16. Ignorance

82 8 0
                                    

"(Y/n)-ah? (Y/n)-ah! (Y/N)-AH!!"

Lamunanku buyar. Aku melompat sedikit dari kursiku kaget lalu mendongkak sembari memasang senyum kikuk. Kulihat eonni sudah berdecak pinggang.

"Bengong mulu. Kenapa si kamu hari ini?"

"Ah..," suaraku memelan. Mataku beralih mengamati benda lain di mejaku. Mendadak saja benda itu menjadi sangat menarik untuk dilihat.

Kudengar helaan nafas samar sebelum eonni bertanya. Sejujurnya aku belum siap mendengar ucapannya. Aku tahu persis apa yang ia akan tanyakan.

"Kamu lagi berantem sama Jeonghan atau gimana?"

"Engga kok. Biasa aja," sanggahku cepat masih memainkan pulpen kesayanganku.

"Terus kenapa dia ngehindarin kamu? Dia bahkan memintaku untuk mengatur jadwalnya agar tidak bertemu denganmu."

"Engga tau. Aku biasa aja kok."

"Hm ya suda kalau begitu. Jangan bengong mulu dimarahin entar," ucapnya pasrah lalu menepuk kepalaku pelan.

"Satu lagi. Kuingetin. Jangan sampai jatuh cinta pada member siapa pun. Kau tahu kontraknya kan?"

Deg.

Detak jantungku seperti berhenti sedetik. Apa aku jatuh cinta padanya? Pada Yoon Jeonghan?

Tidak mungkin. Aku menggelengkan kepalaku cepat dan menjawabnya dengan sanggahan lagi.

Sesudah ia pergi, aku masih dalam posisi yang sama. Duduk memainkan pulpen wortelku. Badanku mungkin di studio tapi pikiranku sedang melayang entah kemana.

Aku menghela nafas panjang sebelum aku menatap langit universe factory ini. Oia sekarang aku semakin sering bekerja di studio milik Woozi. Saking seringnya aku bahkan sudah tidak pernah izin untuk memakai ruangannya.

Pikiranku masing terbayang bayang tatapan Jeonghan kemarin. Tatapannya terasa menusuk. Walaupun dia tidak mengucapkan apa apa, aku bisa merasakan aura kemarahannya. Karena apa? Kenapa dia terus menghindariku hari ini? Apa ia marah padaku?

Tidak butuh waktu lama sampai tokoh utama dalam bahan overthink-ku datang.

"Hei (y/n)-ah! Ayo mulai rekaman lagunya. Para member sudah di depan. Aku suruh mereka masuk ya," ucap Bumzu tiba tiba sembari membuka pintu studio dengan lebar.

"(Y/n)-ah! Ih hari ini kita belom ketemuu," Mingyu melambaikan tangannya dari ambang pintu. "Kemana aja coba kenapa hari ini ga ke ruang latihann."

"Kamu kena hukuman si. Masa sih ga setor horanghae ke aku," Hoshi menunjukku semabri menyipitkan matanya yang sudah sipit.

"Bisakah hyung berhenti? Hyung harus terima kenyataan kalau hyung manusia..," The8 menurunkan jari Hoshi perlahan.

Beberapa member juga menyapaku hangat hanya saja dalam kerumunan itu mataku tertuju pada sosok Jeonghan yang mengabaikanku. Sedikit dari hatiku berharap ia akan menyapaku juga. Tapi ternyata ia memilih fokus pada layar hpnya dan berdiam diri di belakang barisan. Seolah olah dari awal memang tidak berniat bertemu denganku walau hanya sekadar berbasa basi.

Aku tersenyum menyembunyikan kekecewaanku. Ternyata aku terlalu berharap. Lagipula apa yang kuharapkan dari hubungan ini. Kugigit bibir bawahku pelan sebelum kembali berpura pura ceria.

"Hai hai semuaa maaf ya belum sempat ke ruang latihan. Tadi sibuk hehe nanti aku kesana kokk," balasku lagi. Mereka tampak senang kecuali satu orang. Melihatnya begitu, aku hanya bisa menghela nafas panjang.

Harus profesional. Tidak boleh melibatkan perasaan pribadi. Lagipula sejak awal tugasku hanya untuk menemani. Tidak lebih. Jadi kalau ia tidak ingin ditemani, ya sudah. Terserah.

Aku mengganguk pelan berusaha menyakini diriku kalau ini bukanlah apa apa. Bumzu kemudian mempersilahkan mereka untuk duduk di sofa. Saat memilih tempat duduk pun, ia memilih tempat paling jauh dariku. Akhirnya aku memilih fokus pada apa yang ada di depanku.

Beberapa dari mereka masuk ke ruang rekaman. Aku, Woozi, dan Bumzu memonitor suara mereka dan melakukan tugas kami masing masing.

