- chap 38 -

40 4 0
                                    

Sudah beberapa hari arabella tak sadarkan diri. Dalam tidurnya, dia bermimpi panjang.

"Arabella... aku sangat berterimakasih karena menyelamatkan pria itu." Ucap wanita itu sambil membelai rambut Arabella yang tidur di pangkuannya. "Jagalah dia sampai waktunya tiba."

"Abela menolongnya kalna abela menyukai nya. Dia olang baik yang menyelamatkan abela." Ucap abela. "Waktunya tiba? Apa maksudnya itu dewi?" Tanya Abela.

Wanita yang arabella yakini sebagai dewi itu tak menggubris pertanyaan Arabella. "Arabella. Bangunlah, banyak yang menunggumu untuk kembali."

Arabella merasa terdorong sesuatu, sangat berat, kepala nya sedikit berdenyut, dadanya sedikit perih.

Saat memaksa membuka matanya, yang Arabella lihat adalah Dave dan... ah itu terlihat ramai.

"Astaga, abela kita telah sadar." Ucap Selene senang.

Freya tampak senang begitu juga dengan yang lain. Tapi, siapa itu? Alesya?

"Kak aleca?" Ucap Arabella dengan suara parau nya.

Alesya terlihat tak peduli, namun pupil matanya tampak bergetar. "A-aku senang kau sudah siuman."

Arabella tersenyum manis. "Abela cenang beltemu kak aleca lagi."

Alesya terenyuh. Tidakkah anak bodoh itu seharusnya membenci dia, kakak yang selalu memukul nya? Tapi ada apa dengan senyum bodoh itu. Sesuatu seperti ingin mengalir dari matanya, entah kenapa dia malah berlari keluar kamar Arabella.

"Makanlah terlebih dahulu. Kau pasti kelaparan." Ucap Dave lembut.

Semua yang ada di sana tersenyum kega sambil menatap Arabella yang melahap makanannya.

"Abela, seburuk apapun keadaan saat itu. Mengorbankan diri sendiri bukanlah hal yang benar. Aku sebagai ibu, jujur sangat senang karena anak ku lepas dari mautnya. Tapi, aku bahkan menganggapmu seperti putriku sendiri, baik kau atau Dave yang terluka, dua duanya membuatku sakit. Jadi ku mohon, hiduplah dengan baik. Jangan seperti itu lagi, kumohon." Ucap Selene sambil memeluk Arabella yang bru slesai melahap makanannya.

"Abela minta maaf, latu. Abela beljanji tidak akan ceperti itu lagi."

"Kau gadis bodoh, jika ada lain kali lagi. Aku akan memukulmu." Ucap Dave sambil memalingkan wajahnya.

Stephan menyentil dahi anaknya. "Tak bisakah kau lebih lembut kepada gadis yang menyelamatkan nyawamu. Aish, anak ini." Ucapnya sambil menggelengkan kepala.

"Nona malaikat kecil, kau sudah sadar."

Louis berlari menuju kamar Arabella setelah mendengar kabar jika dia telah sadar.

"Ah, maafkan saya raja ratu. Salam kepada matahari dan bulan Agily." Ucap Louis lalu berlari menghampiri Arabella.

"Hey, sejak kapan kau mengenal Abela-ku." Ujar Dave sambil menahan Louis yang berjalan menghampiri Arabella.

"Ah, kakak tampan yang terluka dihutan waktu itu." Ujar Arabella tanpa memikirkan perasaan Dave.

Tampan? Apa Louis memang setampan itu?

"Ck, dasar ceroboh." Celetuk Dave.

"Nona malaikat kecil. Bagaimana keadaanmu? Wah kau terlihat lebih cantik sekarang." Ujar Louis lalu mencium punggung tangan Arabella.

Dave tampak kesal, ratu yang melihat anaknya  menahan tawa begitu juga dengan raja.

"Pfft... anak muda memang hrus selalu bersaing, bukan?" Ujar Stephan sambil menepuk pundah Louis dan Dave. "Aku harus pergi karena ada rapat kabinet. Abela, jangan lupa untuk meminum obat mu."

"Ah, aku juga punya janji dengan marchioness. Selamat beristirahat Abela." Selene segera keluar menyusul suaminya.

Tinggal mereka bertiga. "Abela, kau harus makan yang banyak. Bagaimana dengan apel? Aku akan mengupaskan nya untuk mu." Ujar Dave sambil mengambil Apel di atas meja.

Louis merampas apel dan pisau dari tangan Dave. "Bagaimana putra mahkota bisa mengupas apel, biasanya kau kan di layani oleh pelayan." Sindir Louis memprovokasi.

Dave menyerngitkan dahi nya. "Maaf, tapi anda juga seorang putra mahkota, YANG MULIA."

"Wah, kenapa ada dua putla makota? Dave dan kaka tampan adalah saudala?" Ucap Arabella dengan polos.

"BUKAN!?" Ucap keduanya bersamaan.

"Ah aku belum mengenalkan diriku secara resmi. Perkenalkan aku Louis, putra mahkota dari Finiz." Ujar nya sambil mencium punggung tangan Arabella lagi.

Dengan cepat Dave menangkis tangan nakal Louis. "Jadi berhenti memanggilnya kakak tampan. Namanya louis." Ucap Dave setengah kesal.

"Hahaha. Apa kau cemburu, bung?" Ledek Louis melihat wajah Dave yang memerah.

"Pfft... wajah Dave yang melah telihat cantik." Ucap Arabella.

"Itu tidak adil, kenapa aku cantik dan Louis Tampan. Abela, kau pilih kasih." Ujar Dave sambil cemberut.

Arabella memegangi perutnya yang sakit karena menahan tawa. "Hahaha. Baiklah, Dave dan Louis adalah kaka paling tampan yang abela pelnah lihat."

"Baiklah, biarkan saya yang mengupas apelnya." Ucap Freya yang baru masuk. Melihat Putra mahkota memegang Apel dan pisau, dia menawarkan diri untuk melakukan itu.

"Baiklah, kupas ini." Ucap Dave dan Louis yang lagi-lagi serentak. Mereka saling bertatapan dan tertawa.

.
.
.

Alesya tidak tahu kenapa hatinya berdegup ketika melihat anak syalan itu berkata senang bertemu dengannya.

Dia berlari tanpa Arah, saat sadar dia berada di air mancur yang pernah dia datangi sebelumnya.

"Lady? Apa ada datang kesini karena merindukan saya?" Ucap seseorang yang suaranya tak asing.

Alesya membalikkan tubuhnya. "Kau?" Alesya tampak kaget, namun segera memperbaiki ekspresinya. "Aku kesini datang untuk menjenguk anak itu." Ucap Alesya ketus.

"Ku kira kau datang untuk bertemu putra mahkota." Ujar Alex lagi dengan senyum yang menyebalkan itu.

Alesya tak menggubris dan menatap air terjun itu. "Apa kau pernah membenci seseorang padahal mungkin dia tak tahu apa salahnya?" Ucap Alesya tiba-tiba.

Alex duduk di tepi air terjun. "Hmm, kau tahu? Raja tak menyayangi aku dan pangeran lain sebanyak dia menyayangi ratu dan putra mahkota. Jujur saja, aku sangat membenci nya. Tapi, sekarang aku mulai menerima kenyataan, dan tak terlalu memikirkannya lagi."

"Aku ingin bercerita. Berjanjilah kau tidak akan menceritakannya kepada siapapun. Baiklah kau sudah berjanji." Ucap Alesya sedikit memaksa.

"Hahaha. Baiklah."

Alesya menghela nafas. "Saat ibu ku mengandung Arabella, aku sangat menantikan kelahiran nya. Aku membayangkan bermain bersama adik kecil yang manis dan menghabiskan waktu bersama." Ujar nya sambil memasukkan tangannya kedalam air. "Namun, ibuku meninggal saat melahirkannya. Jadi, aku mulai membencinya tanpa Alasan."

Alex mengangguk. "Aku mengerti perasaan kehilangan itu. Mungkin aku juga akan melakukan hal yang sama jika berada di posisimu. Tapi, apa anak itu memang layak di benci?"

Alesya terdiam. Mengingat Arabella yang tak mendapatkan kasih sayang sejak kecil, bahkan ayahnya sendiri membencinya. Arabella yang bahkan tak pernah melihat wajah ibunya. Walaupun hanya beberapa tahun, tapi Alesya memiliki banyak kenangan indah bersama ibu nya. Tapi, arabella bahkan tak memiliki satupun.

"Entahlah, mungkin aku terlalu berlebihan." Ucap Alesya yang entah kenapa tiba-tiba sadar. Mungkin karena Alex?

"Lakukan sesuai kata hatimu, Alesya. Tapi, berhentilah terjebak dimasa lalu."

Alesya tersenyum hangat dengan tulus. "Terimakasih Alex. Aku bersyukur karena hari itu aku bertemu dengan mu di taman."

Mungkin karena memiliki luka yang sama, Alex dan Alesya bisa dengan lebih mudah mengerti satu sama lain.

Tbc.

Time Won't Fly : The Place We Can't Be Found [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang