H-1 Ujian Kopetensi Eksternal

30 4 0
                                    

"Mungkin bukan sekarang waktunya, mungkin lain kali dan mungkin nanti tuhan ngasih lo bahagia bukan cuma sehari, tapi lebih dari itu. Biarin waktu nuntun lo, walaupun entah kapan, percaya aja, bahagia itu ada, dia lagi nunggu momen yang tepat buat hadir supaya lo senyum lagi"

~Hasbi cirebon~




🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀









Malam yang sunyi, cahaya lampu luar kamar terlihat remang-remang. Pandangan menerobos ke arah jendela. Dunia luar yang bebas, gelap hanya dihiasi cahaya lampu, senyap, seram dan menakutkan. Terduduk sambil memegang sebuah tali. Tali yang tak sengaja ditinggalkan seorang petugas medis. Semakin mengeratkan genggaman, rasanya semakin sakit.

"Saya ingatkan, jangan pernah kembali kerumah. Ini adalah rumahmu, tidak pantas orang seperti kamu bebas. Malu, tertawa sepanjang jalan sambil diolok-olok orang." Suaranya menggema, ia menengok ke segala arah namun tak ada orang.

Berjalan mendekati sebuah lemari kecil. Mencoba mendorong, mendobrak, mengangkat dan menendangnya. Tak ada pergerakan dari benda. Ia frustasi, melempar asal obat yang terletak di atas lemari. Gadis menjambak rambutnya, ia menangis tanpa suara.

Kembali berjalan lesu menuju kasur. Mengambil tali mengikat dari jendela satu ke jendela sebrang. Kemudian mencoba menariknya, namun ikatan tak erat berhasil membuat tali kembali mengendor dan terjatuh. Ia menaiki kasur berjinjit perlahan, melihat ke luar lewat jendela. Balok kayu besar tergeletak disana. Seseorang mengambilnya meletakkan kayu itu di dekat jendela. Orang itu juga membuka jendela, meletakkan kayu itu ke dalam kamar. Ia tersenyum, lalu gadis membalasnya dengan malu-malu.

Selagi gadis itu tersipu malu, seseorang berlari menjauh meninggalkan gadis yang menahan senyumannya.

Tersadar, gadis menahan rasa marahnya. Segera ia mengangkat kayu dari jendela satu ke lainnya. Mengikat tali dengan sangat erat di dekat kasur. Menaiki kasur, berjinjit untuk sampai pada sebuah tali. Sebuah air mata tak sadar menetes di selingi darah yang keluar dari hidungnya. Gadis mimisan, ia memejamkan mata menggantungkan diri pada sebuah tali.

Bunuh diri!!

Ruangan bercat putih, bau melati menyengat kamar bertuliskan 013 terekam pada memori. Semakin lama rasanya semakin sesak. Sosok gadis menggantungkan dirinya, seolah hidup adalah kutukan.

Mendekat, ia melihat wajahnya sekilas. Familiar, namun seolah lupa. Semakin diingat semakin sakit kepalanya. Ia mulai mengingatnya samar-samar. Makin jelas ingatan, semakin nyaring bunyi sebuah suara yang berdering.

Drett... drett.... Kriingg!!

Sebuah alarm berbunyi sangat keras. Pukul 06.25, Zia membuka kedua kelopak mata. Ia duduk, dengan keringat bercucuran membasahi wajah, bibir terlihat pucat dan degup jantung yang berdebar sangat cepat. Gadis menarik napas lalu menghembuskan dengan perlahan, menengok sekeliling. Kamar bercat biru dihiasi bintang-bintang berwarna putih yang menghiasi, buku catatan kecil yang tergeletak tak jauh dari tempat tidur dan beberapa barang lainnya. Ia tersadar bawah semua itu hanyalah sebuah mimpi.

"Mimpi yang terasa sangat nyata"

Zia mematikan alarm nya, mencoba menutup kedua mata, berharap bisa mengetahui siapa sosok gadis bunuh diri serta laki-laki yang membantunya. Dengan napas teratur dan mata yang menutup, degup jantung yang masih berdebar kencang. Gadis tidak benar-benar tertidur, ia hanya memejamkan mata. Kemudian sebuah suara memanggil namanya.

"Kezia Graciela, bangun. Ini sudah jam delapan, kamu telat berangkat sekolah!" teriak perempatan berumur 40 tahun.

Buru-buru gadis membuka mata dan duduk. Ia berdiri dan membereskan tempat tidur secepat kilat. Dengan kepanikannya, Zia berlari ke kamar mandi. Dengan sangat cepat dan terburu, ia melakukan aktivitas pagi seperti, mandi, skincarean, make up serta menata rambutnya.

ANYELIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang