Sivia mencoba membuka kedua bola matanya, walaupun nampak begitu susah. Tiba-tiba kepalanya terasa pusing dan tak bisa mengenali dimana saat ini Ia berada, yang pasti saat ini Ia tidak sedang berada dirumah Alvin. Ia mencoba untuk menggerakkan tangannya begitu susah dan tertahan, seketika Ia lantas menoleh keatas karena posisinya saat ini terbaring diranjang entah dimana. Sivia terkejut saat mendapati tangannya terikat tali rantai disudut kasur kembali Ia edarkan pandangannya kesebelah tangannya, Sama ! Tangan sebelehnya pun juga ikut terantai. Berbeda dengan kedua kakinya yang tidak terantai. Dalam keadaan yang masih bebas terjulur.
Sivia menjerit dalam hati. Ia mencoba mengingat-ingat kejadian sebelum ini, apakah Ia hanya bermimpi ? Ah, tidak ini bukan mimpi. Ini nyata dan sekarang Ia disekap oleh siapa dan Sivia tidak tahu orang itu. Apa alasan penyekapan terhadap dirinya saat ini, siapa pun juga Sivia terus memohon didalam hatinya kalau Orang yang saat ini menculiknya hanya salah menangkap orang. Lagi-lagi Ia berharap Alvin akan menolongnya, atau bahkan ini adalah rencana Alvin ? Tidak mungkin, bukankah tadi malam Pria itu sangat begitu marah padanya, sampai-sampai pagi-pagi sekali Ia telah berangkat bekerja.
"Alvin.." Sivia bergumam begitu lirih, air matanya mengalir bagai anak sungai yang tengah pasang. Kembali Ia mencoba menggerakkan kedua tangannya berharap rantai itu melepaskan kedua tangannya yang saat ini terasa perih, walaupun Ia tahu sangat mustahil jika rantai itu melepaskan sepasang tangannya.
"Alvin, aku takut..." Air matanya mengalir lebih deras dari sebelumnya, ketakutan benar-benar menguasai dirinya.
"Pangeran mu itu sebentar lagi akan menemukan mu. Tetapi......dengan keadaanmu yang terbujur kaku." Sebuah suara mampu membuat Sivia tersentak lantas mengalihkan pandangannya pada pintu kamar besar ini, Ia mengkerutkan keningnya menyipitkan matanya untuk melihat lebih jelas siapa sosok yang tengah berada diambang pintu sana. 'Deg.
Sivia berusaha menelan ludahnya. "Ze...Zevana?"
"Ya! Lebih tepatnya Wazeva Tnas, istri dari Phalvin Sena." Sivia terpengah, sosok itu mendekat kearah Sivia yang tengah terbaring lengkap dengan rantaian besi pada sepasang tangannya. Nada yang menguar dan tercampur pada kalimat yang baru saja diucapkan Zavana benar-benar menusuk dan tajam. Tidak, Sivia tidak mempercayai itu. Bagaimana bisa Alvin menikahinya tetapi juga menikahi wanita lain? Hah. Kenapa Alvin melakukan itu padanya? Jika memang pernikahan mereka saat itu hanya berpura-pura tetapi kenapa sangat mewah dan terkesan glamour? Belum lagi para tamu undangannya adalah rekan-rekan penting Alvin, ya... Walaupun saat itu tidak ada Ify sahabatnya menjadi salah satu tamu pernikahannya. Lupakan Sivia, pernikahan mu dari awal hanyalah pembantu bukan sesungguhnya ! Jangan berharap yang tidak-tidak dan jangan pula kau merasa sakit hati mengetahui Alvin menikah dengan wanita lain, Sivia terus membatin menyangkal perasaan-perasaan sakit yang mulai mendera hatinya tanpa ampun.
"Aku bukan wanita simpanan Alvin, melainkan Istrinya sebelum kau.....walaupun aku tahu dia menikahimu karena alasan bukan pernikahan sesungguhnya." Zevana tertawa penuh kejam dan nyaris seperti mengejek, kenapa rasanya sesakit ini bagi Sivia?
"Aku marah! Aku sangat marah saat tahu dia menikah lagi, aku......."
"Hentikan !" Seketika Zeva dan Sivia menoleh kearah sumber suara, dan keduanya terkejut saat mendapati siapa yang tengah berdiri diambang pintu. Langkah Pria itu benar-benar gusar dan marah, matanya menatap Zeva nyalang dan bengis rahangnya mengeras sempurna sehingga menonjolkan tulang-tulang rahangnya.