu besar. Setelah bersusah payah mengenakan hoodie —karena badannya sudah linu pertanda akan demam, ia semakin merapatkan duduknya dengan Varo. Menyandarkan kepalanya pada pundak kekar sang adik.

"Lo udah denger omongan Raka?" Dan Varo hanya menggumam sebagai jawaban.

"Gue beneran kepikiran. Omongannya dia make sense semua dek. Apa bener ya, orang yang iri sama ayah itu orang tuanya si Celli?"

"Nggak tau, gue juga bingung. Tapi logika gue emang ngarah ke dia sih kak"

"Hmm.. Tapi abang seolah nggak percaya"

"Iya, gue sempet hampir berantem sama dia di sekolah pas lo nggak masuk" Vale dengan spontan menegakkan duduknya. Menatap penuh tanya pada sang adik.

"Serius. Gue sampe cabut, kesel banget. Dia belain terus itu cewek"

"Anak - anak gak ada yang bilang ke gue masalah ini.."

"Mana tega mereka ngomong ke elo, kak. Orang lo aja baru mendingan kan. Not fully recovered. Mereka mau mastiin dulu juga sih, makanya nggak ngomong - ngomong yang ribut digembar gembor ke elo" Vale kembali bersandar pada sang adik. Memejamkan matanya, tubuhnya mulai merasa lemas.

"Kak, pindah ke kamar aja yuk. Udah loyo tuh. Gue bantuin sini" Varo kemudian membantu Vale berdiri, memapahnya hingga sampai di tangga mereka berpapasan dengan Vano yang baru saja mereka lihat seharian ini.

"Abis darimana bang? Tumben baru nongol. Baru liat juga gue seharian ini" tanya Vale

"Abis main. Gue duluan dek" Vano kemudian melanjutkan langkahnya menuju kamarnya sendiri, sedangkan kedua adiknya menatap kepergian sang kakak dengan heran.

"Ketus amat anjing. Biasa aja kenapa sih?!" ucap Varo kesal

"Heh! Abang lo bego!" Varo tak peduli. Ia kembali melanjutkan langkahnya untuk memapah Vale, membawanya ke kamar untuk beristirahat.

.

Karena tak jadi pergi ke Bandung, eyang memutuskan untuk mengunjungi sendiri cucu - cucu tersayangnya itu. Dalam dua minggu, katanya. Vale sih senang - senang saja. Ia jadi tak perlu jauh - jauh pergi ke Bandung.

"Dimakan yang bener kak sarapannya. Mau ayah suapin?" ujar Martin pada Vale yang terkesan ogah - ogahan dalam menghabiskan sarapannya pagi ini.

"Udah kenyang yah"

"Kenyang gimana. Baru beberapa sendok itu kamu makannya, kurusan loh kamu ini kak"

"Nggak juga deh. Sama aja kok kayak sebelum - sebelumnya"

Triple TroubleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang