01 : rencana yang tak tercapai

271 39 13
                                    

Kamal duduk dengan lesu di sofa ruang tamunya. Seperti tidak ada kerjaan ia mengotak atik bantal sofa yang bentukannya semakin aneh di tangannya. Sepertinya ia merindukan bonekanya yang dibuang Byan sebelumnya.

Mengingat kejadian itu lagi membuatnya semakin kesal dengan Byan. Apa salahnya jika anak seumurannya masih menyukai boneka? Bukankah boneka itu lucu? Byan hanya membuang boneka yang ia namai dengan Molang itu tanpa perasaan bersalah.

"Kesambet apa lo?"

Pertanyaan Teguh menyadarkan sekaligus membuat Kamal semakin kesal. Ia menghempaskan bantal itu dan berbalik menatap Teguh yang ternyata baru pulang dari sekolahnya. Masih lengkap dengan pernak pernik seragamnya.

"Diem. Btw, lo baru pulang sekolah?"

Teguh merentangkan tangannya, "Lo ga liat? Yakali gue kerja pake seragam."

"Bisa jadi kan lo pergi main dulu." Kamal merotasikan matanya sedikit kesal dengan jawaban Teguh.

"Ohh besok gue main dulu aja kali ya?" Teguh mengambil posisi duduk di samping Kamal dan mengambil bantal yang bentukannya sudah aneh akibat ulah Kamal.

Kamal kesal mengusir Teguh dari sofa. Sayangnya kekuatannya tidak sebanding dengan Teguh. Ia dengan cepat menyerah dan bersandar di sisi lain sofa, "Eh trus gue gimana? Sendiri dong gue."

Teguh tertawa kecil, ia memperbaiki bentukan bantal itu dan melemparkannya ke wajah Kamal, "Emang susah ya ajak temen lo kesini? Mama sama papa juga jarang di rumah. Mending lo main di rumah bareng temen lo."

"Temen gue kan lo, guh."

"Jangan bilang lo gaada temen lain?"

Kamal melempar kembali bantal itu ke perut Teguh dengan keras, menandakan ia kesal karena tertampar fakta.

Melihat wajah saudaranya yang sudah masam, Teguh memikirkan sesuatu sebelum akhirnya melemparkan bantal secara beruntun ke Kamal.

"Lo ngajak berantem?" Kamal protes tidak terima. Ia dengan cepat mengamankan bantal disekitarnya untuk dijadikan amunisi melawan Teguh.

Akhirnya perang bantal itu terjadi.

❛❛occasion -

"Ma, ayo kita jalan jalan besok. Kamal ingin pergi ke pantai bareng mama, papa sama abang." Kamal merengek ketika melihat Tania - ibunya yang barusan pulang membawa banyak kantung belanjaan di tangannya.

Tania menatap Kamal sekilas, lalu kembali menyusun belanjaanya dengan rapi di sofa. Ia mengelus surai Kamal pelan,

"Ga bisa sayang, mama besok sibuk." Tania memasang senyum manisnya menatap putra kandungnya itu sembari berharap pemuda itu paham.

Kamal menahan elusan Tania dan menangkupkan kedua tangannya ke tangan Tania, "Bukannya besok hari libur? Dan juga aku rasa mama ga sesibuk itu." Si bungsu itu kini memajukan bibirnya dan memasang wajah menggemaskannya guna membujuk Tania.

Tania terdiam sejenak, otaknya berpikir cepat dan secara kebetulan matanya menatap kehadiran Teguh yang sedang melewati ruang tamu.

"Sebentar ya sayang," Tania mengalihkan tangan Kamal yang mengunci tangan kanannya dengan pelan.

"Teguh, ada yang mau mama bicarakan." Tania lantas mendekati Teguh dan meninggalkan Kamal sendirian di ruang tamu.

Teguh yang tidak mengerti hanya pasrah ketika tangannya ditarik begitu saja oleh ibu tirinya itu. Lebih tepatnya ia hanya memilih diam menunggu wanita itu berbicara.

Sesampainya di dapur, Tania melepaskan tangan Teguh dengan cepat. Dan bersedekap sembari memasang raut datarnya,

"Kau ... ajak Kamal besok keluar. Kalau bisa malam ini bujuk dia terserah kemana besok."

"Kenapa ma? Bukannya Kamal ingin jalan jalan ke pantai besok?" Kening Teguh mengerut bingung. Biasanya Tania akan mencari alasan agar ia dan Kamal tidak terlalu dekat. Tania selalu bersikap seolah anak kandungnya itu tak boleh akrab dengan dirinya.

Plak-

Bukan jawaban yang ia dapati, melainkan tamparan keras di pipinya. Teguh menunduk ke bawah menetralkan rasa sakit dan panas di pipi kirinya.

"Jangan memanggilku mama kalau kita sedang berdua. Aku bukan ibumu. Dan juga, jangan banyak bertanya." Tania memberikan Teguh tatapan sinis.

"Oke Tante." Sebagai gantinya Teguh hanya membalas ucapan Tania. Ia berusaha untuk menjaga tempat teramannya. Oleh karena itu lebih baik ia tidak mempertanyakan banyak hal.

Teguh mengusap pipinya sepeninggalan Tania dengan hati sedikit kusut. Sepertinya rencananya untuk bertemu Jian gagal besok. Ia harus mencari hari lain lagi untuk bertemu abang kesayangannya itu.

❛❛occasion -

Kamal tersenyum sedih ketika Teguh berusaha mengajaknya pergi ke taman bermain besok. Memang banyak hal yang disukainya di taman bermain itu, apalagi ia ingin ke rumah hantu. Namun sayangnya ia ingin jalan jalan dengan sekeluarga lengkap. Ayahnya terlalu sibuk bekerja dan ibunya jarang terlihat di rumah. Ia benar benar ingin merasakan pengalaman yang sering diceritakan teman sekelasnya itu.

Ini bukan sekali atau dua kali ajakan liburannya tidak tercapai. Sudah berulang kali ia mengajak Tania untuk liburan dan sebagai gantinya, selalu ada hal yang membuat rencana liburan itu batal. Dari alasan Tania yang sibuk, atau ia yang harus check up, dan terakhir Teguh yang mendadak mengajaknya pergi ke tempat lain. Sepertinya Tania menyiapkan berbagai alasan agar rencana itu tidak terlaksanakan.

Masih dengan wajah melasnya, ia perlahan membaringkan badannya di kasur. Sehingga pandangannya menatap langit kamarnya yang berhiaskan lampu bintang itu sepenuhnya.

"Gue paham kok, guh. Lo ga usah nyari tempat lagi buat kita main besok. Gue ga mau pergi." Kamal meraih bantalnya dan memainkannya pelan.

Teguh yang melihat reaksi adiknya itu merasa sedikit iba. Sepertinya Kamal sudah mengetahui bahwa Tania yang tak suka diajak jalan jalan ataupun acara keluarga. Sebagai saudara yang tumbuh bersama, Teguh setidaknya mengetahui isi pikiran Kamal.

"Jangan gitu lah. Kalo gue traktir gimana? Lo suka gratisan 'kan?" Teguh mencoba merayu Kamal agar tidak sedih.

Kamal terduduk menatap Teguh yang kini duduk ditepian kasurnya. Rasa simpati Teguh membuatnya merasa sedikit tidak nyaman. Ia hanya tidak suka dikasihani.

"Ga lah, lagian badan gue juga cape sekarang. Kayanya bakal rebahan aja besok." Kamal memasang senyuman andalannya berharap Teguh paham.

Teguh mengangguk singkat lalu merangkul saudaranya dan mengajaknya berbaring lagi untuk menatap langit kamar Kamal yang cantik. Teguh memasang lampu bintang itu karena Kamal tidak bisa menghadapi angin malam. Sebagai gantinya, ia menghias langit kamar pemuda itu agar Kamal dapat melihat bintang yang disukainya.

❛❛occasion —

30/03/23

OccasionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang