01 - Di jam 16:30

107 3 3
                                    

Setengah Lima.
Di Bandaneira,Pulau Nailaka.

Angin yang tak lagi sepoi sepoi,melainkan angin riuh berhasil membuat panik semua siswa dimalam itu.

Alex badan lo panas. sentuhan telapak tangan Eksha yang mendarat di kening Alex. Kondisi Alex yang semakin menggigil membuat Eksha panik dan tak tau harus berbuat apa. Eksha seperti orang bodoh ketika melihat pria yang ia cintai sedang terbaring sakit.

"Lex, untuk sekarang hanya ini yang bisa gue lakukan, semoga ini membantu"

Eksha menggosok kedua telapak tangannya,kemudian ia daratkan di kedua pipi, Alex, berharap pria itu mendapatkan sedikit kehangatan. Memang terdengar bodoh, namun hanya itu yang bisa Eksha lakukan.

Baka..! ini ga bakal ngebantu, sha.
Batinnya.

Saat kedua telapak tangan Eksha hendak pergi dari pipi, Alex, Lantas dengan cepat Alex menahannya. Seperti menjadi isyarat jika ia merasa lebih baik dengan cara yang Eksha lakukan.

"Alex..." lirih gadis itu.

Eksha menatapnya dengan lekat. Seperti ia ingin mengatakan sesuatu, namun rasanya tidak mungkin.

"Aciyee...."
Sumber suara berhasil membuyarkan tatapan Eksha. "Enak ya, yang lain pada panik diluar, lu berdua malah pacaran. Gue dukung! apasih yang ngga buat bestie gue." goda Abi yang tak lain dari sahabat Eksha.

"ngomong lagi gue tabok lu, Bi." Kesal Eksha.

"Santai dong buks marah-marah mulu, entar umur lu pendek tau rasa."

Disaat itu juga tiba-tiba Abi dikejutkan dengan keadaan Alex yang meringkuk kedinginan, "Astaga. Alex, ngapa dia ?"

"Badan dia dari tadi panas, Bi. Gue bingung harus ngapain," tuturnya dengan kedua bola mata yang terlihat berkaca kaca.

Abiyya Sangat mengerti apa yang dirasakan Eksha, sebab sedari kecil mereka bersahabat dekat. Jadi mustahil jika Abi tak tau apapun tentang Eksha.

"Terus lu dari tadi diem aja gitu, sha?" Abi kembali bertanya.

"Sepertinya ada yang sengaja ngunci gue deh, Bi. Dari tadi gue teriak teriak manggil kalian, tapi suara gue masi kalah dengan suara hantaman ombak." Kedua matanya mulai ragu, "Lu beranggapan apa? gue mengambil kesempatan dalam keadaan Alex yang seperti sekarang?...gilla gue ngga se obses itu, Bi."

"iya iya sha. Gue percaya kok lu ga gitu."

Asal lu tau, Sha, gue dari tadi nyari-nyari elo, gue khawatir sha. batin Abi, namun tak mungkin ia katakan langsung. "Tapi, perasaan dari luar kaga dikunci deh. Gue buka enteng banget tu pintu." sambung Abi.

"Terserah elu deh!" Ucap Eksha yang mulai letih dengan pembicaraan yang tiada ujungnya itu. "Abi, gue minta tolong, bisa bawain gue obat? mungkin temen-temen ada yang punya, sekalian sama minyak kayu putih juga." Memelas, gadis itu.

"Emang lu punya temen, sha? bukannya cuma gue ya temen lu ?" Goda Abiyya.

"Bisa ya lu Bi, dengan keadaan kek gini masi bisa lu bercanda ?"

"iiya sha ngapa si, bakal gue cariin tu obat demi pangeran lu itu. bentar bentar, diliat liat si Alex keenakan juga tidur dipangkuan lu," goda Abi yang kesekian kalinya.

"Abiyyaaaa....!!!" Suara keras Eksha dengan tatapan mematikan yang sepertinya bukan lagi, Eksha.

"SIAP LAKSANAKAN BOS! anjir dibikin ketar ketir gue." Kemudian lelaki itu segera bergegas meninggalkan mereka berdua.

Tak terasa 1 jam berlalu. Eksha hanya bisa membawa Alex kedalam dekapannya, berharap sahabatnya si Abi segera datang tidak dengan tangan kosong.

The Queen LosesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang