Menjadi seorang laki-laki yang mempunyai kakak seorang idola yang sangat cantik pasti membuatmu berpikir akan dipuja banyak orang seperti bagaimana mereka memuja kakakmu. Namun kamu salah menduga, menjadi adik dari seorang idola yang cantik justru membuatku sering mendapat tatapan sinis dari orang-orang. Mereka memandangku seakan menjudge bahwa aku adalah pria yang tak pantas mendapatkan kakakku, mereka akan bertanya padamu
"Pacarnya Gaby?"
"Bukan, aku adik kandungnya"
"Ooohh.."
Ya, mereka akan memberikan "oh" yang panjang seakan mereka bersyukur bahwa orang sepertiku bukanlah pacar Gaby, kakakku. Semakin aku bersama dirinya, semakin rasa minderku bertumbuh dengan besar, hal ini juga yang memutuskan untukku memilih tinggal jauh darinya. Aku memilih untuk tidak tinggal bersama kakakku dan kedua orang tuaku, meski sebenarnya sejak smp pun aku tak tinggal bersama dengan mereka. Aku yang sudah terbiasa tak tinggal bersama mereka membuatku memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di Amerika, salah satu alasannya karena aku ingin menaikan value diriku sebagai laki-laki penerus generasi keluargaku, setidaknya aku harus setara dengan kakakku yang seorang wanita, bukan hanya menjadi bayang-bayangnya.
"Vy!" teriak mama padaku.
"Ya ma?" aku membalas panggilannya dan keluar dari kamar.
"Kamu jangan di kamar terus lah, kamu sebentar lagi kan mau ke Amerika" kata mama padaku saat aku keluar dari kamar.
"Garvy juga bingung mau ngapain ma, gak punya teman juga di Jakarta" ucapku pada mama yang terlihat rapi sambil memegang kunci mobil.
"Ya tapi jangan di kamar terus juga lah, sekali-sekali main sama kakakmu gitu.." balas mama padaku.
"Ya Aby juga di kamar terus kan..." balasku, mama menatapku dengan tajam seakan mengatakan bahwa aku terus-terusan menjawab perkataannya.
"Ya kalo kamu mau main sama kakak, bilang aja dek..." suara Gaby terdengar, ia keluar dari kamarnya dan menutup pintu.
Aku terkesima melihat kakakku itu, ia keluar kamar dengan rambut yang dikuncir dua, membuatnya terlihat imut meski sudah berumur 25 tahun, ia memperlihatkan senyuman manisnya yang terukir indah di bibirnya. Ia semakin terlihat cantik dengan kemeja putih yang tak dikancing, memperlihatkan tanktop hitam bertali tipis yang membentuk tubuhnya, juga di bagian bawah tubuhnya ia mengenakan celana pendek putih yang senada dengan kemeja putihnya. Ia terlihat sudah rapi, dengan tasnya dan nampak bersiap pergi keluar.
"Mau kemana?" tanyaku pada mama, namun juga mengarah kepada Gaby.
"Mau anter Aby, ada reading dan pemotretan" ujar mama padaku, aku hanya memberi oh kepadanya.
"Kamu mau apa Vy? Biar sekalian nanti aku beli pas pulang" tanya Gaby padaku, aku hanya menggeleng membalasnya.
"Gak usah gapapa" balasku.
"Ih, yaudah berarti makan malamnya ngikut aku makan apa aja ya??" balasnya padaku, aku hanya mengangguk padanya.
"Yaudah, pergi dulu yaa.. Bye" ujar mama padaku, lalu ia pergi keluar lebih dulu meninggalkan Gaby.
"Dadah Avy, aku pergi dulu yaaa. Jangan kangeeen!" Gaby tiba-tiba mendekatiku tanpa aku siap.
Aku terkejut, meski sudah sering terjadi namun aku tetap terkejut. Ia memeluk tubuhku dengan erat, lagi-lagi ia membuatku salah tingkah akibat perlakuannya. Seharusnya aku bersikap biasa saja, namun sejujurnya aku tidak bisa seperti itu. Apalagi, payudaranya menekan lenganku, aku dapat merasakan bulatan payudaranya yang terbungkus bra. Gaby mengacak-acak rambutku, lalu meninggalkanku pergi begitu saja. Aku hanya mematung di ruang tamu kamar apartemen tempat kami tinggal, melihat kakak kandungku itu menutup pintu depan dan meninggalkanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Shoot Collection 2
Fanfictionsama aja seperti yang pertama, biar gak kebanyakan aja yang sebelah hehe