Ini seperti cinta yang tertunda di musim bencana.Penuh gairah dan kerinduan. Bukan untuk Bathara, melainkan semua orang. Rakyat di nagari ini.
Bathara tidak akan menyangka bahwa prosesinya akan selama ini. Ia tak menyangka bahwa siang itu juga, dilakukan prosesi yang ditunggu seluruh rakyat: Kirab Ageng. Benar adanya kirab ini menyalahi pakem, Nakula sebagai pangeran ketiga seharusnya tidak diarak berkeliling Baluwarti. Namun, hari ini seluruh ibukota meriah dihiasi bleketepe juga umbul-umbul yang terpasang di setiap jalan, janur-janur yang melengkung membuat jalan yang dilalui pasangan ini seolah dinaungi oleh kanopi. Alam pun terasa merestui mereka. Tidak terik, tidak juga hujan, ada awan putih bergaris yang seolah memayungi dari panasnya matahari. Hari ini, tidak ada rakyat yang kelaparan, semua hidangan disajikan, semua orang tidak ada yang tidak merasakan kegembiraan yang serupa. Semuanya bersuka cita.
Bathara menyadari satu hal: ia adalah segala sekaligus bukan apa-apa.
Rakyat bersorak, matanya membeliak, pun ada pula yang melotot ketika melihat betapa rupawannya Bathara. Kulitnya seputih pualam, licin. Sedang batang hidungnya yang tinggi membuat matanya bulat dan besar, seolah rembulan sedang terperangkap di dalamnya. Juga dengan garis senyumnya yang meliuk ke dalam, serupa diukir oleh mentari tatkala ada di batas senja, merah dan merekah. Semua orang tersihir oleh Bathara hari itu, dengan harum melati bercampur dengan rempah yang membekas dalam ingatan semua orang, mereka semua terkenang hingga tahun-tahun berlalu. Bahkan, para pujangga hanya bisa membisu, mereka kemudian melahirkan gubahan-gubahan yang memuji penampilan Bathara saat itu.
Malamnya, setelah upacara pamit, dibuatlah satu panggung rakyat bagi semua orang. Menampilkan banyak lakon yang begitu semarak. Saat itu juga, semua pertunjukan yang sebelumnya hanya dapat dilihat di wilayah istana dibiarkan menjadi penghiburan bagi para rakyat. Tari Bedhaya Manten ditampilkan, wayang dengan lakon Mahabarata menyusul setelahnya diikuti dengan Gatotkaca Pergiwa. Sedang di panggung-panggung kecil yang lain, ditampilkan dongeng-dongeng yang sangat digemari oleh rakyat. Abdi dalem oceh-ocehan yang biasanya digunakan untuk menghibur keluarga Kedaton kini bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pangkur jenggleng, Uyon-Uyon Manasuka dari Dalem Ngabeyan, juga Dhagelan Mataram yang membuat semua orang terhibur.
Nakula juga ada di sana, berdiri di antara banyak orang yang menyelamatinya, ia masih menanggapi dengan suka, meski Bathara tahu Nakula sama lelahnya. Beberapa kali sebenarnya dalam hati ia mengeluh, tetapi tetap tak sampai. Kakinya kebas, tenggorokannya serak, seolah ada bandul yang menarik matanya. Ia bisa tertidur kapan saja.
Sedang beberapa kali tertangkap basah mencuri pandang, Nakula dari kejauhan selalu memberi respons dengan mengangkat alisnya, kemudian dibalas dengan Bathara dengan gelengan kepala perlahan.
"Sudah ngantuk, Bathara? Kamu pasti lelah." Dari samping, Bathara melihat Gusti Putri Hanastuti, putri mahkota, datang dan duduk di sampingnya, "Sudah lama Kedaton tidak seramai dan semeriah ini. Sekali lagi, kuucapkan selamat atas pernikahan kalian. Semoga yang disatukan oleh Yang Kuasa akan diberikan damai selama-lamanya."
Bathara hanya mengangguk, pasalnya ia tak begitu mengenal Putri Hanastuti, mereka sangat jarang bertemu. "Terima kasih, Mbak Hana. Semoga juga begitu untuk engkau dan semua." Putri Hanastuti kemudian hanya tertawa mendengarnya, ia pernah mendengar bahwa Bathara merupakan pribadi yang kaku. Namun, alih-alih kaku, yang ia lihat hanya sosok yang begitu polos.
"Gusti Hana?" Nakula ikut serta dalam perbincangan itu, entah sengaja atau tidak, Nakula meletakkan tangannya di paha Bathara, dan ia pijat-pijat pelan area yang mungkin membuat Bathara kelelahan sembari masih menanggapi Putri Hanastuti berbicara.
"Perayaan ini usulanmu, Nakula? Sampai kau bersusah payah membujuk Rama yang membatalkan pagelaran ageng, dan menggantinya dengan pesta rakyat seperti ini. Jujur saja, aku lebih menyukai suasana seperti ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gotta Be You
RomanceSurat-surat tak pernah diterima, jarak yang membentang, dan seberkas cahaya senja yang rebah di cakrawala. Bagi Bathara, hidup harus berjalan sebagaimana mestinya: meskipun kehilangan orang yang paling dicintai memang tak memiliki penawar. Ia menge...