Satu minggu telah berlalu, kini keadaan Diva sudah membaik. Ia sudah di perbolehkan pulang ke rumah. Saat ini ia menetap di rumah Sadam untuk sementara, karena kemauan Sadam. Sadam khawatir jika nanti Bara kembali mengganggunya.
Senyum manisnya terukir kala melihat sang sahabat sudah kembali sehat. Di letaknya secangkir teh hangat dan piring yang berisikan beberapa potong roti ke atas meja.
Kini sepasang sahabat itu tengah duduk di teras rumah sembari menikmati secangkir teh hangat dan juga roti. Mereka berdua saling berbincang, saling berbagi cerita dari diri masing-masing.
Tampak kebahagiaan dari raut wajah Diva. Sadam merindukannya, ini lah yang Sadam rindukan sejak lama. Mengobrol bersama Diva, dan mendengarkan candaan yang Diva berikan.
"Kalau bisa lo gak usah balik ke kontrakan lo lagi, Div"
Diva mengerutkan dahinya, menandakan bahwa ia bingung akan pernyataan yang Sadam keluarkan.
"Maksud lo gua tetap tinggal di rumah lo, dan tetap jadi beban keluarga lo gitu, Dam?"
Sadam tertawa mendengar Diva berbicara seperti itu. Kembali ia seruput teh hangatnya.
"Ya gak gitu lah, Div. Gua gak tega lo tetap balik ke kontrakan, gak ada yang tau kalau Bara masih ngincar lo buat di gebukin lagi"
Kini Diva tertawa lebih keras di banding Sadam tadi. Ia benar-benar menganggap itu hal yang lucu. Padahal Sadam sedang khawatir bukan?
"Lo tenang aja, Dam. Dalam waktu dekat ini gua bakalan belajar bela diri, buat jaga-jaga biar gak nyusahin lo lagi kayak kemarin" kata Diva sembari memandangi halaman depan rumah milik Sadam.
Sadam tidak berhenti menatap wajah milik gadis cantik tersebut. Tengah ia bandingkan kehidupannya dengan kehidupan Diva. Jika di atas langit masih terdapat langit.
Diva, anak tunggal yang di tinggal orang tuanya bercerai. Kedua orang tuanya telah memiliki pasangan masing-masing. Itu lah alasan mengapa Diva lebih memilih tinggal di kontrakan di bandingkan harus memilih salah satu di antara kedua orang tuanya.
"Eh by the way ni, Dam. Gua habis dengerin curhatannya Sera. Dia bilang kalau dia gak bisa lupain lo. Katanya sakit banget kalau harus lupain. Lo gak ada niatan buat bilang juga ke dia, kalau lo emang belum bisa lupain dia? Ya walaupun akar masalahnya ada di Sera"
Sadam tidak merespon apa yang barusan Diva bilang. Ia hanya menatap halaman depan rumahnya. Ia tidak tahu harus bagaimana menanggapi Sera. Sadam tahu sekali apa yang di rasakan dirinya saat ini. Hanya saja masih ada rasa sakit yang membekas di hatinya.
Bohong jika Sadam tidak merindukan sosok Sera di kehidupannya. Bohong jika Sadam tidak memikirkannya setiap malam. Faktanya memang ia lah yang paling merindukan Sera. Semua itu tertutup oleh rasa gengsinya untuk mengungkapkan pada Sera. Tidak seperti Sera yang blak-blakan menunjukkan rasa rindunya pada Sadam.
"Gua gak tau harus gimana Div. Hati gua masih sakit kalau ingat kelakuan dia. Lo bayangin aja pas lagi sayang banget gua sama dia, dia malah kayak gitu. Kayak gua 'kurang apa sih?' semua yang dia mau gua turutin. Gua juga selalu ngejaga perasaan dia kalau gua lagi kumpul sama temen-temen gua"
"Dam, gak semuanya yang selalu di turutin bakal tetap bertahan. Bisa karna hal lain yang buat dia jadi kayak gitu. Bisa jadi juga karna lo terlalu baik buat dia, jadinya dia insecure deh"
Tidak akan Sadam lupakan momen saat ia bersama Diva. Obat dari segala masalah yang ada di hidup Sadam ada di Diva. Jika sudah bersamanya Sadam lupa bahwa ia punya banyak sekali beban di dalam hidupnya.
"Gimana kalau gua comblangin Sadam sama Sera, kayaknya seru"
—