4; husbandfree 21+

29.7K 459 28
                                    

Aku menutup mulut, menahan tawa yang ingin meledak, karena jujur saja aku kaget dengan celana pendek yang dikenakan seorang Arjuna, atasan paling disegani dengan seribu satu kulkas berjalannya. Bukankah ini celana bertemakan kartun animasi anak-anak, beruang kutub tersial, bagaimana bisa melekat di balik sosok pria dewasa ini?

Pak Ajun memang punya banyak kejutan, sepertinya aku belum benar-benar mengenal kepribadian terdalamnya, yang bisa saja dia tutupi menjadi si dewasa nan angkuh bermulut pedas, ternyata anak kecil yang terjebak dengan tubuh tiga puluh lima tahun.

Oh, abaikan soal ini, fokus ke tujuan utama, tetapi hal tadi berhasil meringankan beban dilema yang aku derita.

Mataku memejam rapat, sedikit menilik, kala menarik celana kolor hitam putihnya, terus menurunkan, dan celana dalam bersama sembulan bola terlihat. Entahlah, aku tak ingin melihatnya, sebaiknya aku tenggelamkan saja tanpa melihat, kalau dirasa-rasa bisa kan?

Dengan itu, aku pun mulai menyibakkan rokku, sedikit memalukan, tetapi aku memang tak memakai dalaman saat ini. Mulai, aku duduk di atas bagian pinggul Pak Ajun, menutupi area terlarangnya, dan tanganku menjalar ke bawah membuka celana tanpa melihat.

Tarik, tarik, dan ....

[Adegan 21+ ini disensor untuk chapter VIP di Karyakarsa, silakan ke sana ya, Guys.

Harga: Rp. 2000 (dua ribu rupiah), murah meriah guys 🗿]

Semuanya, berjalan sesuai rencana.

Aku memegang perut dan mengusapnya lembut, tinggal menunggu hasilnya apakah seorang Arjuna Thomas tokcer, atau tidak. Sekitar sebulan, atau kurang.

Setelah kejadian itu, aku menjalankan pesta sebagaimana mestinya, tetapi bukan berarti aku lepas pengawasan dari Pak Ajun, pria itu akhirnya sadarkan diri usai dibangunkan seorang karyawan yang kaget ternyata Arjuna ketiduran di mobil di CCTV. Ajun tampak menghubungi seseorang dan akhirnya dia dijemput, sepertinya khawatir rasa lelahnya memaksanya tidur sambil berkendara.

Bisa jadi celaka.

Dan dari yang terlihat, sepertinya Pak Ajun tak sadar akan apa yang aku lakukan padanya beberapa saat lalu, sesuai harapanku.

Pesta berakhir lancar, dan aku pun pulang dalam keadaan lelah, hingga langsung merebahkan diri di kasur. Sesekali, aku mengusap perutku, rasanya seakan sudah terisi oleh seorang bayi mungil yang akan jadi masa depan keluarga. Mataku memejam, membayangkan betapa bahagianya itu semua, dia lahir dengan keadaan menggemaskan, tampan cantik, bagaimanapun.

Mengingat seorang bayi akan hadir di dunia, menepis pemikiran dan rasa maluku soal apa yang telah aku lakukan, kadang hidup memang harus senekat itu.

Dan, seminggu berlalu ....

Usahaku lancar, tak ada gangguan berarti saat akhirnya aku bisa menjadi bos bukan bawahan lagi, minggu pertama di mana tiada satu orang pun sadar aku melakukan hal tak senonoh, tiada skandal dengan Pak Ajun terdengar, baik di telinga orang lain ataupun Pak Ajun sendiri--dia bahkan masih memesan kueku tanpa ragu--dan ini pula minggu pertama aku mengecek diri dengan test pack.

Sebenarnya, tak menutup kemungkinan jika hasil tes tak akurat, karena baru seminggu, dan sesuai dugaan, ternyata negatif.

Namun, aku optimis, karena aku merasakan beberapa perubahan dariku, luar dalam, yang persis dengan ciri-ciri wanita hamil kalau ditelaah. Meski mungkin saja itu hanya perasaanku yang terlalu mengharapkan kehadiran buah hati, atau sesuai hipotesisku kalau Pak Ajun memang sangat subur.

Siapa yang tahu? Tinggal menunggu waktu.

Dan detik-detik minggu kedua ....

Pagi besok adalah hal tepat mengecek diri dengan test pack, dan aku saat ini masih bisa bersantai-santai walau kondisi tubuh lumayan kaku. Seratus persen aku rasa, aku akan mendapatkan garis dua, bagus. Aku mengusap perutku lembut, tumbuhlah kalian para calon anak yang sehat.

"Eh, eh, Kak Rosa!" Aku menoleh kala seseorang memanggil, aku temukan gadis cantik menyembulkan kepalanya dari balik pintu yang sedikit terbuka.

"Lo kebiasaan deh! Ketuk dulu jangan asal buka langsung, Vi!" tegurku kesal, dialah sosok Vivian, sahabat, junior, serta kaki tanganku di sini. Tingkahnya memang agak slengean, terlebih dia tahu aku menganggapnya seperti adik, jadi tak ada siratan rasa bersalah di sana.

"Hehe, sorry, sorry." Dia malah cengengesan, membuka pintu lebih luas agar seluruh badan mungilnya masuk, menghadapku yang menatap bingung. Ada apa dengan ekspresinya itu?

"Kenapa muka lo gitu, sih?" Aku bertanya tak nyaman.

"Coba tebak, siapa yang dateng?"

Husbandfree [tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang