Dorr... Dorr... Dorr... Dorr...
Empat kali tembakan sukses mericuhkan suasana teater yang mulanya tenang. Beberapa orang mencoba merangsek keluar dengan menggedor-gedor pintu, beberapa orang pula berlarian mencari jalan keluar lain.
"Sean... Kau gila?! Mereka belum waktunya mati! ", teriak seorang pria bersetelan tuxedo dengan topeng metalik nya.
" Sayangnya, aku telah menembak mati mereka berempat ", ucapnya enteng. Laki-laki bertopeng putih itu melempar asal pistolnya lalu beranjak menghampiri tubuh keempat pria yang tergeletak bersimbah darah di panggung pertunjukan.
" Mereka tidak berguna lagi, Dean. Itu alasanku membunuh mereka... aku hanya akan membiarkan 40 orang saja yang hidup ".
Dean melepas topeng nya perlahan. Ia mengusap dahinya yang berkeringat sambil berjalan ke sisi kanan Sean.
" Jadi... Bergabung lah dengan mereka yang telah kau bunuh ", ujar Dean seraya menodongkan pistol tepat di kepala Sean
" Bodoh ", cibir Sean.
Dorr...
Sean mematung, tubuhnya mendadak kaku saat Dean lebih dulu tertembak.
" Hm... Ada apa? Kau tak terima sahabatmu aku bunuh? Dia memang pantas mati ", seloroh salah seorang bertopeng lagi, tampaknya orang ia adalah seorang perempuan.
" Bukan itu... ".
Perempuan itu melepas topeng yang menutupi paras cantiknya. Air mukanya sarat akan kebingungan.
" Sean? Are you okay? ", satu detik... Dua detik... Tiga detik... Tak ada jawaban, keheningan cukup lama terjadi,
hingga Sean tiba-tiba beranjak .Laki-laki itu berjalan gontai menuju bangku penonton paling belakang dengan tatapan gamang.
Samar- samar terlihat bayangan di sebrang sana. Semakin jauh melangkah semakin jelas pula bayangan seseorang.
" Dia... ", Sean memebelalak tak percaya, seseorang tampak tengah duduk di barisan bangku paling belakang. Orang itu, mirip dengannya. Mulai dari postur tubuh, hingga wajah tirus nya yang terlihat sama.
Dia tampak kebingungan, maniknya mengedar ke segala arah. "Hey... ", panggil Sean lirih. Orang itu mengalihkan pandangannya pada Sean dengan alis terangkat sebelah.
Dilepas nya topeng itu dari wajahnya yang sontak membuat orang itu tercengang.
Sean tersenyum miring, wajah orang itu memang mirip dengannya tapi Sean tahu dia bukanlah dirinya. Melainkan orang yang berbeda. Terbukti dari wajahnya yang mulus hampir tak ada luka, berbanding terbalik dengan Sean yang memiliki banyak bekas luka di bagian wajah hingga seluruh tubuh nya.
" Kau melihat semuanya? ", tanya Sean pelan. Terkesan tenang namun mematikan.
" Maka kau harus bungkam", ujar Sean seraya merogoh saku celananya. Ia mengeluarkan pisau kecil yang kemudian ia lempar ke arah orang itu.
Namun, orang itu tiba-tiba hilang tanpa jejak beriringan dengan menyala nya lampu. menyisakan senyap tanpa kericuhan pasca yang lain pun ikut menghilang. Kini, hanya ada dirinya sendiri. Kemana perginya mereka?. Gejolak aneh pun ia rasakan, desiran darahnya mengalir deras kontras dengan degup jantungnya yang berpacu cepat
ditambah lagi... pusing yang mendera. Ia rasa ia mulai kehilangan kesadaran secara perlahan. "Gelap... ", ucapnya lirih.UPDATE SETIAP HARI SABTU DAN MINGGU!
#To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
TEATHER ; TWO WORLD
Actionkilas balik atau menguak kembali kisah tragis di masalalu yang tlah lama terkubur? Bermula dari tragedi pembunuhan massal yang merenggut banyak korban jiwa di sebuah gedung teater ternama seantero kota. Tempat di mana Elgara terjebak dan selalu meng...