Hai semua! Lama tak jumpa 😄😄😁
“Siapa kau dan apa maumu dengan menyerang kami sampai membunuh dua saudara kami!” tanya Abiseka.
Yena berjalan santai lalu mencabut belati yang menancap di perut Ranu. Saat ujung belati itu lepas dari daging Ranu, nafas Ranu terdengar menggerang lirih. Seperti nyawanya berada di ujung belati itu.
“Apa kalian tidak mengenali pusaka ini?” tanya Yena sambil menunjukkan belati yang masih berlumuran darah segar.
Delapan wayang yang tersisa melihat baik-baik belati bermata tajam dengan sebagian bilah membentuk gigi-gigi tajam.
“Apa jangan-jangan, itu Belati Songgoh Nyowo?” Gantari yang terlebih dahulu bersuara.
“Apa?” Abiseka dan Pada terceletuk kaget.
“Bentuknya sangat berbeda dengan yang Maha Guru Suropati katakan!” ujar Pada.
“Itu memang benar. Tapi batu yang ada pada gagang belati memiliki warna yang sesuai dengan yang Maha Guru Suropati katakan. Warna hijau zamrud. Warna itu, menunjukkan kalau pusaka Belati Songgoh Nyowo saat ini, menampakkan wujud kedua. Yang itu berarti sebagian kecil roh dari Dewi Sri Ajeng Gayatri telah keluar dari segelnya,” jelas Jalada.
“Jika begitu, kita tidak akan bisa melawannya?” Hasta bersuara.
“Omong kosong! Selama kita bekerja sama. Tak ada yang tidak mungkin!” Tusta berseru sambil menghentakkan tombak Trisulanya. Membuat tanah sedikit bergetar di sekitarnya.
“Jangan gegabah Tusta! Meskipun hanya 20 persen rohnya keluar dari segel. Tetap saja dia seorang Dewi. Kita jelas bukan tandingannya! 500 Wayang kayu seperti kita, bukan tandingan untuk seorang Dewi. Apalagi dia adalah Dewi Kehancuran,” ujar Abiseka.
“Abiseka benar Tusta. Apalagi, dia memegang pusaka Belati Songgoh Nyowo. Sedikit saja darah dan daging kita tertusuk pusaka itu. Hanya kematian yang tersisa. Pusaka itu, benar-benar berbahaya!” Gantari ikut berkata.
Yena menyeringai lebar.
“Pemimpin macam apa yang membuat bawahannya malah merasakan rasa putus asa. Sungguh sikap yang tidak patut untuk ditunjukkan dari seorang pemimpin,” kata Yena.
“Aku hanya tak ingin kehilangan lebih banyak saudara lagi!” sahut Abiseka dengan mata berapi-api.
“Lalu, kalau tidak melawan, apa kau akan memimpin saudara-saudaramu untuk melarikan diri dari sini? Apa kau pikir aku akan membiarkan hal itu terjadi?” tanya Yena sambil menyeringai dan menunjukkan belatinya.
Melihat reaksi Yena. Dan melihat belati yang Yena bawa membuat Abiseka menyadari hal baru. Kenapa harus dirinya dan 9 saudaranya yang malah di kirim ke tanah manusia daratan untuk menjalankan misi berat ini. Ini tidak lain dan tidak bukan karena Maha Guru Suropati membohongi mereka satu hal.
“Dilihat dari raut wajahmu, sepertinya kau baru menyadarinya,” kata Yena lalu tertawa.
“Dengar. Menjadi penggemar berat itu sah-sah saja. Yang tidak boleh adalah menjadi bodoh. Mau melakukan apa saja tanpa dipikirkan jangka panjangnya. Ya.... sebenarnya aku tidak bisa terlalu menyalahkanmu dan saudara-saudaramu akan kebodohan kalian ini. Sama seperti seorang prajurit. Yang memang bisa mereka lakukan, hanya mematuhi perintah sang Raja. Karena Raja adalah sosok mulia yang patut untuk dipatuhi. Tapi seharusnya tidak selamanya kita harus berpegang teguh akan hal dasar semacam itu. Karena yang mulia, itu bukan sosok, bukan jasad, bukan wujud. Tapi sifat dan sikap. Seharusnya itu yang menjadi dasar bagi kalian, untuk patuh,” lanjut Yena.
Wajah Abiseka semakin geram. Ia tak terima karena Maha Gurunya dihina seperti itu. Bagaimana pun juga, Maha Guru Suropati adalah sosok yang paling dihormati di Kayangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Legenda Belati Songgoh Nyowo (jilid 2)
Tajemnica / Thriller21+ Diharap bijak dalam memilih bacaan. Cerita ini mengandung banyak adegan kekerasan dan kanibalisme. Yang enggak kuat di harap meninggalkan cerita ini sebelum isi perut kalian keluar. Dendam Yena belum usai. Ia yang masih lemah dan tak paham akan...