Fase 6

65 9 59
                                    

Selepas mengobrol satu-dua sembari menghabiskan minuman yang dipesan, Gaara mengajak Toneri dan Fumiya menepi ke O-Miura, sebuah rumah megah di pojok jalan utama. Luasnya hampir sama dengan rumah bordil milik Shion, diperindah oleh taman bunga dan halaman lapang.

Matahari mulai meninggi saat mereka bertemu pemilik O-Miura di lantai dua ruang tamu rumah besar itu.

Duduk di kursi tunggal adalah Gen’emon. Dialah pemilik O-Miura yang tersohor. Penampilannya seperti orang kekurangan gizi, dengan seberapa kurus dia. Bahkan dengan gerakan terkecil, dia tampak bisa langsung patah seperti ranting yang terinjak. Rambut yang memutih beberapa helainya masih hitam legam. Kerutan ganda di bawah mata menunjukkan usianya yang tak lagi muda. Sekalipun begitu, diketahui dia memiliki sekurang-kurangnya 10 perwira hebat yang kerap disebut prajurit bayangan. Tiada yang mengetahui identitas asli mereka selain sang pimpinan.

Berikutnya, ada tiga orang dengan pakaian dan tatanan rambut yang sama. Mereka meniru sepenuhnya gaya Gen’emon. Duduk bersama di sana, sesungguhnya perbedaan di antara mereka tampak jelas, tapi bila satu saja agak menggeser punggung, mereka terlihat persis. Pendeknya, tiga orang itu ialah “prajurit bayangan” Gen’emon.

Di sebelah kanannya, Gaara terduduk dengan kaki tersilang. Toneri meniru postur sahabat masa kecilnya itu, membiarkan Fumiya sibuk mengisi perut dengan bermacam kudapan yang disiapkan tuan rumah. Setidaknya bocah itu tidak lagi ketakutan.

Gen’emon membuka mulut hendak bicara. Suaranya terdengar lesu.

“Ada kejadian yang sangat menyusahkan. Sejak kemarin para ular terus bergerak untuk menebar bisa.”

“Sama sekali tidak merepotkan. Kakakku bisa menghadapi mereka tanpa susah payah.” Tanggapan Gaara jelas dan penuh percaya diri. Dia tahu kemampuan kakak lelakinya. Antek-antek Uchiha Sasuke pun akan kesulitan mengalahkannya jika anak tengah keluarga Kazekage telah menggerakkan pasukannya.

“Kau mulai lagi.” Gen’emon mengembuskan napas berat. “Terserahlah. Lagi pula, apa yang sudah terjadi, terjadilah.”

“Yang penting jangan terlalu menarik perhatian. Semua akan sia-sia jika mereka berhasil melacak keberadaan kita.”

Gaara mengangguk paham. Sementara, Toneri yang belum mengerti arah perbincangan ini hanya mengamati keduanya. Mata birunya bergerak dari si rambut merah ke orang tua kaya raya.

Ketika hening tiba, Toneri mengambil kesempatan menyuarakan kebingungannya.

“Maaf, tapi sebenarnya apa yang sedang kalian bicarakan?” tanyanya sopan. Ia tak ingin dianggap lancang.

Alih-alih jawaban langsung, ia mendapat lirikan dari mata tua Gen’emon. Tatapannya memberi kesan bahwa pria itu penasaran. Gaara yang peka bergeser untuk membisikkan sesuatu ke telinga Gen’emon.

“Apa?!” Tubuh kurus Gen’emon terhuyung ke belakang. Apa yang dibisikkan oleh Gaara membuatnya kaget bukan main.

Dia memelototi Toneri dari atas sampai bawah setelah Gaara kembali ke posisi semula, sungguh membuat tak nyaman.

Ia berdehem. Sesuatu salah denganku atau apa?

Gen’emon perlu berkedip beberapa kali. Ketika kewarasannya kembali, dia berpaling dari Toneri dan berbicara dengan lebih tegas.

“Dia harus segera disuruh pulang ke daerah asalnya, Gaara. Tempat ini tidak pernah ramah pada keturunan Kerajaan Bulan, apalagi anak Murasaki ....”

Mata Toneri menyipit. Ia selalu sensitif berkaitan ibundanya, bahkan sekadar nama yang disebut dapat membuatnya bereaksi. Ia tahu benar ibunya memang amat terkenal, baik di negeri sendiri maupun di negeri lain. Menjadi putri kesayangan dari Kaisar Soma artinya mendapat ketenaran hampir di seluruh daratan, ditambah sepak terjangnya dalam peristiwa Perang Besar. Tanya seratus orang tentang dia, hanya satu-dua yang tak mengenalnya. Sebesar itulah pengaruh Permaisuri Murasaki melalang buana.

WILD KINGDOM (The Unforgettable Words)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang