12. A Piece of Your Past

1.7K 210 21
                                    

〔༻ 🌇 ༺〕

"Tangan kamu pegangan ke pager deh terus nengok dikit ke belakang."

"Cheese, senyumnya mana sayang?"

"Nah, gitu kan cantik!"

"Satu, dua, tiga!"

Serius, Wina tidak menyewa fotografer pribadi saat naik ke yacht. Itu adalah Alan, suaminya, yang malah sibuk memotret daripada mengagumi pemandangan bentang alam laut Bali dari atas yacht.

"Bagus?" tanya Wina sesudah Alan menekan shutter kamera.

Alan menyengir lebar, menghampiri Wina lalu menunjukkan layar kameranya dengan bangga. "Bagus dong kan aku yang fotoin."

Wina cuma tersenyum kecil. Hasil jepretan Alan memang tidak perlu diragukan lagi. "Duduk dulu yuk. Kamu kebanyakan fotoin aku tau! Kalau begini terus bukan yacht date namanya tapi yacht photoshoot."

Gerutuan Wina membuat Alan terkekeh. Fotografi memanglah hobinya, maklum saja ia kelepasan menjadikan Wina model di panorama alam indah dari atas yacht ini. "Yaudah ayo sini duduk dulu," katanya sambil mengulurkan tangannya pada Wina.

Uluran tangan Alan langsung disambut Wina. Mereka berpindah ke tempat duduk yang di tengahnya terdapat sebuah meja dilengkapi sepiring besar potongan buah segar.

"Lan, aku boleh tanya sesuatu?" Wina memandangi suaminya yang duduk di seberang meja.

"Ya boleh lah sayang, pake izin segala." Alan menyuap potongan semangka ke mulutnya. "Kamu mau nanya ap─"

Dering ponsel Alan tanda panggilan masuk tiba-tiba terdengar, membuat ucapan Alan terpotong begitu saja. Atensi pria itu terarah pada ponselnya di atas meja. "Sebentar, Win."

Sorot mata Wina mengikuti pergerakan Alan yang beranjak dan melangkah ke dekat pagar yacht untuk menerima panggilan telepon. Tidak butuh waktu lama, Alan hanya bicara sebentar dan bahkan tampak terburu-buru hingga panggilan teleponnya berakhir.

"Tadi kamu mau nanya apa?" tanya Alan lagi, sesudah menempati kursi di seberang Wina. Akan tetapi, belum sempat Wina menjawab, ponselnya berbunyi lagi.

Wina melirik ponsel yang ada di genggaman Alan. "Nggak diangkat?"

"Gak usah," kata Alan tak acuh. Menggeser lingkaran merah pada layar ponselnya kemudian memasukkan benda pipih itu ke kantong celana.

"Kamu suka sama aku?"

Pertanyaan Wina menghentikan kegiatan Alan yang tengah bingung ingin mencicip buah apa lagi setelah semangka. Dia kemudian menatap Wina sembari menahan tawa. "Serius kamu nanya itu? Gak salah pertanyaan?"

Tanpa ada perubahan dari ekspresi penasarannya, Wina menggeleng.

"Iya, aku suka sama kamu." Alan akhirnya memberi jawaban meski agak tak menyangka akan pertanyaan yang dilontarkan Wina. "Nggak cuma suka aja tapi sayang dan cinta juga."

"Sejak kapan?"

Pandangan Alan mengedar, pikirannya menerawang ke masa-masa rasa itu hadir di hatinya. "Aku gak tau kapan pastinya. Pokoknya waktu di Singapura, di situ aku baru sadar kalau ternyata ada yang kurang saat aku jalanin hari tanpa kamu."

Alan meneruskan, "Dulu kita emang jarang ngobrol. Tapi Win, saat-saat di mana ngeliat kamu lagi nonton drama di ruang TV pas aku pulang kerja yang kadang bahkan sampe ketiduran, makan kue buatan kamu yang kamu taruh di meja kerja atau kamar aku, pake baju yang udah kamu siapin tiap mau berangkat kerja, atau ngedenger suara berisik mixer pas kamu lagi buat kue, ketika itu semua ga ada ternyata aku kehilangan. Rasanya aku nggak lengkap tanpa kamu. Hal-hal sesederhana ini yang udah membuat aku jatuh cinta sama kamu, Wina."

520 | aedreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang