10¹ + 3 + 10

2.4K 250 19
                                    

"Belalti paman dan Ibu juga halus dihukum."

Kedua orang dewasa di sana mengernyit, bingung atas perkataan Junho, "Paman dan Ibu kan juga belbohong.."

Haechan dan Jeno saling pandang. Jeno bahkan merasakan kekhawatiran yang disalurkan Haechan melalui remasan kain kompresan yang masih berada di bahunya. Haechan panik, satu-satunya kebohongan yang ia lakukan pada Junho adalah perihal ayahnya. Dan Jeno juga merasa bahwa hanya itu hal yang selama ini masih belum mampu ia akui pada Junho.

"Paman bohong, katanya akan ke sini telus. Tapi paman lama tidak datang-datang. Ibu juga, katanya paman sibuk kelja, lihat sekalang paman di sini tidak kelja." Bukan itu yang ingin Junho katakan. Tapi ia terlalu takut mengakui bahwa kebohongan yang dilakukan sosok yang ia panggil Ibu dan Paman adalah fakta tentang sosok yang ia panggil Paman harusnya ia panggil Ayah. Namun Junho terlalu takut, takut jika Jeno akan pergi dan lebih memilih Choi Jisu.

Sementara itu, Haechan dan Jeno bernapas lega mendengar perkataan Junho. Haechan takut jika Junho sudah tahu bahwa Jeno adalah Ayahnya, si kecil akan lebih memilih Jeno yang jelas punya segala-galanya jika dibandingkan dengan dirinya. Lain dengan Jeno, ia ingin mengungkap fakta, tapi ia masih belum siap menerima penolakan dan amarah Junho kelak jika tahu ia adalah orang yang menelantarkannya sejak kecil.

"Ya ampun, maafkan paman ya karena baru datang lagi sekarang." Jeno lalu meraih Junho. Mendudukkan ia dalam pangkuannya.

"Nono maafkan kalau hali ini paman menginap."

"Nono..." Jeno memandang Haechan sejenak. Ia jelas tahu wanita itu tidak setuju atas permintaan Junho.

"Paman akan menginap." Putus Jeno.

"Yeyyy !" Belum sempat Haechan mengajukan protes kembali, si kecil sudah memekik kesenangan.

"Tuan Lee ?"

"Aku tidur di sini saja, tidak perlu di kamar."

"Di sini sama Nono ya ? Mau ya ? Boleh ya Ibu ? Nono mau tidur sama Ayah, kalau sama paman rasanya seperti sama Ayah..Boleh ya ?" Mata Haechan membola. Rasanya ingin menjawab, 'Iya itu memang Ayahnya Nono' tapi mengingat penolakan Jeno dulu membuatnya tersadar betapa tidak berharganya Haechan dan Junho bagi Jeno.

Jeno memeluk erat Junho. Seolah menjawab bahwa malam ini mereka akan tidur berdua. Haechan lalu berdiri melangkah menuju kamar mandi. Ia menangis. Sebaik apapun peran orangtua yang selama ini ia berikan pada Junho, dirinya sadar bahwa ia tetap saja tidak akan bisa menggantikan figur seorang ayah untuk putranya. Putranya masih terlalu kecil dan ia masih butuh sosok Ayahnya.

~~~

Jeno dan Junho sudah bersiap tidur di ruang tamu. Haechan menyiapkan karpet, selimut, serta bantal untuk keduanya. Awalnya Haechan meminta Junho dan Jeno untuk tidur di kamar saja biar dia yang di luar, namun Jeno tentu saja tidak setuju. Apalagi Junho, mana tega ia membiarkan ibunya tidur sendiri di luar.

"Tapi di luar dingin, Nak..."

"Ibu tenang saja, Nono dan paman kan laki-laki. Laki-laki lebih kuat Ibu. Tapi nanti kalau dingin, paman peluk Nono ya ?"

"Siap ! Paman pastikan Nono tidak kedinginan."

Junho dalam pelukan Jeno tak kunjung menutup matanya. Sudah satu jam sejak mereka mulai bersiap tidur tapi hingga kini anak itu belum juga terlelap. Junho itu memandangi Jeno lekat-lekat.

"Kenapa tidak tidur Nak ? Dingin ya ?" Junho menggeleng. Ia lalu semakin masuk ke dalam dekapan Jeno.

"Pelukan paman hangat, seperti pelukan Ibu. Pasti pelukan Ayah Nono juga akan sehangat ini..." Jeno tersenyum sekilas, batinnya berteriak, "Ini Ayah Nak.."

DUNIA NONO [NOHYUCK] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang