Istana Giok, Langit.
Dari kejauhan, ujung kastil dari Istana Giok mulai nampak. Setelah menerjang Laut Awan yang gelap dan penuh badai angin, Hei Suzhen berhasil melewati malapetaka itu menggunakan Sayap Sihir yang diberikan Mo Lushe. Sayap itu menempel di punggung Hei Suzhen, bentuknya seperti sayap kelelawar yang membentuk tulangan. Dengan satu pusaka baru bekal dari Gurunya, Hei Suzhen memanfaatkan itu dan langsung terbang menuju Istana Giok untuk mencari kakaknya.
Karena Langit Giok ada di bawah lapisan Tanah Iblis, Hei Suzhen harus menerjang Laut Awan yang kacau bagai badai. Sebelumnya Hei Suzhen tidak pernah turun ke manapun. Kesehariannya berkultivasi membuatnya tidak pernah menginjakkan kaki ke tempat lain. Ketika mendapat kesempatan ini, selain untuk mencari kakak dan memenuhi tugas gurunya, Hei Suzhen sebenarnya cukup bersemangat.
Berbekal nasihat dari sang guru—bahwa Laut Awan di sekitar Tanah Iblis bentuknya sangat kacau, ia harus bersiap untuk melindungi diri. Angin di laut awan berembus dingin. Mengacaukan jarak pandang Hei Suzhen dan hampir menyesatkannya. Kalau bukan karena jejak energi yang diberikan Mo Lushe lewat sebuah giok putih yang memberikan petunjuk jalan ke Istana Giok, mungkin Hei Suzhen akan gagal.
Namun setelah melintasi kekacauan itu, di bawah Laut Awan, lapisan ketiga langit mulai nampak. Hei Suzhen mengepakkan sayapnya ke ujung kastil putih dan berkilau yang menyembul di antara kabut awan. Sejauh mata memandang, Langit Giok sepenuhnya cerah. Ada matahari yang menyembul di antara gumpalan awal.
Ketika melihat itu, Hei Suzhen bergumam, "inikah matahari si dewa suci yang membantu Shanqi waktu dulu? Sinarnya begitu megah..." Di tengah perjalanannya, Hei Suzhen merasa sekujur tubuhnya mulai terasa hangat. Seolah dekat dengan api. Ia menjangkau pandangan, langit di sekitarnya berwarna biru-kekuningan. Semburan tipis dari sinar matahari menerangi tanah awan yang berkilau membentuk kaca. Hei Suzhen meluruskan sayapnya dan melesat cepat ke istana.
Sebuah istana besar dan megah berdiri apik di tengah lautan awan. Dindingnya terbuat dari kaca dan kristal putih seperti salju. Meski jaraknya tidak begitu dekat, tapi Hei Suzhen bisa melihat kalau di sekitar istana itu ada sebuah lingkaran transparan yang membentuk energi cahaya. Lingkaran itu adalah Segel Batas Alam.
Hei Suzhen sudah sering diajarkan cara untuk menembus Segel Batas Alam. Ketika terbang, sebelah tangannya mendorong asap hitam dari bawah tapaknya lalu melemparkan asap hitam berbentuk energi itu ke Segel Batas Alam. Dalam sekali gerakan, asap hitam itu menabrak Segel Batas Alam dan bergetar.
Energi cahaya dan energi hitam saling tarik menarik. Namun karena tenaga Hei Suzhen lebih kuat, ia berhasil membentuk satu sobekan kecil untuknya masuk ke dalam. Ketika Hei Suzhen berhasil masuk dan melesat cepat hendak mendekati kastil istana giok, dari kejauhan, sebuah cahaya terang datang cepat seperti meteor ke arahnya.
Itu pasti para dewa penjaga kaisar.
Mo Lushe juga sudah berpesan untuk hal ini. Ia sudah mengantisipasi serangan.
Tak kalah cepat juga, Hei Suzhen mengeluarkan pedang dan mengalirkan energi. Pedang panjang di tangannya menyala, penuh asap aura berwarna kehijauan. Ketika cahaya itu terbang semakin mendekat, Hei Suzhen menebas bongkahan cahaya itu dan sebuah getaran mengguncang langit dalam sekali gerakan.
Meteor cahaya tadi pecah dan lima dewa berpakaian putih keemasan muncul. Mereka masing-masing memegang senjata. Tongkat, tali, pedang, buku, dan timbangan. Mereka Wuxian. Kalau kata Mo Lushe, Wuxian adalah dewa setengah manusia yang sudah memiliki basis kultivasi tinggi seperti para dewa roh lainnya. Hei Suzhen tidak meremehkan kekuatan mereka.
"Aku penasaran ada niat apa seorang siluman pelindung Mo Lushe berani-beraninya merusak Segel Batas Alam kami," sahut salah satu dewa yang memegang buku.
"Di mana pasukannya? Apakah ia membawa pasukan?" dewa yang memegang tali berkata panik sambil menjulurkan leher ke belakang Hei Suzhen.
Hei Suzhen tidak berniat bertarung. Karena Mo Lushe juga berpesan untuk tidak menyerang para dewa secara langsung, Hei Suzhen menurut. Ada cara lain yang lebih efisien untuk membuat semuanya lancar.
Tanpa kelima dewa itu duga, Hei Suzhen mengatupkan kedua tangan, memberi hormat. "Dewa Wuxian, aku Hei Suzhen. Mohon kalian jangan berprasangka buruk dulu. Aku tidak membawa satupun pasukan. Aku ke sini murni karena ingin mencari kakakku, Bai Suzhen."
"Bai Suzhen? Dia ada di sini?" tanya salah satu dewa yang memegang tongkat.
"Tidak ada. Tidak ada siluman yang datang kemari. Kalaupun ada, kami tidak mungkin membiarkan Segel Batas Alam semudah itu untuk kau terobos," jawab dewa yang membawa timbangan di sebelah kanan tangannya.
"Ah, benarkah?" Hei Suzhen sedikit curiga. Ia tidak yakin kalau reaksi kelima dewa itu cukup meyakinkan.
Satu hal, jika Bai Suzhen memang tidak ada di sini, memang tidak mungkin kelima dewa penjaga membiarkan Segel Alam Batas semudah itu untuk ditembus lagi. Kalau Bai Suzhen berhasil menebusnya, mungkin mereka akan membuat pertahanan baru dan itu butuh waktu yang lama. Namun sekarang baru beberapa jam kakaknya itu jatuh. Kalau bukan jatuh ke sini, lalu ke mana lagi?
Apalagi dengan energi cahaya yang dimilikinya. Seharusnya Bai Suzhen bisa melewati segel ini menggunakan energi cahaya itu, bukan?
"Ada apa? Apakah Bai Suzhen merencanakan sesuatu? Kau hendak mengikutinya?" tanya dewa yang memegang buku.
"Tidak. Kakakku membawa pusaka penting yang harusnya ia serahkan pada guruku. Namun karena ia melanggar beberapa aturan, dia kabur. Aku harus kembali menangkapnya. Ini urusan internal kami." Sebelumnya Hei Suzhen sudah diberitahu juga kalau Istana Giok selalu berpihak pada Dewa Shanqi. Ada banyak kemungkinan kalau ia bakal diserang.
Dewa yang memegang pedang mengacungkan senjatanya ke muka. Ia mengenakan pakaian mewah dari sutra putih dan mantel panjang keemasan yang disulam berbentuk matahari. Keempat dewa yang lainnya juga memiliki pakaian yang serupa. Hanya ornamen dan sulaman yang berbeda bentuk. Hei Suzhen merasakan aura tenaga mereka sangat hebat. Ia tidak bisa seorang diri mengacak-acak Istana Giok hanya untuk mencari Bai Suzhen.
Harus mencari siasat lain untuk mencari keberadaan kakaknya di sekitar istana ini.
"Pergilah. Selagi kami masih tidak memperhitungkan kerusakan segel, sebaiknya kau bersyukur telah kami ampuni. Tidak ada iblis yang mampu melewati Segel Batas Alam kecuali ia menghancurkannya secara paksa seperti apa yang kau lakukan barusan." Dewa Pedang itu nampaknya lebih tegas dan dingin. Ia mengendikkan dagunya yang berkumis putih dan tatapan dinginnya ke arah luar segel perbatasan.
"Kembalilah ke tempatmu."
Untuk beberapa detik Hei Suzhen terdiam. Ia memandangi kelima dewa itu bergantian lalu diam-diam menghela napas. Padahal belum menginjakkan kaki di Istana Giok, namun ia sudah gagal di perbatasan ini. Meski tidak yakin, tapi ia lebih tidak berani melawan kelima dewa tersebut.
Setelah mengangguk, Hei Suzhen berbalik melewati segel batas alam dan kelima dewa tadi kembali menyegel bersamaan. Segel yang tersobek tadi disatukan lagi. Kelimanya mengumpulkan kekuatan dan memperkuat segel dua kali lipat. Hei Suzhen mengepakkan sayapnya melintasi Istana Giok dan melewati Gerbang Utama Istana Giok.
Mungkin diam-diam mencari jalan pintas bisa membawanya masuk ke istana. Bagaimana pun, jika Bai Suzhen terjatuh, ada kemungkinan terbesar ia ditangkap. Dan para dewa tadi hanya menyembunyikannya dari Hei Suzhen.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Romance Between the White Snake and the Prince
FantasyCompleted. [Retelling Chinese Mythology] Bai Suzhen, siluman ular putih yang cantik harus mendapatkan kembali kepercayaan gurunya-Mo Lushe dan membuktikan bahwa dirinya tidak akan mengkhianati Tanah Iblis. Gara-gara energi cahaya yang tidak sengaja...