"Ayo bagian Jeonghan hyung," Woozi memanggilnya pelan. Kulihat Woozi melirikku sekilas sebelum ia kembali berkutik dengan pekerjaannya.

"Iya," jawabnya singkat cenderung malas.

Dalam ruang rekaman, Jeonghan terus menerus melakukan kesalahan. Entah dari lirik, nada, bahkan ritmenya berantakan. Bumzu sudah berulang kali menyuruhnya berhenti sejenak namun Jeonghan bersikeras ingin menyelesaikan bagiannya sekarang. Member lain juga hanya bisa menunggu dan ikut menyemangati Jeonghan.

Aku sedaritadi hanya bisa menunduk berharap aku tidak mengacaukan konsentrasinya. Sepertinya atmosfer saat ini tidak mengizinkanku untuk berpikir dengan jernih. Pikiranku kalut.

Sesak.

Sampai Dino menepuk pundakku pelan. Aku menoleh dan mendapatinya dengan raut wajah khawatir.

"Noona? Gwaenchana? Sedang sakit kah? Wajahmu pucat..," ucap Dino pelan dengan nada khawatir.

Aku mengganguk pelan seakan memberinya isyarat bahwa aku baik baik saja.

"Dino-ya," panggil Woozi tiba tiba membuatku menoleh kearahnya. "Boleh tolong ambilkan kertas disana?"

"Sebentar hyung," Dino kemudian beranjak dari tempatnya mencari kertas yang dimaksud Woozi.

"Kusarankan kau jaga jarak dengan Dino, (y/n)-ah," bisik Woozi tanpa melihatku.

"Kenapa?" tanyaku balik.

Woozi menghela nafas pendek sebelum menatapku lembut. Lagi lagi tatapan yang tidak aku mengerti. Ia tersenyum manis dan berkata, "Nanti kamu bakal tau sendiri tanpa harus kukatakan."

Aku mengerenyitkan dahiku bingung. Maksudnya? Apa yang aku harus tahu?

"Jeonghan hyung. Kupikir ini sudah cukup bagus. Mau diulang atau sudah?" tanya Woozi lalu ditanggapi anggukan cukup dari Jeonghan.

"Aku duluan ya. Ada perlu," Jeonghan mengambil kopinya dan berpamitan. Aku berpura pura tidak peduli walaupun hatiku sudah perih sedaritadi.

"Okee tiati! Jangan lupa balik," balas para member lagi.

"(Y/n)-ah! Kesini dong," panggil Bumzu sewaktu Jeonghan masih duduk di belakangnya.

Aku menelan ludahku gelisah. Mau tidak mau aku pasti bertatapan dengan Jeonghan.

Engga. Harus cepet kesana. Aku harus profesional ngerti?

Aku beranjak dan tidak sengaja terpeleset sepatuku sendiri. Dan yaa lagi lagi dan lagi kecerobohanku membuat beberapa lembar kertas dalam genggamanku jatuh berantakan.

Satu hal yang dari dulu aku ingin tanyakan adalah mengapa aku selalu ditempatkan dalam posisi tidak enak.

Mulai dari kecerobohanku mendaftarkan berkas, terkena handuk saat pertama kali datang, terlibat dengan perjanjian dengan Jeonghan, bertemu kembali dengan mantan, dan sekarang pun sama. Mengapa kecerobohanku selalu membuat semua keadaan menjadi canggung.

"Eh maaf maaf," gumamku mengambil kertas itu sembari berjongkok.

"Aigoo kau pasti capek. Semangat yaa," Joshua tersenyum manis seperti biasa sigap membantuku mengumpulkan kertas lainnya.

"Ini noonaa," ucap Dino sama sama berjongkok. "Kalau cape istirahat dulu? Nanti noons sakit Ichan khawatir."

Aku mendongak dan Dino memberikanku senyuman manisnya sembari menyodorkan kertas yang ia pungut juga.

"Gwaenchanaa. Ini kecerobohanku ahaha," tawaku hambar. Dino hanya ikut tersenyum simpul.

Sesudah itu aku bergegas memberikan kertas kertas itu pada Bumzu dan kembali ke tempatku. Inginnya sih begitu.

Nyatanya tatapan kami malah bertaut disaat yang tidak tepat. Aku meliriknya sekilas lalu tersenyum paksa.

Tapi apa yang kudapat? Ia malah membuang muka sembari mendengus. Ia berjalan melaluiku tanpa berbasa basi dan langsung keluar studio. Aku berdiam diri menyaksikannya benar benar mengabaikanku. Dengan senyuman palsu, aku kembali bercakap cakap dengan para member supaya mereka tetap senang walaupun sebenarnya hatiku berada di sisi lain dari bahagia.

Ternyata sesakit ini diabaikan olehmu Yoon Jeonghan.

Unspoken Love || Yoon JeonghanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang