16

33 3 5
                                    

Yoo Jiae

Bangunan satu lantai berbentuk persegi panjang yang telah menjadi rumah pengganti bagi anak-anak yang ditelantarkan oleh orang tua yang tidak bertanggung jawab. Tempat yang penuh kehangatan dan kasih sayang. Namun, tempat itu sudah sudah terlalu tua untuk memberikan perlindungan. Dilihat dari cat dinding yang mulai mengelupas dan dipenuhi lumut hijau membuat bangunan itu terlihat tidak diurus pemiliknya. Pagar kayu yang sudah tidak kokoh bahkan beberapa bagian hilang entah kemana. Sekaligus arena tempat anak-anak bermain telah dipenuhi rumput liar. Sejauh mataku memandang aku hanya menemukan tiga orang anak laki-laki yang sedang bermain kejar-kejaran. Mereka tertawa dan sesekali saling menggoda. Aku merasa iri kepada anak-anak itu, mereka masih bisa bersikap seolah dunia mereka baik-baik saja dengan senyuman yang tetap merekah padahal aku sangat tahu rasa sakit mereka lebih besar dari pada yang aku rasakan. Mereka tumbuh tanpa orang tua, tidak kenal siapa saja kerabat yang mereka miliki sedangkan aku masih mempunyai orang tua yang lengkap. Aku juga punya seorang adik. Semua kebutuhanku terpenuhi: rumah yang nyaman, makanan yang enak, dan pakaian yang bisa aku beli kapanpun aku mau. Tetapi, aku tidak sanggup tersenyum seperti mereka. Mereka adalah anak-anak yang luar biasa. Begitupula dengan Areum.

Bayangan tentang kehidupan Areum selama berada di panti asuhan berputar dikepalaku. Sekarang aku mengerti bagaimana gadis itu menghabiskan hari-harinya bersama anak-anak yang senasib dengannya. Pasti dia merasa kesulitan, tetapi tidak pernah sekalipun aku mendengar dia mengeluh. Mata Areum terus berbinar dengan senyuman yang merekah. Sangat disayangkan aku sadar setelah dia tiada. Andai dulu aku lebih perhatian, apakah nasibnya akan berubah?

"Jiae-ya, sejujurnya aku takut," ujar Hyeyoon sambil memegang lenganku.

"Apa yang kau takutkan?" tanyaku.

"Bagaimana jika pelakunya juga datang kesini lalu menyerang kita?"

Aku pun merasakan ketakutan yang sama, terutama saat melihat kejadian yang menimpa Soojung. Beruntung tidak ada luka. Beruntung Seungyoon ada disana. Sungguh, kejadian itu sama sekali tidak pernah aku perkirakan sebab aku merasa pelaku itu masih berusaha mencari mangsa yang lain dan menjadikan kami bertiga sebagai santapan terakhir. Namun, ternyata aku salah.

"Tenang saja, aku yakin dia tidak akan berani melakukan sesuatu yang buruk di tempat ini. Dia pasti tidak ingin menodai tempat yang penuh kenangan indah tentang Areum." Meskipun aku takut, aku tetap harus memberikan kekuatan pada Hyeyoon.

"Jiae benar. Lagipula ada aku dan Yoongi yang menemani sekaligus melindungi kalian berdua," ucap Seokwoo penuh keyakinan.

"Ayo kita masuk," ajak Yoongi. Pria itu lebih dulu berjalan di depan kami. Berbeda dengan Seokwoo yang bisa secara frontal mengatakan apa yang ada dipikirannya, Yoongi lebih senang menggunakan cara seperti ini, mengambil tindakan terlebih dahulu. Seakan dia ingin meyakinkan kami bahwa dia akan menjadi garda terdepan untuk memastikan kami semua tetap aman.

Aku menatap Hyeyoon berusaha memberikan isyarat bahwa tidak ada yang perlu dia takutkan. Kugenggam erat tangannya lalu menuntun dia masuk ke dalam perkarangan panti. Saat kami melangkah melewati pagar, seorang wanita langsung menyambut kami berempat dengan senyuman yang mampu membuat siapapun yang melihatnya merasa tenang. Layaknya senyuman seorang ibu. Wanita itu sudah cukup berumur dilihat dari kerutan halus yang menghiasi wajah cantiknya dan beberapa helai rambut putih terlihat lebih mencolok. Namun, tubuh wanita itu tetap tegak seakan hanya wajah dan rambutnya lah yang menua.

"Ada yang bisa saya bantu?" Kami saling memandang sebelum aku memutuskan untuk menjawab pertanyaan wanita itu.

"Kami datang kesini berniat untuk menanyakan beberapa hal mengenai teman kami yang pernah tinggal disini."

Still Alive (Slow Update) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang