35. Empedu Ular Berbisa

22 4 3
                                    

Kesempatan tepat didepan mata yang dimana kesempatan yang selalu dinanti-nanti Lunara sejak lama
cita-cita memenggal kepala Zabir hingga terlepas dari tubuhnya

"j-jangan Lunara, kumohon jangan lakukan itu pada putraku" mohon Sumarni dengan nafas tercekat

"begitukah panggilan untuk seorang selir raja?" tanya Sapujagat menyerinyai

"m-maaf__ maafkan aku yang mulia, ampuni aku, tolong bebaskan putraku" pintanya dengan wajah memucat ketakutan

"baiklah aku ampuni, berikan hukuman cambuk seratus kali pada wanita tak tau adab ini!" titah Sapujagat pada salah satu pengawalnya, pengawal berbadan tinggi besar nan kekar itu langsung menyeret Sumarni tanpa belas kasih, membawanya pada kendaraan yang membawa mereka ke kerajaan Maladewa kerajaan terbesar yang dipimpin langsung oleh Sapujagat

"ah masih ada dua bekicot yang harus dipenjarakan, dan satu lintah yang harus di eksekusi karna berkhianat pada suaminya, bawa ketiga manusia biadab ini ke penjara Maladewa" Yasmin, Larasati, dan Rasika juga turut diseret menuju Maladewa

setelah kuman-kuman itu dibawa ke tempat semestinya, kini hanya menyisakan Zabir dan orang-orang Maladewa termasuk Lunara dan rakyat Cendana

"lakukan cucuku" ucap Sapujagat pada Lunara, namun belum sempat Lunara memegang pedang dari tangan Sapujagat, pria paruh baya itu lebih dulu dibisiki tangan kanan nya

Sapujagat mengangguk
"cucuku, pemenggalan kepala Zabir nanti saja kita lakukan, sekarang ada yang jauh lebih penting" mendengar itu Lunara hanya menurut saja tak membantah sedikitpun

***

"oh sang agung.. mengapa bisa jadi begini tabib?" melihat kondisi Kastara yang memprihatinkan, Lunara tak sanggup menopang bobot tubuhnya, air matanya berjatuhan

bagaimana tidak? tubuh yang gagah perkasa itu kini tengah mengalami rasa sakit yang menusuk terus menjalar menyiksa, terbaring lemah bagai seonggok manusia yang mendekati ajal

kulit tubuhnya yang hangat menjadi dingin memucat, sesekali memuntahkan empedu, buih hitam tampak mengalir keluar dari lukanya yang menganga

"pada pedang yang dipakai raja Vasant untuk melukai yang mulia raja terdapat racun ular berbisa, racunnya menyebar dengan cepat karna pergerakan-pergerakan yang dilakukan yang mulia raja sebelum mendapatkan pertolongan, kami akan berusaha mengeluarkan racunnya dengan ramuan daun kari walaupun__" kalimat tabib terhenti, tampak ragu melanjutkan

"walaupun apa tabib? putraku akan sembuh kan? dia akan baik-baik saja kan?" desak Helena tak sabar, yang saat ini tengah mengusap punggung Lunara yang masih terisak

"kecil kemungkinan yang mulia raja akan selamat karna didalam racun ular itu juga terdapat kandungan darah yang sudah membusuk" lanjut salah satu tabib paruh baya itu

mendengar itu Lunara menutup rapat mulutnya, semakin tak kuasa menahan sesak didada nya

"mengapa kita selalu di hadirkan dengan ambang perpisahan berupa kematian Brata? apa semesta menentang kebersamaan kita? ya sang pencipta.. selamatkan suamiku.. jadikan kisah kedua ini menjadi kisah terindah yang pernah ada.."

"oh sang agung.. Kastara.." lirih Helena tak kuasa menahan tangisnya

"lakukan cara apapun untuk menyelamatkan putraku tabib, aku akan memberikan apapun yang kau inginkan termasuk nyawaku, selamatkan dia untuk kami" setetes air mata Naraya jatuh, sekuat tenaga ia tahan cairan bening itu agar tidak luruh, namun ternyata ia tetap memaksa menjatuhkan diri

"kami akan melakukan sebisa kami purnaraja" jawab tabib lainnya

"mohon izin purnaraja, dibawah kaki gunung Menipis ada seorang tuha nambi yang juga seorang kdi yang terkenal sakti mandraguna, beliau terkenal bisa menyembuhkan berbagai penyakit, kita bisa panggil beliau untuk menyembuhkan yang mulia raja" ucap Noni yang baru tiba membawa sebotol minyak lavender untuk luka Kastara

KastaLuna (kisah Bratadikara dan Jahanara dengan versi dan zaman yang berbeda)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang