She wanted what every young heart wanted for something beautiful, to find her beautiful
Atticus, 8.
.
Aku melangkahkan kakiku menuju sebuah rumah di pinggiran kota London, di daerah muggle yang sepi namun tidak jauh dari Leaky Cauldron. Pintu coklat itu kini telah dihiasi oleh orangorangan salju dan ornamen-ornamen natal. Nyaris sama dengan tetangga yang ada di sepanjang jalan rumah.
Mengetuk pintu, aku menemukan Mum yang membukanya dan memelukku ke dalam pelukannya. Ia akan menciumi seluruh wajahku seperti aku berumur tiga tahun. Menurutnya aku tetaplah putri kecilnya.
"Oh putriku!" ia akan berseru senang, itu akan dilakukannya berulang-ulang.
Aku tersenyum hangat dan mencium pipinya lembut. Aku menemukan Dad yang sedang serius bermain catur sihir bersama Hugo, adikku. Saat ini ia berada pada tahun ke lima di Hogwarts. Aku menyapa dan memeluk mereka satu per satu.
"Kau sudah makan? Mum membuatkan macaroni and cheese favoritmu"
Mum mengambil tas yang tersampir di bahuku dan meletakannya di meja. Ia segera mengayunkan tongkatnya untuk mengambil seloyang macaroni and cheese dan meletakkannya di meja makan.
"Oh I'd love it Mum! Thankyou."
Mengangguk senang, Mum segera menyiapkan piring dan mengambil satu sendokan besar macaroni and cheese. "Bagaimana menjadi professor dear?"
"Menyenangkan, aku menyukai berinteraksi dengan mereka Mum," Aku susah payah menelan makananku—bad habit dari Dad makan sambil berbicara.
"Telan dulu makananmu Rosie!" Ucap Mum dengan tatapan tajam.
"Aye-aye Captain!"
Untuk wanita seumuran Mum, dia masih sangat cantik dan bugar. Pekerjaannya sebagai sekretaris di Kementrian Sihir membuatnya terus bergerak sehingga secara tidak langsung menjaga stamina dan badannya. Terkadang aku iri bagaimana ia bisa begitu cantik bahkan tanpa banyak berusaha.
Aku adalah cetak biru dari Mum, kecuali rambut merah Weasley, tentu saja.
"Rosie, James akan mengunjungi The Burrow nanti malam. Check mate." Dad sepertinya berhasil kembali mengalahkan Hugo. Ia beranjak dari tempat duduknya dan menghampiriku di meja makan, mengacak-acak rambutku.
"Benarkah?" Tanyaku antusias.
James Sirius Potter adalah sepupuku yang saat ini bekerja sebagai Auror bersama Dad dan Uncle Harry—Ayahnya. Ia seringkali mengeluh karena pekerjaannya namun tak juga keluar darisana. Kami sangat akrab, sebenarnya umurku lebih dekat dengan Albus, namun ia sedikit tertutup karena diantara kami semua, hanya dialah yang memasuki asrama Slytherin, Albus bersahabat karib dengan Scorpius.
Dad mengangguk sambil menyuapkan makanan ke mulutnya. Aku menyukai bagaimana api di perapian menghangatkan ruangan makan kami. Dengan Dad dan Mum yang membicarakan apa saja. Hugo akan menatap kami malas, dan aku akan memperhatikan mereka dengan antusias.
Mereka adalah perwujudan orang tua terbaik yang bisa kuminta, mereka selalu mendukung apapun keputusanku. Mum atau Dad juga tak pernah menuntut dariku, kecuali satu—menjauhi Scorpius. Hal yang tak pernah bisa kulakukan.
Aku menatap kembali gelang yang melingkar di tanganku. Gelang ini tidak terlalu mencolok, aksen hijaunya juga sangat sedikit. Kau harus memperhatikannya dengan baik untuk mengetahuinya. Aku tersenyum memikirkan Scorpius meskipun pertemuan terakhir kami tidak berakhir dengan baik.
Topik tentang Scorpius selalu terlarang diantara kami. Jadi karena aku tidak pernah dekat dengan lelaki manapun kecuali Scorpius dan James, mereka juga tak pernah bertanya.
.
Kami mengunjungi The Burrow menggunakan jaringan floo. Grandma menyambut kami dengan hangat seperti biasa, aku mengerling ke arah banyak rambut merah yang tersebar di rumah itu.
Albus dan Uncle Percy sedang bermain catur sihir di serambi depan. Victorie, Lily Aunt Ginny, Aunt Fleur dan Aunt Angelina berada di depan perapian entah melakukan apa. Uncle George, Uncle Harry, Uncle Bill, James dan Teddy melakukan Quidditch di halaman belakang.
"Dear, kalian sudah datang," Grandma Molly memeluk kami satu persatu. Dad segera menuju halaman belakang, sementara Hugo menghampiri Albus. Aku yang selalu merasa tidak bisa berbaur berjalan kikuk di belakang Mum yang menghampiri Aunt Ginny.
"Hermione, kau cantik seperti biasa,"
"Oh terima kasih Gin, kalian juga." Mum memeluk mereka satu per satu. Aku mengikuti saja apa yang dilakukan Mum dan duduk di sebelah Victorie. Sepupuku yang memiliki darah Veela ini begitu menawan, ia selalu menarik perhatian kemanapun kakinya melangkah. Tentu saja darah itu diwarisi dari Ibunya yang juga cantik.
Mereka sedang membicarakan koleksi fashion mode terbaru di salah satu butik milik Keluarga Malfoy. Jujur aku tak begitu tertarik dan hanya duduk dengan bosan. Mereka semua mengerubungi sebuah majalah dengan daftar katalog.
Astoria Malfoy—Ibu Scorpius adalah pemiliknya. Perlahan, keluarga Malfoy mendaki kembali jajaran strata sosial dan membersihkan nama mereka dari perang sihir karena memihak pihak kegelapan—meskipun mereka sedikit banyak membantu memenangkannya sehingga mereka mendapat pengampunan.
Tak ada hawa perselisihan lagi sekarang, mereka semua membicarakan keluarga Malfoy tanpa ada nada benci sedikitpun. Dengan catatan kami tidak berhubungan dekat—seperti hubunganku dengan Scorpius.
Baiklah aku akan mengakui jika aku sedikit kesal dengan bagaimana mereka tidak ingin aku dekat dengan Scorpius, mereka akan mengatakan
'Rosie, kau bisa mendapatkan yang lebih baik.'
'Itu hanya cinta monyet Rosie'
'Kau tidak serius kan bersama Malfoy?'
'Berhentilah bersama dengannya Rosie,'
Aku hanya akan memutar mataku jika mereka mengatakan itu, Albus tidak memiliki masalah apapun bersahabat dengan Scorpius, beberapa kali bahkan ia akan menginap di Malfoy Manor. Lalu mengapa mereka melakukan hal yang berbeda padaku?
Scorpius adalah pemuda yang baik, ia begitu sopan dan percaya diri. Dengan pembawaan aristrokatnya, Scorpius mampu membawa dirinya sendiri dimanapun tempatnya. Scorpius memiliki mata yang menawan—dua warna yang berbeda meskipun itu tak mengurangi ketampanannya sama sekali dan juga surai pirang platina yang membingkai wajah runcingnya—ia begitu tampan.
"Hai Rosie!" James berseru dan menghampiriku. Aku tertawa lebar dan berjinjit untuk memeluknya.
"Hai James, akan resign tahun ini? Ada posisi kosong untuk professor Quidditch. Kau mau?" Aku menggodanya dan ia hanya terkekeh sambil mengacak rambutku.
Aku segera mengikuti James ke meja makan, hanya bersama James aku merasa tidak canggung. Ia begitu peduli padaku tanpa menghakimiku meskipun aku tidak begitu akrab dengan sepupu-sepupuku yang lain.
James memiliki mata sewarna zamrud dan rambut hitam yang sulit diatur. Selain tanpa kacamata, James adalah perwujudan Uncle Harry saat muda.
"Kau akan datang besok ke pesta natal?"
Aku memutar bola mataku bosan. "Mum memaksaku"
"Oh ayolah Rosie, itu akan menyenangkan" James berseru sambil tertawa lebar.
Aku mendengus malas memperhatikan James yang saat ini sedang mengayunkan tongkatnya untuk mengambil makanan langsung dari kompor dan oven karena belum tersaji di meja.
"Kau mau datang bersamaku Rosie?" James menatapku dengan mata hijaunya yang berbinar.
"Bukankah kita semua akan datang kesana?" Ucapku sambil mengernyitkan keningku heran.
James hanya tersenyum dan mengerling ke arahku.
.
.
.
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny (Dramione & Scorose Fanfiction)
Fiksi PenggemarRose Weasley mencintai Scorpius Malfoy tanpa pernah meragukannya sedikitpun. Di tengah paksaan Scorpius tentang menikah yang membuat Rose jengah dan kedekatannya dengan James Potter semakin meningkat, Rose tiba-tiba menemukan fakta bahwa Ibunya, Her...