[Note : unedited]
<————««»»————>
Dia berdiri, menapakkan kaki ke tanah bumi, melangkahkan kakinya sendirian. Menghadapi semua rintangan. Tanpa resah. Tanpa pamrih.
Dia berjalan, beriringan dengan dia yang berdiri. Mengikuti dengan diam. Setia di belakangnya. Menatap punggungnya. Tanpa protes. Tak menghiraukan semuanya.
Para Dewa dan Sang Takdir berada di jalur yang berlawanan dengan mereka. Para dewa dan sang takdir mengutuk mereka. Takdir mereka akan selalu bertemu dengan kesendirian. Takdir mereka akan selalu bertemu dengan kesesatan. Takdir mereka akan selalu bertemu dengan kesulitan tiada banding.
Sang Enigma pun tertawa, mengoceh para dewa dan takdir. Sang Enigma pun tertawa, memangnya kalian siapa? Aku yang menentukan takdir. Katanya.
Sang Dokter pun mendengus, menatap para dewa dengan rendah. Sang Dokter pun mendengus, aku yang menentukan takdirku sendiri, kalian siapa? Ujarnya.
Dua orang yang menentang takdir. Bertemu pandang, saling memahami kesulitan satu sama lain, saling memahami rintangan satu sama lain.
Kelahiran dari orang-orang penentang takdir disambut dengan hari yang cerah, juga bintang yang berjatuhan. Para dewa dan sang takdir tak tahu, bahwa mereka sedang melawan pencipta.
Sang Enigma tertawa, Sang Dokter mendengus. Menertawakan mereka semua. Betapa bodohnya, kata mereka berdua.
<————««»»————>

KAMU SEDANG MEMBACA
The Lonely People: The Doctor and The Enigma
Fantasy1/4 Mereka berdua bertemu, bukan karena takdir, bukan karena kebetulan. Mereka berdua bersatu, bukan karena takdir, bukan karena kebetulan. Tetapi karena pilihan mereka sendiri.