10¹ + 5 + 10

2.8K 266 26
                                    

Junho sadar. Jeno segera memencet tombol khusus agar dokter datang dan memeriksa kondisi putranya. "Ibuu..Nono haus.."

"Sebentar ya sayang, tunggu dokter dulu." Baik Haechan maupun Jeno tidak berani sembarang bertindak, maka mereka menunggu kedatangan dokter. Tak lama dokter masuk dengan dua orang perawat.

Dokter lalu memeriksa kondisi Junho. Memastikan bahwa pasien sudah sepenuhnya sadar serta tekanan darah dan denyut nadinya normal. "Junho hebat sudah bangun !" Puji dokter pada Junho.

"Putra kalian baik-baik saja. Semuanya sudah stabil. Oh ya Junho sudah boleh makan dan minum, untuk makannya yang lunak-lunak dulu ya, nanti perlahan bisa makan dengan normal seperti biasanya." Haechan dan Jeno mengangguk mendengar penjelasan dokter.

"Terima kasih, Dok !" Jeno mengantar dokter tersebut sampai pintu. Ia lalu kembali menghampiri Haechan yang tengah membantu Junho minum air.

"Nono lapar tidak ?" Tanya Jeno.

"Ibuuu..Nono lapal sekali !" Junho menjawab, tapi seolah ia mengabaikan keberadaan Jeno di sana. Putranya bahkan tidak berniat untuk melihat ke arahnya.

"Ayah carikan makan dulu ya, Nono sama Ibu di sini."

"Bukan Ayah tapi Paman." Hati Jeno sakit mendengarnya, tapi ia tidak bisa memprotes ucapan Junho. Ia merasa bahwa ia pantas diperlakukan seperti ini oleh putranya sendiri. Semua ini salahnya karena dari awal tidak mau mengakui putranya. Kini putranya seolah membalas apa yang dulu ia lakukan.

"Iya, paman pergi sebentar ya.." Lirih Jeno

Sepeninggal Jeno dari ruang rawat Junho, Haechan pun bertanya, "Nono kenapa begitu pada Ayah ?"

"Nono mau hukum Ayah, Bu..sebental saja, tidak papa kan ?"

~~~

Jeno memandangi langit malam sendirian. Di taman rumah sakit. Memandangi bintang-bintang yang tampak bersinar terang. Sudah dua hari dan Junho tetap mengabaikannya. Menganggapnya seolah tak ada meski ia berusaha keras untuk kembali mengambil hati putranya. Seperti sore tadi, Haechan hendak mandi, ia lantas berniat menitipkan Junho pada Jeno sebentar. Putranya itu tiba-tiba merengut.

"Tidak mau ya Ibu, Nono tidak suka lagi sama Paman.."

Rasanya panggilan paman saja sudah cukup menyakitkan apalagi kini ia mendapat penolakan. Alhasil Haechan baru bisa mandi ketika Junho kini sudah tertidur lelap.

Jeno merasakan dingin di tangannya. Mendapati Haechan yang kini mengambil tempat di sampingnya. Haechan juga memegang es krim yang sama seperti yang kini ada di tangannya.
"Katanya, makanan manis bisa mengurangi rasa sedih." Sambung Haechan yang mulai melahap es krimnya. Sejak dulu wanita di sampingnya memang unik. Alih-alih memberinya minuman hangat di tengah cuaca dingin malam ini Haechan malah memberinya ea krim. Jeno tersenyum, lantas ia mulai membuka es krimnya dan menyendokkannya ke dalam mulut.

"Sudah lebih baik bukan ?" Baru juga satu suap, Haechan langsung mempertanyakan keajaiban makanan manis dapat mengurangi kesedihan. Jeno mengangguk dan tersenyum. Tidak ingin membuat Haechan kecewa atas usahanya.

"Tuan, saya belum mengucapkan terima kasih." Jeno menoleh ke arah Haechan, "Hmm ?"

"Terima kasih telah bersedia menanggung biaya perawatan Junho. Dan juga maaf atas perilaku Junho.."

Jeno menghela napas, "apa dulu kalian juga merasa sesakit ini ?" Haechan tahu maksud pertanyaan Jeno. Kini keadaan seolah berbalik, di mana ia yang tidak diakui sebagai Ayah oleh putranya sendiri.

DUNIA NONO [NOHYUCK] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang